Seandainya aku tau kalau perempuan itu benar teman Nayla. Aku gak akan mungkin ngizinin Gilang ngasih video itu sama Tisha. Tapi telat. Nasi sudah menjadi bubur. Beritanya menjadi heboh.
Si kutu buku merebut pacar orang. Kutu buku pelakor, yaelah sejak kapan pacar jadi lakik?
Kenapa yang heboh malah bullying untuk siperempuan sih? Heran aku sama pola pikir manusia. Kan perempuan yang jadi korban. Kok laki-laki yang bebas? Brengsek juga nih si Rudi. Eh emang brengsek sih dia.
"Kamu kok gak mikir sih sama perempuan yang ada di video?" kami dikejutkan oleh dua hal, barang yang dilempar kearah kami. Dan perkataan Nayla sembari menggebrak meja kami. Ni anak galak banget.
"Ya siapa suruh dia kemakan omongan basi playboy tengik kayak Rudi?" Balas Gilang cuek.
Iya yah. Aku juga gak mikir terlalu jauh. Efeknya entah sudah kemana-mana. Gosipnya bahkan menyebar luas. Intinya, si cewek malah jadi korban bullying satu sekolah.
Tapi tetap itu gak adil banget.
"Kalian laki-laki sama aja. Gak punya otak. Gak punya perasaan" aku gak kuat lihat air mata Nayla yang gak tau sedih atau marah. Campur aduk jadi satu.
"Eh jaga yah omongan" Tunjuk Gilang padanya. Aku segera memegang telunjuk yang mengacung tajam pada Nayla.
"Stop Gil, ngaku, kamu juga nyesel kan?" Gilang berpaling. Melihat kearah yang tidak ada aku dan Nayla disana. Aku tau dia juga sepemikiran denganku. Kami gak memprediksi hal buruk yang akan terjadi sama si korban.
"Maaf Nay, kami teledor" Bisikku pelan. Akhirnya Nay jatuh terduduk. Dia menangis sesunggukan. Hatiku hancur melihatnya serapuh itu. Dia benar-benar temen yang peduli. Aku ikut ber jongkok.
Sadar kalau Kami menjadi pusat perhatian. Tapi aku terlampau tidak peduli. Aku mengabaikan tatapan penasaran mereka.
"Nay?" Bisikku pelan. Aku takut dia membenci suaraku.
"Terus gimana? Semua orang nyalahin Ziska. Dia sampai gak masuk sekolah. Gak mau ditemuin. Aku takut dia kenapa-napa" Dia menatapku dengan sorot khawatir. Airmatanya tumpah meluap menganak sungai.
"Kita bakal mikir gimana caranya ngembaliin nama baik Ziska. Tenangin diri kamu dulu" kataku tanpa sengaja memegang pundaknya. Alamiah laki-laki emang memberi tindakan fisik. Wajar aja mereka suka sama sentuhan fisik. Rasanya emang semendebarkan ini. Gila. Jauhin tanganmu woi! Teriakku tapi hati tapi gak bisa menolak.
Aku tidak mencari kesempatan dalam kesempitan. Murni karena peduli. Tapi setelah ini aku pasti tidak lagi bisa setenang kemarin-kemarin.
"Gimana?" Tanyanya penuh harap. Aiiiiiih wajah ini bikin betah. Jadi ingin memberikan perlindungan lebih. Seperti ngasih pelukan dan semacamnya.
"Aku belum tau. Tapi aku janji akan mikir gimana caranya" kataku serius. Belum pernah seserius ini.
Dia menatapku lama. Nay, jangan Nay. Bahaya. Aku tau dia hanya ingin memastikan kesungguhanku tapi, gila, bahaya Nay. Aku jadi ingin memelukmu!!! Jangan lihat aku.
Nayla langsung berdiri. Menghapus jejak air matanya. Aku ikut berdiri. Setelah itu dia membungkuk ala orang jepang. Lalu berbalik, berjalan cepat meninggalkan kami.
"Gilaaaaaa" Tama berteriak. Mengagetkanku yang masih terpaku melihat sosok Nay yang meninggalkan kamk.
"Aku gak tau kalau Iqbal pssstt" semua merapat kecuali aku. Tama berbisik dengan Gilang dan Dika. "Suka sama Nayla" berbisik tapi suranya bisa kudengar. Apa itu? Meledekku saja.
"Anjir gentlemen banget dia. Gila gilaaaaa" bisik Dika balik. Bisikan yang heboh.
"Tatap-tatapan lama cuy" Gilang gak mau kalah. Aku ingat dia tadi bermuram durja karena kelalaiannya. Kenapa jadi berubah gink?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirumah Sakit Aku Menikah
RomanceJust #10 Part Ditengah kemelut Covid-19, aku terserang ISK. Ngeri. Tapi, 2 hari setelahnya aku menikah. Heeeeeh? . . Bam! "Kalian pikir aku barang?" (Ingatan masa SMA)