Tatto (SunMork)

644 46 5
                                    

Tatto © Erry-Kun

Melalui pintu Gold Furry yang sedikit terbuka, mengintip-intip cahaya senada lembayung yang hangat menyapa penglihatan. Sementara suara lalu-lintas kendaraan yang samar-samar terdengar telah menunjukkan jalanan yang mulai tidak ramai. Distrik ini memang akan berangsur menjadi sepi tatkala matahari nyaris terbenam di ufuk barat.

Mork hanya melamun seraya sesekali mengetuk-ngetuk ujung pulpen pada meja tempatnya bekerja. Tidak ada pelanggan sore ini dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk membunuh waktu sampai malam nanti toko itu biasanya menjadi cukup ramai.

Sebenarnya  tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa takdir akan membawanya terdampar di negeri orang dan membuatnya harus bertahan hidup dengan menjadi penjaga dan kasir sebuah toko pembuatan tato—

"Mork."

Suara rendah yang entah kenapa begitu sensual terdengar bersamaan dengan sepasang lengan bertato yang memeluk Mork iseng dari belakang.

—terutama dengan kenyataan bahwa bekerja di tempat ini ternyata membuatnya terpaksa harus mengenal manusia brengsek semacam Sun.

Mork tidak pernah bersyukur harus mengenal bahkan mau tidak mau menghabiskan banyak waktu dengan manusia satu itu. Tingkah Sun sangat seenaknya, bahkan Mork yang sebenarnya sudah cukup menyebalkan tetap kalah brengsek dari Sun. Tidak jarang dia harus berurusan dengan polisi karena Sun mengemudi sambil mabuk hingga menabrak fasilitas dalam kota. Sun sialan itu malah memberikan nomor teleponnya pada polisi. Memangnya Mork ini ibunya?

Hal yang lebih mengesalkan adalah Sun sering sekali menyentuh-nyentuhnya dalam jarak intim saat mereka sedang bekerja, seolah Mork adalah wanita penghibur di bar yang tanpa pertahanan. Satu atau dua pukulan dari Mork selalu tidak mempan membuatnya jera. Kenyataan bahwa pukulan Sun jauh lebih kuat dari Mork juga membuatnya jengah.

"P'Sun, pergilah. Kita sedang bekerja."

Sun tidak sama sekali mengacuhkan kalimat Mork. Alih-alih, dia justru memeluknya lebih erat, menaruh kepalanya di perpotongan leher Mork, menyesap aroma tubuhnya dalam-dalam. "Tidak ada pelanggan sekarang, sayang."

"Jika seorang pelanggan masuk dan melihat hal menjijikkan ini, dia akan langsung melarikan diri," Mork berusaha menahan dirinya agar tidak meninju wajah Sun, kepalan tangannya tampak mengerat setiap detiknya. Ayolah, terakhir kali Mork memukul wajah Sun, laki-laki itu menyeretnya paksa ke tempat tertutup dan Mork nyaris kehilangan kesuciannya.

"Bagus, pengganggu memang seharusnya pergi."

Mork mendecih kesal mendengarnya.

Tidak kunjung memperoleh balasan berarti dari Mork, Sun tiba-tiba mengubah alur topik pembicaraan mereka, "Kau harus punya satu atau dua tato, Mork. Kau akan terlihat seksi dengan itu."

"Entahlah," Mork membalas, seraya sedikit demi sedikit mencoba lepas dari Sun. "Aku rasa tidak jika tato membuatku terlihat seperti bedebah menyeramkan seperti kau."

"Kau bekerja di tempat pembuatan tato, sayang," Sun berujar. "Berpenampilan selayaknya orang Asia polos sepetimu ini tidak akan terdengar meyakinkan."

"Siapa yang kau sebut polos, hah?" Mork mengalihkan pandangannya cepat pada Sun, alisnya menyatu bersama bibirnya yang sedikit maju karena kesal.

Semakin mendekatkan dirinya pada Mork, Sun membalas dengan suara sangat rendah. "Kau akan terus menjadi manusia polos sampai aku menusuk bokongmu, monyet kecil."

Mork lagi-lagi mendecih. Urat kesabarannya pasti sudah menjadi semakin kuat semenjak dia mengenal Sun.

"Tapi, ngomong-ngomong, aku serius soal tato," Sun membuka suaranya lagi. "Kau pernah lihat hasil kerjaku, 'kan?"

Drables Thai CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang