2

37 10 6
                                    

Gadis dengan jam hitam yang melingkari tangannya itu menekuk muka masam. Tatapannya lurus mengarah ke dua orang yang sedang bercengkrama akrab. Dia iri dengan gadis itu yang dengan gampangnya bisa ngomong langsung sama pangeran es-nya.

"Lihatin teros! Sampe mampos!" Hica tertawa melihat ekspresi masam Lura yang semakin suram.

Gadis berbandana merah tersebut memegang kedua pundak Lura supaya menghadap kepadanya. "Please, deh. Kalo lo pengin sama dia tu ya usaha. Nggak usah sok sembunyi di balik kata cinta diam-diam. Keduluan sama Kesha mampus lo." lalu ia melengos kembali bersandar di pembatas depan kelas.

Lura mengerjapkan matanya, perkataan Hica berdenging di telinga.

Keduluan sama Kesha mampus lo.

Gadis berkucir kuda tersebut menatap Hica yang ternyata sudah memperhatikannya duluan. "Gue harus.... anu dong?"

"Hmm."

"Beneran?"

"Hmm."

Setelah itu Lura menarik lengan Hica masuk ke dalam kelas.

***

Lura memegang ponselnya gregetan. Minta pendapat Kevin memang tidak benar. Laki-laki berwajah tembok tersebut sedari tadi hanya membaca pesannya. Padahal ia sudah meneror dengan pesan berantai. Tetapi tidak dibalas.

Bangke.vin

JANGAN DIREAD DOANG DONG!!!

?

Lihat, padahal ia sudah mengiriminya banyak pesan dan Kevin hanya membalas dengan sebuah tanda tanya. Kepala Lura hampir meledak.

Ia menarik napas lalu membuangnya pelan. Jika sama Kevin ia harus lebih bersabar.

Abang, aku mau tanya, abang lebih milih cewek pendiem apa cerewet?
:")

Trgntng.
Cntk apa gk.

Anjir! Lura mengumpat setelah membaca pesan dari Kevin. Benar-benar cowok sejati. Ia mengelus dada mencoba sabar. Lalu seglintir pikiran melewati otaknya, 'Aga kayak Kevin nggak ya?'

Tapi ia lalu menggeleng. Aga kelihatannya tidak seperti itu. Tapi jika Aga seperti itu kemungkinan besar ia ditolak sebelum berjuang.

Mata Lura terpaku dengan sosok laki-laki yang duduk sendiri di bawah pohon dengan sebuah buku di tangan. Telinganya tergantung earphone. Lura meneguk ludah susah payah.

Pesonanya membuat Lura klepek-klepek.

Dengan sebuah tekad yang ia bangun dihadapan Hica tadi, dirinya mulai melangkah mendekati Aga, pangeran es-nya.

Lura memegangi jam tanggannya gelisah saat sudah dekat dengan Aga. Ia ingin balik tapi tinggal sedikit lagi ia sampai dihadapan Aga. Jadi, ia putuskan untuk melanjutkan langkahnya lalu duduk di samping Aga.

Jantung Lura berhenti berdetak saat Aga menoleh kepadanya dengan alis yang terangkat satu.

Gadis berkucir kuda itu menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia bingung mau membalas apa. Dirinya juga bingung mengapa ia tadi tidak mempersiapkan alasan menemui Aga terlebih dahulu.

Dengan ketololan tingkat atas dia membalas, "em, orang luar boleh jadi panitia kegiatan PMR minggu depan nggak?"

Lura melotot saat menyadari pertanyaannya itu. Tangannya membekap mulutnya sendiri. "Ehh, nggak jadi ding..."

Suara Aga menghentikannya saat ia ingin beranjak pergi. "Lo mantan sekertaris PMR tahun lalu yang ngundurin diri kan?"

Cepat-cepat Lura menoleh ke Aga. "Lo tahu darimana?"

Pasalnya berita pengunduran diri Lura hanya diketahui oleh anggota PMR dan pembinanya saja. Dan waktu itu Aga belum masuk ke organisasi tersebut.

Aga hanya mengedikkan bahu.

"Nanti gue kasih info kalo ada lowongan panitia."

"Beneran?"

"Hmm."

"Yes! Berhasil."

"Maksudnya berhasil ikut jadi panitia." Cepat-cepat Lura meluruskan omongannya saat Aga melirik menatapnya. Jangan sampai Aga tahu bahwa yang ia maksud berhasil itu karena bisa lebih leluasa mendekatinya lewat kegiatan ini.

Tapi, ia jadi gelisah. PMR. Ada alasan yang membuatnya keluar dari organisasi tersebut. Dan sekarang ia hampir berhubungan kembali dengan organisasi tersebut.

***

"Lama banget sih lo!"

Lura melotot protes ke arah Kevin. Lama darimana, padahal ia hanya telat dua menit dari perjanjiannya tadi dengan Kevin. Ia jadi menyesal meminta tolong Kevin untuk menjemputnya.

"Dua menit doang!"

"Sama aja. Lama!"

Gadis berkucir kuda itu hanya mencebikkan bibirnya kesal. Lalu dengan tidak berperasaan Kevin meyodorkan helmnya keras tepat ke dada Lura.

Plak! Lura menggeplak lengan Kevin dengan keras.

"Apasih?!"

"Yang bener dong ngasihnya! Kena dada gue sakit nih!"

Kevin mulai menghidupkan motor besarnya, mata elangnya menatap malas Lura. "Bodoamat. Biar tambah tepos."

"Bang Kevin!"

"Naik."

Gadis itu hanya bisa mendumel kesal. Motor yang ia tumpangi ini mulai berjalan membaur dengan kendaraan lain. Tiba-tiba sebuah ide hinggap dikepalanya.

Dengan senyum picik ia melingkarkan kedua lengannya ke perut laki-laki yang saat ini sedang dalam mode marah.

Kevin paling tidak suka saat dirinya dipeluk oleh perempuan selain ibunya. Dan Lura paling suka menjahili Kevin saat laki-laki ini sedang dalam mode marah.

"Lura bego, lepasin!"

"Kagak mauu..." Gadis itu menempelkan dagunya di bahu kevin. Ia memamerkan senyum termanisnya saat Kevin meliriknya tajam lewat kaca spion.

***
280320

Jangan lupa vote komen dan share!
Baca terus yaa!
Kritik, saran sangat dipersilahkan.

My Gopu GopuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang