🌸 4

14.5K 568 17
                                    

Chapter 4

Dua tahun kemudian di Moscow.

William baru saja tiba di Moscow karena ibunya memintanya untuk datang ke kota itu untuk mewakili ibunya dalam rangka menghadiri sebuah pameran perhiasan. Seharusnya Sydney-lah yang berada di sana karena semua yang berkaitan dengan pameran perhiasan adalah bisnis yang ditekuni adiknya. Tetapi, sialnya adinya itu justru memiliki urusan yang lebih penting yang katanya tidak bisa ditinggalkan. Jadilah William harus mengalah untuk menghadiri pameran perhiasan yang bertabur dengan berlian, benda yang sama sekali tidak ia mengerti meskipun telah didampingi oleh satu asisten ibunya yang sangat terlatih di dalam bidang perhiasan.

William berulang kali menguap karena merasa bosan menyaksikan orang-orang yang terkagum-kagum melihat desain perhiasan yang bertabur berlian di depannya. Bagi William perhiasan mewah bukan hal yang baru karena sejak kecil ia terbiasa melihat ibu dan neneknya menggambar rancangan perhiasan kemudian berangkainya menjadi perhiasan bertabur berlian yang digandrungi oleh wanita. Sekali lagi, menurut William sama sekali tidak masuk akal. Wanita tampak bahagia hanya karena seuntai gelang atau sebuah cincin. Mereka bahkan memamerkannya dengan bangga di media sosial dan di depan teman-temannya, apa bagusnya batu-batu itu?

William menguap kembali, ia kemudian memutuskan untuk mengitari ruangan tersebut. Ia berhenti di depan sebuah foto yang dibingkai rapi dan tergantung di dinding. Foto itu bergambar seorang wanita yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih, rambut hitam wanita itu ditata ekor kuda menjuntai hingga ke pinggang. Sayangnya wajah gadis itu tidak sepenuhnya dapat dinikmati karena wanita di dalam foto berpose membelakangi kamera, hanya menonjolkan cincin yang indah di jemarinya yang disampirkan di bagian belakang pundaknya. Wajahnya hanya tampak dari samping, itu pun hanya sedikit.

William sedikit bergeser dan kembali menemukan beberapa foto. Dari lekuk tubuh foto-foto itu terlihat berasal dari orang yang sama, tetapi seluruh fotonya selalu hanya menonjolkan tubuh yang terbalut gaun pengantin dan mengenakan perhiasan yang indah. Bahkan saat ia memamerkan giwang di telinganya tampak yang di ekspos hanya telinga dan leher jenjangnya. Bagian wajahnya terlihat jelas adalah bagian dagu dan bagian bawah bibirnya yang tampak mengulas senyum tipis.

William merasa sangat penasaran dengan wanita di dalam foto yang tiba-tiba seperti menghipnotisnya, wanita yang tidak asing itu seolah memiliki daya tarik yang sangat kuat bagaikan magnet baginya meskipun ia tidak melihat secara keseluruhan wajah wanita itu. Ia menyilangkan kedua lengannya di dada dan dengan cermat mengamati setiap jengkal tubuh gadis itu sambil kepalanya sedikit mengangguk-angguk dan bibirnya mengulas senyum.

Ketika seorang pria yang mengenakan seragam yang William kenali sebagai salah satu pegawai di pameran tersebut melewatinya, ia tidak membuang kesempatan.

Wiliam memanggil pria itu dan bertanya, "Apakah kau tahu siapa model ini?"

Pria berpakaian seragam itu mengangguk dengan hormat kemudian menjawab, "Nama model itu Alicia, Sir. Dia brand ambassador dari perusahaan kami."

"Alicia...." William menggunakan nama wanita yang menghipnotisnya, sudut bibirnya mengulas senyum licik. "Kau tahu di mana dia? Maksudku... dari agensi mana?"

"Dia bernaung di bawah agensi model yang bernama Le Model," jawab pria itu.

"Baiklah. Terima kasih atas informasi yang kau berikan, kau boleh pergi," ucap William.

Ia kembali mengamati foto-foto Alicia bahkan diam-diam mengarahkan kamera ponselnya untuk mengambil beberapa foto yang terpampang di dinding. Bibirnya masih mengulas sedikit senyum penuh kemenangan.

Alicia... Aku akan mendapatkanmu. Tunggu aku!

***

Le model.

"Alicia...." Halifa Yonas, asisten pribadi Alicia memanggil wanita itu.

"Ya," sahut Alicia.

Wanita cantik yang tengah duduk menyibakkan rambutnya yang tergerai nakal menutupi sebagian wajahnya menggunakan telapak tangannya. Ia sama sekali tidak menoleh kepada sumber suara karena ia terus fokus kepada hal yang sedang dilakukannya. Sebelah tangannya tampak memegangi pensil, mencoret-coret kertas yang berada di atas meja.

"Ford menunggumu di ruang kerjanya," kata Halifa, wanita berumur dua puluh lima tahun itu selalu berpenampilan menarik dan modis. Bahkan jika dilihat lagi ia lebih fashionable dibandingkan dengan Alicia, model yang menjadi bosnya.

"Ford?" Alicia menghentikan aktivitasnya dan mendongakkan kepalanya, mata birunya yang seindah samudra tampak menatap Halifa dengan tatapan enggan.

"Ya, Ford."

"Apa aku melakukan kesalahan?"

"Oh, Tuhan. Bagaimana bisa kau selalu beranggapan jika Ford hanya mencarimu jika kau melakukan kesalahan?" Halifa menggelengkan kepalanya sembari menatap Alicia dengan geli.

Alicia hanya mengangkat kedua bahunya bersamaan, alisnya yang sangat tebal juga sedikit terangkat.

"Jangan berpikiran negatif, Sayang." Halifa selalu mengingatkan Alicia untuk tidak berprasangka buruk kepada siapa pun. Asistennya itu meski kadang sama menyebalkan seperti Ford, tetapi pekerjaannya sangat cekatan, hati-hati, dan rapi.

"Kalau begitu, apakah menurutmu Ford akan memberikan aku pekerjaan lagi?" tanya Alicia, tampak enggan dan menatap Halifa seolah meminta tolong.

"Kau adalah model kesayangan Ford, kau seharusnya bangga."

Alicia memutar bola matanya, ia tampak tidak senang dengan ucapan asistennya. "Halifa, aku lelah. Kau tahu aku hanya memerlukan gaji yang cukup untuk kehidupanku dan modal untuk membuka bisnisku sendiri. Sekarang aku sangat sibuk hingga aku tidak memiliki waktu lagi untuk memikirkan bisnis pribadiku. Ford keterlaluan. Ia terus saja menerima tawaran pekerjaan untukku tanpa bertanya aku bersedia atau tidak." ucapnya dengan nada ketus.

"Alicia, kau ini bodoh atau apa? Tubuhmu sangat indah, wajahmu cantik, kau sangat berbakat. Kau harus memanfaatkan semua yang kau miliki karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan seperitmu." Halifa membelai rambut Alicia dengan lembut. "Cepatlah temui Ford atau ia akan mengomeliku jika kau membuatnya terlalu lama menunggu."

Alicia merapikan kertas di depannya kemudian memasukkan ke dalam sebuah map, dengan gerakan malas ia bangkit dari duduknya. Wanita itu dengan langkah kaki enggan menuju ruang kerja Ford, manajernya sekaligus kekasihnya.

"Sayang, kau cantik sekali hari ini."

Ford mengamati wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangannya, pria tampan bermanik mata coklat itu tampak menelan ludahnya. Kekasihnya sangat cantik, menawan, rupawan dan tubuhnya sangat indah. Ia telah lama mendambakan Alicia menjadi milikinya, tepatnya berada di bawahnya mengerang memanggil namanya. Sayangnya Alicia bukan wanita yang mudah didapatkan.

"Duduklah," ucapnya lagi.

Alicia duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford, ia belum mengatakan apa-apa. Tatapan matanya hanya mengawasi wajah Ford dengan tatapan dingin karena akhir-akhir ini hubungan mereka merenggang karena jarang berkomunikasi.

"Selamat atas kontrak barumu," kata Ford dengan nada sangat gembira dan senyum lebar.

Seperti yang telah Alicia duga, Ford memberikan pekerjaan lagi tanpa bertanya terlebih dulu padanya.

"Aku sama sekali tidak tahu kontrak apa yang kau bicarakan," kata Alicia dengan acuh.

"Sebuah keuntungan besar, aku baru saja menyetujui kontrak baru untukmu. Kau akan berfoto mengenakan gaun pengantin dan sepatu dari brand lokal yang sedang naik daun, mereka bekerja sama dan sepakat mengontrakmu. Jadi, otomatis kau hanya perlu sekali bekerja dan kau mendapatkan dua keuntungan. Alicia, kau benar-benar beruntung, kau bukan hanya kekasihku. Kau adalah Dewi keberuntunganku," ucap Ford dengan penuh semangat.

Alicia menyilangkan lengannya di atas perutnya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, matanya menatap Ford tanpa minat.

Melihat reaksi Alicia, Ford mengerutkan keningnya. "Sayang, apa kau baik-baik saja hari ini?"

TAP BINTANG KECIL DI POJOK KIRI BAWAH LAYAR PONSEL KALIAN ❤️ TERIMA KASIH ❤️
🍒🌸

Oh, My Brother!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang