Let Go

170 21 6
                                    

Di dalam kamar Liliana menghempaskan tasnya di meja belajar yang ada disana dan lanjut menghempaskan tubuhnya di kasur tanpa repot-repot berganti baju atau sekedar melepas sepatunya. Ia terlalu kesal hingga tak memikirkan semua itu. Ia berharap hubungannya dengan Ello masih seperti dulu. Dulu sekali bahkan sebelum mereka menganggap pekerjaan sebagai real thing. Dimana mereka menganggap pekerjaan hanyalah sesuatu untuk menghabiskan waktu.

Liliana menghela napas kasar. Ia tahu jika sebenarnya ia sangat kelewatan. Ia sangat kekanakan dan tak berpikir panjang. Demi Tuhan ia sudah duapuluh enam tahun tapi pikirannya masih seperti anak SMA. Bahkan anak SMA bisa berpikiran lebih dewasa daripada dirinya.

Dengan kesal memikirkan apa yang terjadi, ia memilih untuk keluar kamar. Dengan tujuan mencari teman, yang tak lain tak bukan adiknya sendiri. Meski usia mereka berbeda lumayan jauh tapi Galih lebih bisa mengerti orang daripada Liliana.

"Galiiihhhhh!" panggil Liliana sambil mengetuk pintunya kamarnya.

Tak ada jawaban. Mungkinkan Galih pergi dari rumah? Liliana tidak tahu. Tapi yang jelas Liliana tadi melihat Galih masih duduk di sofa depan televisi ketika ia berjalan memasuki kamar tanpa memedulikannya.

Sekarang Liliana tidak tahu harus apa. Ia duduk di sofa dan menatap jam dinding. Sekarang masih jam 2 siang. Ia tidak sabar menunggu besok. Ia akan liburan. Betapa senangnya perasaannya. Sepertinya liburan ini memang benar-benar ia butuhkan.

Entah berapa lama Liliana melaum di sofa dengan memeluk bantal itu, yang jelas tiba-tiba Galih muncul dan mengagetkannya dari belakang.

"Ngapain lo Kak?" Liliana merasa seperti ada yang mengambil jantungnya sesaat.

"Lo yang ngapain?! Ngagetin gue aja lo!"

"Nih, mau gak?"

"Apaan?"

"Cheeseburger."

"Mau. Tau banget gue pengen makan."

"Abis berantem ya Kak?"

"Hm," jawab Liliana sambil memakan burgernya.

"Kan gue bilang. Tiga tahun lo sama dia lama-lama gue gak suka."

Liliana berhenti mengunyah dan menatap Galih. "Apa sih yang lo gak suka dari dia?"

"Udah jelas banget kelihatan dia gak bisa bagi waktu."

"Gue gak ada masalah sama itu."

"Itu karena lo terlalu kalem. Coba deh kalo cewek gue di posisi lo, bakal minta putus dia."

Liliana kembali berhenti mengunyah dan menatap Galih. "Gue udah minta putus anyway."

"Serius? Kalo putus ngapain mobil dia di depan rumah daritadi?"

"Hah? Dia di depan?" tanya Liliana kaget.

"Iya. Gue suruh masuk gak mau. Mau biarin lo sendiri katanya dan juga udah mau balik tadi dia bilang."

Liliana dengan tergesa menaruh burgernya dan segera keluar dari rumah. Dan benar saja sudah tak ada mobil siapapun disana. Hanya ada motor Galih yang terparkir di depan rumah. Dengan menghela napas kasar ia kembali kedalam rumah.

"Udah ilang," lapor Liliana.

"Gue bilang apa. Udah selesai packing kak?"

"Ehm. Udah."

"Gue masuk kamar deh ya? Mau mandi abis itu mau keluar sama Kanza."

"Masih siang."

"Siang apaan? Lihat noh jamnya. Udah jam enam bego."

RemembrancesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang