Setiap Kamis sore, Azizi tidak segera pulang. Dia yang tergabung dalam tim basket sekolah selalu berlatih di hari itu. Azizi melihat layar ponselnya, mengecek jam yang menampilkan digit 17.10. Dia mengelap keringatnya lelah, setelah ini masih harus mengayuh sepeda. Rasanya ingin ngekost saja. Kakinya sudah lunglai, belum lagi perutnya yang tiba-tiba lapar.
Dari arah belakang, Azizi merasa punggungnya ditepuk. Dia meraih jemari halus itu, lalu matanya mengikuti arahan tangan yang bermuara pada wajah cantik primadona sekolah. Siapa lagi jika bukan Fiony. Tangan kanan Fiony masih digenggam, sedangkan tangan kirinya membawa sekotak tempat makan.
"Capek banget ya?" tanya Fiony sembari menempatkan pantatnya di sebelah Azizi.
Nama yang ditanya hanya mengangguk cuek sambil masih mengelap keringatnya. Fiony tersenyum melihat adik kelasnya. Dia mengambil alih handuk kecil di tangan Azizi.
"Aku buatin roti panggang, gosong dikit tapi harusnya tetap enak sih. Nih." Dia menukar handuk kecil itu dengan kotak makan yang memperlihatkan roti panggang setengah gosong. Azizi yang lapar langsung menerima makanan itu tanpa basa-basi. Toh sudah biasa diperhatikan Fiony begini.
Ketika tangannya tengah menyuap roti panggang, Fiony mengelap keringatnya dengan handuk yang telah diambil alih sebelumnya. Azizi menatap Fiony. Tiba-tiba tatapannya menjadi lunak, dia melihat pancaran kasih sayang di mata kakak kelasnya itu.
"Enak nggak Zee?"
Azizi hanya mengangguk. Masih mengunyah, tapi matanya lurus menatap Fiony yang fokus mengelap keringat di dahinya. Bayangan Lala sedang mengelap keringatnya di depan puskesmas pagi silam tiba-tiba terlintas begitu saja. Azizi menghela nafas pelan, kenapa dia tidak bisa membalas seluruh kebaikan Fiony. Kenapa dia harus menjadi perempuan jahat.
"Besok kalau aku belajar masak, kamu mau dimasakin apa?" Fiony selesai mengerjakan tugasnya. Ditaruhnya handuk kecil itu di bangku sebelahnya.
"Apa aja Ce, kamu masakin apapun pasti aku makan."
Fiony tertawa mendengar balasan Azizi. "Kalau nggak enak?"
"Kamu cobain dulu dong. Kalau belum jago, pakai bumbu instan dulu aja."
Mata Fiony menajam. "Emang ada bumbu instan?"
Azizi yang gemas mengacak rambut Fiony. Gadis yang lebih tua dua tahun di atasnya terlihat menggemaskan dengan raut wajah terkejut. "Adalah. Besok deh kita belanja bareng ya, aku tunjukin macam-macam bumbu instan."
"Janji ya?" Fiony masih dengan senyumnya mengeluarkan janji kelingkingnya. Tingkah kekanak-kanakan itu disambut tawa riuh Azizi. Dia mengangguk dan menyambut jari kelingking Fiony.
Ketika Fiony masih asyik bersandar di bahu Azizi sambil bercerita, Azizi tiba-tiba menegakkan duduknya. Fiony terkesiap. "Kenapa Zee?"
"Bentar Ce, aku lihat temanku deh kayanya di area sekolah ini."
Azizi menuruni kursi tribun, dia mendekati punggung abang-abang dengan kemeja flannel. Disampingnya ada Chika, teman sekelasnya.
"Drun?"
Nama yang disebut menoleh. Tepat, Badrun memasuki wilayah sekolahnya.
"Ngapain lo disini? Sama Chika lagi."
"Gue jemput Chika mau ngajakin nonton. Ikutan yuk."
Azizi melongo. "Nggak salah lo ngajakin gue ngedate?"
"Ayo lah, bareng itu." Badrun menunjuk pada Fiony yang berjalan menyusul Azizi.
"Nggak ah, gue mau balik. Nyesel deh gue nyapa lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kemarin Sore
FanfictionKalau ada aroma anyir, fix bukan manusia. Tapi kakak wangi, aku suka. -Azizi Lazee time. Diusahakan tiap Rabu dan Minggu.