4. Dilemma

202 23 12
                                    

Sebelumnya,
"Emang biasanya gimana?" Yunseong turun dari motor dan mandekatkan diri ke arah Minju.

***

Yunseong baru saja maju beberapa langkah, tapi Minju sudah mengentikannya dengan menyilangkan tangan seperti bersiap untuk menangkis apapun yang mungkin dilakukan laki-laki itu dan menangis di baliknya.

Hal itu ia lakukan karena hatinya yang bercampur aduk antara takut, lelah, malu, dan tidak tahu harus menjawab bagaimana pertanyaan itu.

Yunseong berlalu dan menuju ke arah jalan. Ia melambaikan tangan untuk menghentikan taksi. Minju yang masih menangis tak menyadarinya dan tiba-tiba saja ia merasa kembali ditarik, tapi kali ini Yunseong menarik ujung tali tas Minju untuk mengarahkannya dan memasukkannya ke dalam taksi.

Yunseong membuka pintu depan dan berpesan, "Pak tolong antarkan sampai depan rumah dengan selamat ya! Mapo-gu nomer 21," ucap Yunseong seraya memberikan uang kepada supir taksi tersebut.

Minju sangat terkejut, "Bagaimana kau tahu rumahku?"

"Ceritanya besok saja ya. Sudah malam," jawab Yunseong seraya menyentuh pucuk kepala Minju, sampai akhirnya ia tersadar dan segera menariknya.

Minju masih tidak mengerti dengan apa yang dilihatnya hari ini. Yunseong seperti memiliki dua kepribadian yang berbeda. Yunseong saat di sekolah seperti anak yang menyeramkan dan memiliki aura yang gelap. Sedangkan Yunseong saat di luar terlihat seperti laki-laki yang penuh perhatian.

Entahlah, Minju sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi setelah menangis.

***

Keesokan harinya Minju salah tingkah dan terlihat canggung setiap kali ia tidak sengaja berpapasan dengan Yunseong. Ia bahkan berusaha untuk tidak melakukan kontak mata dengan laki-laki itu.

"Bisa bicara?" Yunseong menghampiri Minju yang sedang merenung di mejanya. Ia merasa seperti harus menyelesaikan kesalahpahaman ini secepatnya.

"Hah?" pekik Minju terkejut seraya refleks menengadahkan kepalanya. Dengan otomatis mata keduanya pun bertemu. Segera saja Minju memalingkan wajahnya, "Bicara apa? bicara saja sekarang."

Yunseong mendudukan diri di depan Minju dan mengeluarkan sebuah kartu, semacam ID card, "Ini!"

"Waaah kupikir sudah lama hilang, bagaimana bisa ini ada padamu?" Minju segera meraih benda tipis berbentuk persegi itu dan melihatnya dengan seksama. Benda itu adalah kartu pelajarnya saat SMP.

"Aku kebetulan menemukannya, sepertinya kau tidak sengaja menjatuhkannya saat masa orientasi."

Bohong.

"Sudah lama ingin kukembalikan, tapi aku lupa dan baru ingat lagi setelah melihatmu."

Bohong.

"Jadi aku tahu alamatmu dari sini. Karena aku berniat untuk mengirimnya ke rumahmu."

Bohong.

Entah sudah berapa banyak kebohongan yang Yungsong ucapkan hari ini. Entah apa yang berusaha ia tutupi dengan kebohongan itu. Semuanya hanya Yunseong yang tahu.

***

Memang benar Minju tidak sengaja menjatuhkannya, tapi Yunseong tidak kebetulan begitu saja menemukannya tergeletak di suatu tempat. Yang sebenarnya terjadi adalah Yunseong merebutnya dari kakak kelas mesum yang tertangkap basah sedang membicarakan keinginan hasrat seksualnya kepada Minju.

Saat itu kejadiannya Yunseong tidak tahu siapa yang menjadi subjek pembicaraan kakak-kakak kelas itu, hanya saja menurutnya hal tersebut sangat tidak pantas dibicarakan di sekolah. Yunseong yang biasanya tidak suka ikut campur entah kenapa saat itu memilih untuk mengambil tindakan. Ia merebut kartu identitas tersebut dan menolak untuk mengembalikannya. Karena saat itu sekolah sudah sepi, ketiga kakak kelas tadi dengan berani mengeroyoki Yunseong yang mereka pikir hanyalah salah satu murid baru.

▶ Dibajak | YunseongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang