12. Kartu Kesempatan

1.6K 207 24
                                    

Minggu sore yang damai. Musik mengalun dari kaset lawas yang dibelinya hari-hari lalu. Seseorang dengan hoodie hitamnya duduk di gubuk beratap bambu tengah area persawahan. Punggungnya bersandar dan matanya terpejam untuk lebih khusuk dalam alunan lagu yang nyaris merobek hatinya. Lagu cinta yang mengingatkan pada penolakan tempo waktu lalu. Lala. Dia harus bertanggung jawab dengan dakwaan kejahatan perasaan pada Azizi.

Seseorang menyusul duduk di sampingnya. Dia masih terpejam dan menghiraukan kehadiaran seseorang lainnya. "Lo ngejauhin gue ya? Kenapa nggak ngajak gue kesini?" Suara Lala membuat Azizi kembali ke kenyataan.

"Eh Kak Lala? Hm, nggak kok. Buat apa juga ngejauhin kakak."

Lala menghela nafasnya dan masih memandang padi-padi yang mulai menguning. "Lo tahu nggak Ji, gue kangen banget sama rumah. Rasanya pengen pulang," curhat Lala tiba-tiba.

Azizi melepas earphone-nya lalu mengalihkan perhatian sepenuhnya pada gadisnya itu. "Kenapa Kak Lala? Ada yang bikin Kak Lala nggak nyaman disini?"

Lala menggeleng. "Nggak ada, mungkin gue cuma kangen rumah aja."

"Mungkin akhir pekan bisa buat pulang sebentar Kak Lala. Kalau emang Kak Lala kangen rumah ya pulang aja."

"Lo mau ikut nggak Ji?" tawar Lala membuat mata Azizi terbelalak kaget.

"Ha?"

"Iya, ikut gue pulang."

Azizi membuang wajahnya, dia takut masuk lagi dalam pesona Kak Lala-nya itu. Tak bisa dipungkiri, dugaan dia menjauhi Lala itu benar. Azizi memang sedang membiasakan hatinya untuk menimbun rindu, menghindari masalah hati yang lebih kompleks. Kini, tawaran itu tampak sangat menggiurkan. Separuh hatinya mengatakan tidak, cukup sudah. Separuhnya lagi, dia tidak bisa menolak Kak Lala-nya.

"Nggak tahu Kak Lala," balas Azizi kemudian.

"Gue tahu kok, gue sering keterlaluan sama lo. Gue sering banget bikin lo sakit hati. Dan gue udah tebak lo nggak bakal mau temenin gue pulang. Ya udah nggak papa, Ji," ucap Lala dengan wajah sendunya.

Azizi menahan nafasnya, kenapa perasaan tak tega itu muncul. "Maaf Kak Lala, aku nggak bisa begini terus. Mungkin emang lebih baiknya aku konsisten buat mundur. Ini masalah hati, aku nggak bisa.."

Ucapan Azizi membuat Lala terdiam dan menggigit bibirnya bimbang. "Lo nggak tahu kalau gue juga susah kan? Jujur perasaan lo bikin gue terbebani."

"Aku minta maaf Kak Lala, aku janji bakal nggak ganggu Kak Lala.." potong Azizi cepat.

"Nggak. Bukan itu. Lo bilang suka gue dan sialnya gue juga suka sama lo Ji. Tapi gue mau bilang berapa kali lagi? Lo perempuan dan jauh lebih muda dari gue. Ini bikin hati gue rasanya berat banget. Bakalan bagus kalau emang gue jijik ataupun nggak suka sama sekali. Tapi masalahnya, gue juga suka sama lo."

Jantung Azizi berdegup tak karuan. Lala menyukainya? Sebenarnya dia sudah tahu lama. Dia menyadari gadis tsundere ini seringkali sengaja mencuri perhatiannya. "Kak Lala yang bikin masalah Kak Lala sendiri."

Lala tertawa hambar mendengar balasan singkat Azizi. "Lo mungkin benar Ji. Gue yang bikin masalah gue sendiri. Mungkin dalam pikiran lo, kalau dua orang saling menyukai masalahnya selesai. Tapi gue nggak bisa sebatas itu. Gue punya batasan buat diri gue sendiri. Gue nggak boleh melebihi batas itu Ji."

"Iya, aku tahu orang dewasa emang suka berpikiran kompleks. Bahkan beberapa dari mereka punya ketakutan yang lebih besar dari kenyatannya sendiri. Aku nggak tahu seberapa besar orang dewasa menginginkan kebahagiaan dibanding keseimbangan hidupnya." Azizi tidak sadar mengatakan kalimat bijak semacam itu. Lala mengamini ucapan Azizi, orang dewasa memang rumit.

Anak Kemarin SoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang