13. Let Me Kiss You

2.1K 210 43
                                    

Matahari mulai terbenam, sore segera berakhir. Lala dan Azizi sedang merebahkan badan lelah mereka di kamar berukuran tak terlalu luas itu. Rumah ini lengang, hanya ada Ibu Lala yang baru saja pulang ketika Lala sampai rumah, juga beberapa kucing yang menemani keseharian ibu anak tunggal itu. Sebenarnya semula ibu Lala tidak tinggal sendirian, ada Lisa, saudara sepupu Lala. Tapi sudah nyaris satu bulan, Lisa KKN di kota lain.

"Mama kamu baik ya Kak," ucap Azizi masih teringat keramahan dan senyum manis Ibu Lala.

"Semua ibu-ibu kalau sama tamu ya baik lah, Ji. Ibu kamu aja kalau ada aku mendadak baik kan sama kamu?"

Azizi mengangguk, benar juga sih. Ibunya senang membuat citra penyayang di depan Lala. Padahal, telat pulang kena pukul sapu, terlambat salat saja kena omel sampai adzan berikutnya. Tapi kalau ada Lala, duh bisa berubah menjadi pemeran utama yang bertutur baik.

"Mama kamu pinter masak ya? Tadi nawarin aku pengen dimasakin apa."

"Kamu nggak liat anaknya gimana? Masakan aku selama ini enak kan? Mama gitu karena dia jarang banget masak buat orang lain. Jadi senang gitu tuh."

"Iya sih, masakan kamu enak. Senang aku kalau dimasakin kamu."

"Halah kamu lihat aku aja udah senang kan?" tanya Lala percaya diri.

Azizi hanya tertawa mendengar narsisme Lala ini. "Dih Kak Lala. Aku lihat yang cantik emang senang, nggak cuma Kak Lala aj.." ucapannya terputus karena sebuah cubitan dari Lala.

"Hayo ngomong lagi," tantang Lala.

"Ampun deh Kak Lala, galak banget." Azizi mengelus kulit bekas cubitan itu.

"Baru dikasih kesempatan buat yakinin aku udah macam-macam. Awas aja ya besok kalau jadi pacar ketahuan aneh-aneh, langsung mati di tempat," ancam Lala.

Azizi bergidik takut. "Kak Lala jangan khawatir. Aku nomer satu di survey orang paling setia."

Gadis lebih tua itu tertawa dengan gurauan bocah SMA yang tengil itu. "Ngaco banget yang survey. Pasti kandidatnya kamu sama Badrun."

"Dih, Mas Gito aja juara dua habis aku." Lala hanya geleng-geleng heran melihat percaya diri daun mudanya itu.

--

Fiony menatap jalanan cemas. Mobil yang dipesannya dari aplikasi karya anak bangsa itu belum juga tiba. Dia khawatir akan kemalaman sampai di rumah. Bagaimanapun, citra Fiony anak yang baik memang sesuai. Dia tidak macam-macam, kecuali belok. Kalau itu dianggap aib ya.

"Shit." Ups baru dipuji, justru mengumpat.

Layar ponsel Fiony menunjukkan chat dari driver yang beralasan tidak bisa menjemput karena terjebak macet. Tidak bisa disalahkan juga sih, ini jam-jam ramai kendaraan mengantre kemacetan kota. Fiony hendak menghubungi cicinya sebelum akhirnya urung karena mendengar namanya disebut.

"Fiony kan?" Nama yang dipanggil hanya diam terpaku, tidak mengenali perempuan di hadapannya.

"Ara," ucapnya lagi seolah membaca pikiran Fiony.

Fiony menjabat tangan dingin milik Ara. "Kita pernah ketemu di kompetisi dance, kalau lo lupa."

"Iya sorry gue suka lupa anaknya," balas Fiony dingin. Dia tidak tertarik bicara banyak ditengah kecemasan.

"Lo ngapain disini?"

"Ini gue mau pulang tapi malah dicancel sama driver. Mau minta jemput cici gue."

Ara mengangguk-angguk menyimak. "Gue antar pulang aja yuk?"

Sebenarnya tawaran yang sangat ingin Fiony dengar, tapi kok dia ragu. "Mm, nggak deh Ra. Gue hubungin cici gue aja."

Anak Kemarin SoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang