WILD :: 1

135 21 8
                                    

Melenguh pelan, seorang pria mungil nampak merenggangkan tubuhnya kemudian. Dengan mata yang terpejam, pria tersebut nampak enggan membuka matanya. Walau suara berisik yang membuat lantai tempatnya terbaring bergetar cukup mengusik lelap yang baru saja berakhir beberapa saat lalu. Namun pria tersebut seolah tak mau membuka matanya.

Membeku sejenak, saat suara berisik yang membangunkannya perlahan menghilang. Pria mungil itupun membuka matanya perlahan. Efek tindal yang dihasilkan dari cahaya matahari yang mengintip disela atap gedung kosong tempatnya bermalam adalah hal pertama yang pria mungil itu dapati. Sebelum kemudian dia mengedarkan pandangan ditempat dimana dia menghabiskan malam untuk terlelap.

Kembali merenggangkan tubuhnya, sang pria mungil menarik tubuhnya bangkit kemudian. Terduduk beberapa hitungan, dia beranjak menuju pinggiran gedung dan menyangga sikunya disana. Menatap kawanan badak yang tengah minum dikolam yang ada dibawah gedung tersebut, sang pria mungil terlihat berpikir sesaat sebelum berujar.

"Badak terlalu keras untuk dijadikan sarapan." Gumam-nya seraya mengusap dagu pelan.

Masih memperhatikan kawanan badak itu, sang pria mungil segera bergerak meninggalkan pinggiran gedung ketika mendapati seekor badak mengadahkan kepalanya kelantai dua tempatnya berada. Memastikan tak ada akses yang membawa badak itu kepadanya, sang pria mungil melangkah pelan kemudian menaiki sebuah ranting pohon.

Bergerak hati-hati, diapun melewati ranting-ranting pohon yang terlihat saling berpegangan satu sama lain untuk berpindah tempat. Layaknya kera, sang pria mungil terus berjalan diantara dahan-dahan kayu. Sesekali dia Nampak mengelayut saat tak ada dahan kuat untuk kakinya berpijak. Olahraga pagi yang sedikit berat untuk tubuhnya. Akan tetapi sang pria mungil harus terus bergerak diantara pepohonan untuk mendapatkan sarapan.

Matahari pagi yang cukup menyengat kulit kala itu, memaksa sang pria mungil untuk menjejakkan kakinya ketanah. Sampai dipermukaan tanah, pria mungil tersebut mengedarkan pandangan. Memasang sikap waspada sesaat, diapun bergerak melewati semak belukar kemudian. Masih memasang sikap waspada, sang pria mungil itu terus bergerak diantara semak yang membantunya berkamuflase dari predator liar disana.

Pria mungil itu bernama Changkyun, satu dari manusia yang bertahan hidup di dunia pada masa itu. Tak pernah mengenal keluarga, Changkyun hidup dengan bertarung melawan kerasnya alam. Dia tak tahu sejak kapan, tapi manusia sepertinya sangat sulit ditemuka. Dalam kasusnya, dia bahkan nyaris tak pernah berinteraksi dengan manusia. Changkyun bahkan sudah berkali-kali nyaris mati karena bertarung dengan hewan liar. Namun insting bertahannya membuat sang pria mungil bertahan hidup. Dan akhirnya menjadi satu dari beberapa manusia yang bertahan di dunia.

Changkyun memiliki cita-cita membangun koloni layaknya singa ataupun banteng yang pernah ditemui olehnya. Namun Changkyun sepertinya tidak memiliki keberuntungan. Karena selain jasad, tak satupun manusia yang Changkyun temui. Karena kesulitan itulah pada akhirnya Changkyun menyerah, dan berusaha hidup sendiri di dunia keras tersebut dengan caranya.

"Aku harus makan apa pagi ini?" Mengedarkan pandangannya, Changkyun coba mencari sesuatu yang bisa dijadikan-nya sarapan.

Mengedarkan pandangan Changkyun tak mendapati sesuatu yang bisa mengisi perutnya pagi ini. Hanya ada semak tinggi dihadapannya. Dan pohon kayu tanpa buah mengililinginya. Sepertinya Changkyun sedang tidak beruntung pagi itu. Karena bahkan serangga-pun tak bisa dia temukan untuk sarapan.

"Apa ini akhir kehidupanku? Menyusul manusia lainnya, apa aku akan punah?" Changkyun pada akhirnya hanya bisa bergumam sendiri.

Menghela nafas berat, Changkyun kemudian beranjak. Mengayun langkah pelan, dengan mata yang awas. Dunia ini sudah menjadi dunia yang benar-benar liar untuk manusia. Sedikit saja Changkyun lengah, maka dia akan kembali dalam bahaya. Itu sebabnya setiap langkah yang diayunnya, Changkyun mencoba untuk menyempatkan diri mengedarkan pandangan. Sebagai salah satu cara bertahan hidup dari kerasnya dunia liar.

W I L DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang