Sembilan

14 3 0
                                    

Christa

Sekarang gue lagi serius-seriusnya belajar matematika. Well, bisa di bilang pelajaran favorit gue. Sama Daven. Acie sama kan kita berdua, ya iya lah kan jodoh.

Reality dalam otak ku : Iya jodoh, dalam mimpi.

Duh ini siapa lagi yang ngomong, ngerusak mood aja.

" Teng.. Teng.. Panggilan kepada Christa dan Daven Brasta, segera ke sumber suara, terimakasih. "

Tiba-tiba di tengah keseriusan gue, nama gue sama Daven di panggil dari mikrofon sekolah. Otomatis membuat semua anak kelas noleh ke gue. Asli berasa abis melakukan tindakan kriminal apaa gitu, semua tatapan teman-teman gue seakan bilang
' Ada masalah apa lo sama Daven ta? '

Au ah, masa bodo sama orang-orang ini.

" Christa, kamu dipanggil, silahkan keluar, " ucap bu Indah, guru matematika.

Udah kayak mau ngusir gue nih guru.

" Iya bu, "

Akhirnya gue bangkit dan keluar dari kelas. Sesampainya di ruang guru, gue lihat udah ada Daven di situ, gue mah sans aja, gue yakin gak pernah berbuat masalah kok, apalagi sama Daven. Gue masuk dan duduk di sebelah Daven yang udah sadar kehadiran gue.

Gue naikkin alis, ngode ke Daven, nanya ada apa, yang di tanya cuman ngangkat bahu.

" Oke, jadi kalian berdua bapak panggil ke sini, karena ada suatu hal yang mau bapak sampaikan. " ucap pak Mario, kepala sekolah.

Gue sama Daven diam, nunggu kelanjutan kata-kata pak Mario.

" Jadi, sekolah kita bulan depan akan mengikuti lomba Siswa Terpelajar. Nah berhubung kalian berdua adalah siswa terbaik di angkatan kalian, bapak memutuskan untuk memilih kalian mewakili sekolah, bagaimana? Kalian mau? " jelas pak Mario.

Oke gais, biar gue jelaskan, iya, jadi gue dan Daven itu adalah siswa siswi terbaik di angkatan kami, gue yang pertama, dan Daven kedua, setiap perlombaan selama satu tahun gue dan Daven ada di SMA ini, kita selalu ikut lomba apapun yang berhubungan dengan akademis. Well, cocok banget kan kita?

" Boleh aja pak, lagian kita juga sudah terbiasa kok mewakili sekolah pak, haha. " jawab Daven mewakili. Yee, agak sombong juga nih anak. Gue cuman senyum aja tanda gue menyetujui ucapan Daven.

" Ya, baguslah kalau begitu, untuk mekanisme selanjutnya akan bapak kabari lagi, kalian boleh kembali ke kelas, silahkan. "

Setelah mengucapkan terimakasih, gue dan Daven keluar dari ruang guru.

" Lomba lagi kita coi, " ucap gue saat sudah di luar.

" Hooh, kali ini kita kemana ya ta? " tanya Daven.

" Au, semoga sih ke tempat yang pemandangannya indaaah banget, terus banyak spot buat foto-foto, pasti asik, " hayal gue, sambil terus berjalan bersama Daven.

" Yee, jangan ngayal lo bocah, kita lomba, bukan jalan-jalan, " ucap Daven sambil menoleh.

" Ya elah, ngayal dikit aja gak boleh, " ucap gue.

" Kalo lo mau jalan-jalan, liat pemandangan indah, lo ikut gue hari sabtu ini, " ucap Daven membuat gue menoleh.

" Ha? Lo mau ngajak gue ke luar negeri Ven? Berdua? " tanya gue bertubi-tubi sambil menggandeng tangan Daven.

" Duh, udah di bilang, lo ngayal kejauhan, udah pokoknya ikut aja, " ucap Daven sambil mengelus kepala gue, gue cuman cemberut.

" Udah, balik sana ke kelas, belajar yang rajin, biar makin pinter, ntar gue kejar predikat siswi terbaik lo kalo gak belajar bener-bener, " ucap Daven sambil menghadap ke gue.

Brother Sister Zone ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang