Cinta???

40 7 15
                                    

Cinta itu seperti udara, tidak terlihat wujudnya. Tetapi hanya bisa dirasakan kehadirannya—-Author note.

[]

Setelah kejadian dimana Arga memperkenalkan dirinya secara cuma-cuma, ia semakin gencar mendekati Zeyka, entah apa maksud terselubung nya. Tapi setelah di lihat-lihat dari setiap Respon yang diberi Zeyka padanya, membuatnya mengklaim bahwa Zeyka berbeda dari perempuan lainnya. 

"Ngapa cemberut terus sih, Zey... Kan gue gak minta Bu Lingzy buat sekelompok sama lo," Arga menopang dagu dengan pandangan menatap Zeyka dalam.

"Diem lo!" Maki Zeyka, ketus.

"Ya Allah, gue dari tadi diem juga, gak lari lari... Ya kalo, lari lari di pikiran lo sih gue mau," Ucap Arga, dengan mencoba menggoda Zeyka.

Zeyka mengacungkan lengannya, sampai menarik perhatian dari Bu Lingzy, "Ya, Zeyka? Ada apa?" Katanya.

"Bu memangnya gak bisa di barter ya? Saya gak bisa sekelompok sama anak baru ini, dia ganggu terus." Zeyka mengadu, sementara Arga menatap tak suka ke arah nya, dengan mata melotot terkejut dan bibir mencebik kesal. Lucu padahal jika di lihat-lihat.

"Gak bisa Zeyka, harusnya kamu senang karena bisa sedikit berbagi ilmu dengan Arga yang notabene baru di sini... Ibu pinta jangan pilih-pilih teman ya, disini kalian harus berbaur." Zeyka mendadak lesu, Bu Lingzy tidak setuju dengan permintaannya, dan sindiran nya itu sedikit menohok hati Zeyka. Apalagi beberapa murid sampai menyorakinya.

Bukan maksud Zeyka pilih-pilih teman, ia mau sekali berbaur dengan siapapun, tapi pengecualian untuk yang satu ini.

Satu hari saja ia berada diruang lingkupnya, itu sudah membuat Zeyka pusing.

"Ya, lagian siapa suruh awalan namanya Ar, lo kalo copas jangan tanggung tanggung dong.. Argi kek misalnya, kan gue Arga gitu.." Arga mengoceh di hadapannya, benar benar membuat Zeyka semakin pusing.

Zeyka menatap Arga tajam, membuat Arga langsung terdiam seraya menahan tawa nya.

"Zey, udah dong, jangan ribut terus... Sekarang kita pikirin gimana sistem yang mau kita ambil." Tegur Anjani yang sedaritadi memperhatikan Zeyka yang kelihatannya benar-benar tidak suka dengan kehadiran Arga. "Lo juga, Ga. Tolong ya, profesional sedikit, jangan bawa dulu urusan pribadi lo, kita ini kejar nilai, makanya gue mau kita kerjasama bareng-bareng." Sambungnya, yang kini di tujuan pada Arga.

Cowok itu mengangguk paham, Ia mengerti bahwa Anjani ini orang yang perfeksionis, dan semua hal yang menurutnya bersangkutan dengan nilai, harus benar benar apik.

Zeyka berdeham sebelum ia berbicara tentang arahan. "Gue mau kalian pilih dulu lagu dari pak Sapardi Djoko, nanti kita tampung mana yang bagus terus kita hafalin bareng-bareng... Buat teknisnya nanti kita obrolin lagi," Zeyka melihat jam di pergelangan tangannya, waktu pelajaran hampir habis, dan tidak mungkin jika ia harus memaparkan beberapa teknis yang ia sudah susun sebelumnya.

Ya, Arzeyka sudah tau jika bulan ini materi yang akan di suguhkan adalah Musikalisasi puisi. Ia sangat antusias, selain karena daya tariknya terhadap musik yang begitu lekat, ia juga salah satu pengagum karya-karya Sastrawan yang nyentrik dan banyak di sukai orang. Siapa lagi jika bukan Bapak Sapardi Djoko Damono.

Karena Zeyka memiliki imajinasi yang bagus, ia sudah berkhayal jika nanti ia menampilkan musikalisasi puisi yang ia ambil dari idolanya, ia akan tampil dengan maksimal.

"Gimana kalo nanti istirahat kita susun rencananya?" usul Anjani, "Gue mau ngasah kemampuan gue di biola." imbuhnya.

"Gue juga bisa Djembe, bisa kan kita kolaborasikan alat musik sebagai instrumen nya," Timpal Damar.

Zeyka menggaruk belakang telinganya yang tak gatal, "Gue gak bisa alat musik." keluh Nya.

"Lo kan punya suara yang bagus, Zey. Lo bisa jadi vokal nya." ucap Anjani. Zeyka mengernyit, kenapa gadis itu tau kalo dirinya ya bisa di bilang sedikit-sedikit bisa bernyanyi, padahal Zeyka tidak pernah unjuk bakat di SMA ini.

"Gue kan sesekolah sama SMP lo, dulu" Zeyka manggut dengan malu-malu, ia ingat itu, saat dimana ia unjuk diri dengan membawakan lagu imagination—Shawn Mendes, dan ia menjadi juara 1 saat itu.

[]

Bil memperhatikan satu meja yang dikerumuni beberapa laki-laki yang sangat dikenal banyak orang seantero Prawita.

Tangannya sudah akan memasukan cimol kedalam mulut, tapi ia gatal Jika tidak memberitahu ini pada sahabatnya yang kini tengah makan bakso di hadapannya.

"Zey, gue liat tadi si Guma aneh banget tau." Ucap Bil pada Zeyka yang hanya menyimak, tanpa mau ikut bicara.

"Masak tadi gue liat dia bawa tas, kan tuh anak anti banget!" Lanjut Bil.

"Kayaknya dia udah mau tobat deh, Zey. Kalo gitu, kenapa lo gak terima dia aja?" Oke sip, kali ini Bil benar-benar memancing mulutnya untuk berkoar.

"Kalo gue gak suka, apa gue harus paksa? Bil... Cinta itu gak bisa dipaksa dan diprediksi." Balas Zeyka. "Lo gak bisa nentuin lo harus jatuh cinta sama seseorang itu. Tapi cinta itu bergulir layaknya air yang terbawa oleh arus, kita sendiri yang punya perasaan gak tahu titik labuh nya."

Bil takjub, ungkapan Zeyka benar, tapi apa salah jika ia mencoba untuk membuka hati pada Guma?

"Alesan lo gak suka sama Guma apa sih?"

Zeyka menyeruput es teh nya sebelum menjawab, "Guma dilihat banyak orang, sementara gue gak suka itu. Karena gue gak suka berbagi." Alasan Zeyka masuk akal, meski sebenarnya ia tidak tahu alasan yang jelas dirinya tidak suka Guma itu kenapa.

"Lo kenapa jadi bahas guma terus sih?" Tanya Zeyka, kesal.

"Ya, gue mau aja..."

Sementara itu tanpa Zeyka dan Bil ketahui, salah satu teman dari Komplotan Guma mendengarnya, dan menyampaikan itu pada Guma.

"Dilihat banyak orang? Emangnya gue yang nyuruh? Enggak, Kan. Terus apa harus gue bilang ke satu satu, dari beribu nya orang disekolah ini, supaya mereka gak perlu liat gue, supaya mereka gak perlu ngecap gue sebagai Guma si yang paling dicari? " ucap Guma meledak-ledak.

Di sampingnya Beno terkekeh remeh, "Kalopun harus, Emang lo mau gak dipandang cuma buat cari perhatian satu orang yang padahal dia gak bisa mandang lo seperti yang lo mau?" Ucapnya, Sarkastis.

Guma terdiam.

"Udah lah, gue tau, rasa lo itu cuma rasa penasaran aja sama Zeyka, Ambisi lo aja itu, karena Zeyka gak dapet dapet. Nanti juga kalo dapet lo telantarin lagi kayak si Putri." ujar Aldo, menasihati, supaya Guma tahu perasaannya itu hanya obsesi belaka.

Guma bergeming, ia tidak mau Zeyka di samakan dengan Putri yang jelas jelas beda. Zeyka beda, tidak sama dengan Putri yang sama bejadnya dengan Guma. Jadi sebanding jika Guma di sandingkan dengan putri, tapi akan lebih berwarna jika Guma bersanding dengan Zeyka.

"Lo semua gak ngerti, perasaan gue itu aneh gue juga gak paham kenapa, gue cuma mau Zeyka, itu aja... Gue bilang gini juga kalian mana bakal paham!" sungut Guma, kesal sendiri, lalu ia pergi meninggalkan teman temannya yang tak habis pikir dengan Guma si keras kepala.

Bersambung...

PRARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang