Bab 8

60.1K 4.9K 336
                                    

Selamat Membaca










Setelah kejadian malam itu, Nadela pikir akan ada yang berubah dari Elang. Tapi, kenyataannya, suaminya itu tidak berubah sama sekali. Elang pulang seperti biasa. Sikapnya dengan Nadella juga tidak berbeda. Jadi, pesan itu tidak membawa sesuatu yang buruk untuk rumah tangganya, bukan?

Seperti pagi ini, saat hendak berangkat bekerja, Elang masih menyempatkan untuk mengantar Nadella ke kampus.

Setelah sampai di depan kampusnya, Nadela melepas sabuk pengaman yang dia kenakan, dia menoleh ke arah Elang.

“Mas Elang hati-hati di jalan. Aku masuk dulu, ya.” Gadis itu hendak membuka pintu mobil, tapi Elang menahannya.

“Aku harus ke luar kota.”

Nadel diam. “Berapa hari?” tanyanya.

“Tiga sampai empat hari,” jawab Elang sambil memandang lurus ke arah Nadella.

Walau sedikit terkejut, karena ini adalah kali pertama Elang meninggalkannya, Nadella tetap mengangguk.

“Ke mana Mas Elang pergi?”

“Kalimantan.”

Mata Nadella membulat mendengarnya. “Kalimantan?” ulangnya. “Jauh banget,” gumamnya.

“Ada cabang dari rumah sakit yang dibangun di sana. Aku diutus rumah sakit buat memeriksa beberapa peralatan yang ada di sana.”

Nadella mengerucutkan bibirnya. “Yaudah nggak apa-apa. Mas Elang kan di sana kerja.”

“Hari ini.”

“Ya?” tanya Nadel tidak mengerti.

“Aku berangkat hari ini.”

Nadella diam di tempatnya. Dia benar-benar dibuat terkejut oleh informasi yang baru saja Elang berikan.

“Maaf, nggak kasih tahu kamu lebih awal. Aku juga baru dengar ini tadi malam.” Elang tampak merasa bersalah melihat ekspresi istrinya itu.

Nadella mengembuskan napasnya pelan, lalu kemudian mengangguk.

Elang masih belum melepaskan tangannya di lengan Nadel. “Kamu kasih izin ke aku?” tanyanya memastikan.

Nadella mengangguk mantap. “Kalimantan jauh. Tapi, di sana Mas Elang juga kerja. Kerjanya juga buat membantu masyarakat. Itu kegiatan mulia. Mana mungkin aku nggak ngebolehin. Aku justru bangga sama Mas Elang.”

Tanpa banyak bicara, Elang menarik tubuh Nadella ke dalam pelukannya. Nadella yang cukup terkejut, akhirnya juga membalas pelukan Elang. Untuk beberapa saat keduanya hanya diam dan saling berpelukan, sebelum Nadella melepasnya lebih dulu.

“Aku bentar lagi ada kelas,” katanya sambil tersenyum lebar.

Elang juga ikut tersenyum. Dia merapikan sedikit rambut Nadella. “Aku sering telepon kamu.”

“Iya.”

“Dan untuk beberapa hari ke depan, kamu pulang ke rumahnya Ayah Bunda, ya. Aku nggak enak tinggalin kamu sendiri.”

“Mas Elang udah bilang ke Ayah Bunda?”

Elang mengangguk. “Tadi pagi waktu kamu mandi, mas bilang kalau kamu akan menginap di sana beberapa hari.”

Nadella kembali mengangguk dan tersenyum melihat wajah Elang yang begitu dekat dengannya.

Elang mengembuskan napasnya kasar, lalu mencium bibir Nadella dengan tergesa, yang membuat gadis itu cukup kewalahan dibuatnya.

NadellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang