Soonyoung meletakkan ponsel milik Jihoon di sofa setelah mendapat izin dari Bumzu. Gadis itu sudah menghabiskan pizzanya dan sekarang masih tergeletak di lantai, berbantalkan paha Soonyoung. Soonyoung melihat ke kanan dan kiri, mencari sesuatu yang bisa dia jadikan bantal untuk Jihoon, tapi semua bantal sofa berada cukup jauh di seberangnya. Ia menghela napasnya, kemudian mengambil ponselnya sendiri. Sebenarnya, dia mau-mau saja menggendong Jihoon, tapi kakinya kesemutan dan hampir mati rasa. Dia tidak mau mengambil resiko menjatuhkan Jihoon ketika mencoba untuk menggendongnya.
Membangunkan Jihoon? Tidak bisa. Jika Jihoon bilang dia akan tidur selama dua jam, maka dia akan tidur selama dua jam. Tidak peduli jika ada bom yang meledak di sebelahnya, dia akan tetap tidur dan bangun dua jam setelahnya.
Soonyoung menunduk, ditatapnya wajah Jihoon dalam diam. Kemudian, dia tersenyum sendiri ketika melihat pipi Jihoon. Awalnya, dia iseng menusuk-nusuk pipi tembam tersebut dengan telunjuknya, lalu ia mulai mencubit pelan pipi Jihoon saat Jihoon tidak memberikan respon apapun dan sepertinya cubitan itu mengganggu tidurnya. Jihoon memiringkan badannya dan menyembunyikan wajahnya di perut Soonyoung dan memeluk pria itu dengan erat.
"Kau tidak kesulitan bernapas kalau tidur seperti ini?"
Jihoon menggeleng. "Jangan ganggu tidurku kalau tidak mau kugigit, Soon...," ujarnya. "Aku lelah sekali~ Kepalaku juga sakit...," sambungnya dengan rengekan kecil di akhir kalimatnya.
Lagi-lagi Soonyoung tersenyum. Tangannya berhenti menjahili Jihoon dan memilih untuk mengelus kepala Jihoon, merapikan rambut cokelat panjang gadis itu dengan perlahan sampai akhirnya, dia ikut tertidur juga.
.
Seungkwan memandang keluar jendela sembari menunggu Vernon yang pergi mengantar tugas anak-anak sekelas kembali dari ruang guru. Ada dua buah kotak bekal di atas meja, untuknya dan Vernon. Seungkwan lumayan jago masak dan Vernon selalu bilang kalau dia suka dengan masakan Seungkwan. Seungkwan tersenyum mengingat bagaimana senangnya Vernon bulan lalu saat ia membawakan kue ulang tahun hasil buatannya sendiri.
Namun, senyuman itu luntur saat mendengar ada suara gaduh di lorong kelas. Beberapa anak sudah bergerombol ke dekat jendela dan pintu untuk melihat sumber keributan tersebut dan Seungkwan baru berlari, menyelinap di antara siswa lainnya setelah mendengar suara Vernon.
Matanya membelalak terkejut kala menemukan salah satu teman seangkatannya dari kelas lain jatuh tersungkur di lantai dengan bibir pecah dan hidung yang mengeluarkan darah. Sementara Vernon masih berdiri tegap dengan tangan yang mengepal penuh amarah dan napas yang tak beraturan. Buru-buru Seungkwan datang menghalau ketika Vernon hendak menjatuhkan satu pukulan lagi ke teman mereka tersebut.
"Vernonie, sudah! Hentikan! Kau kenapa?!" Seungkwan berusaha mendorong Vernon menjauh, sedangkan teman-teman mereka yang lain membantu si murid sial tadi untuk menjauh dari Vernon yang mengamuk.
Vernon masih menatap tajam kepada siswa yang sudah digotong ke ruang kesehatan sekolah dengan napas yang memburu.
"Vernonie..." Seungkwan memeluknya dengan erat. Gadis itu menangis, dia kaget dan terkejut melihat sisi lain Vernon yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Dia tidak tahu kalau Vernon bisa semenakutkan itu kalau sedang marah.
Vernon beralih menatap ke arah kerumunan siswa yang menonton aksinya tadi, satu tatapan tajam dan semuanya langsung membubarkan diri dari depan kelas. Vernon balas memeluk Seungkwan dan mengelus kepala temannya itu dengan lembut.
"Kau takut, ya? Maaf... Aku terbawa emosi tadi...," ujarnya.
Seungkwan mengangguk pelan, kemudian melepaskan pelukannya. "Kau kenapa? Kenapa kau menghajar Geunwoo seperti tadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Seventeen] Home Sweet Home
FanfictionHome is a place where everything's begin... Sebuah rumah bertingkat lima di daerah XXX, setiap lantainya dihuni oleh orang-orang dengan berbagaimacam latar belakang dan punya cerita mereka masing-masing. Tertarik? Cobalah untuk datang dan bertamu...