Bab 10

63K 5.1K 338
                                    

Selamat Membaca










Selesai sarapan, Elang tidur di kamar setelah berbincang singkat dengan sang ayah. Lelaki itu tidak menegur Nadella setelah kejadian tadi. Elang kesal tentu saja. Sementara Nadella yang tidak peka, malah mengira Elang memang butuh istirahat. Gadis itu membantu sang bunda yang sedang mencuci piring.

“Nadel, udah nggak usah bantuin Bunda. Kamu ke kamar sana, siapa tahu Elang butuh kamu,” ujar sang bunda.

Nadella mengangguk. Dia mencuci tangannya di wastafel. “Kalau gitu, Nadel ke kamar ya, Bunda.”

“Iya.”

Setelah sampai di depan pintu kamar, Nadella membukanya secara perlahan. Bisa dilihatnya Elang tengah bermain ponsel di ranjang.

“Mas Elang nggak tidur?” tanya Nadella setelah menutup pintu, dan berjalan ke arah ranjang, lalu duduk di samping lelaki itu.

Elang melirik ke arah Nadella. “Nanti,” jawabnya singkat. Dia benar-benar merasa kesal. Bagaimana Nadella bisa terlihat begitu biasa?

Nadella mengangguk. “Capek ya, Mas? Nadel pijit mau?”

“Terserah.”

Nadella bangkit dari ranjang yang membuat Elang mengalihkan pandangan ke arahnya. “Mau ke mana?”

“Ambil minyak kayu putih. Dipijit pakai itu lebih enak, Mas.”

Elang mendengus. “Yaudah jangan lama-lama.”

Gadis itu tersenyum, dan mengangguk, lalu berjalan keluar kamar. Tidak lama kemudian, Nadella kembali ke kamar sambil membawa minyak kayu putih.

“Sini kakinya,” kata Nadella sambil membuka selimut yang melingkupi kaki Elang.

Elang diam dan memerhatikan Nadella yang mulai melaburi kakinya dengan minyak kayu putih, lalu memijitnya perlahan. Elang memejamkan matanya, menikmati pijitan Nadella di kakinya. Tapi, sesaat kemudian dia tersadar. Dia tidak boleh terlena. Dia harus menyanyai Nadella tentang Nando.

“Nadel.”

“Ya?”

“Selama tiga hari aku nggak ada. Kamu ngapain aja?”

“Oh, Nadel kuliah kayak biasa, Mas. Pulang ke rumah, bantuin Bunda. Udah.”

Elang menyipit memandang Nadella yang sedang fokus dengan pijitannya. “Selain itu?”

Nadella menoleh ke arah Elang. “Selain itu?” tanyanya.

“Iya.”

Gadis itu terlihat berpikir. Selain itu? Memangnya apa yang dia lakukan selama tiga hari kepergian Elang?

“Nggak ada, Mas.”

“Masa? Terus sama Nando ngapain aja?”

Kening Nadella mengerut. “Beberapa kali kita berangkat sama pulang bareng.”

“Kenapa jadi kelihatan akrab?”

“Ya?”

Elang mendengus. “Kamu sama Nando kelihatan lebih akrab. Ngapain aja selama aku nggak ada? Sampai pakai adegan kening kayak tadi.”

Nadella tertawa. “Oh, kening tadi? Nando sering ngelakuin itu ke aku, Mas. Marahin aja.”

Elang melotot mendengarnya. “Sering?! Dan kamu diam aja?!” tanyanya histeris.

“Terus aku mesti ngapain, Mas? Balik benturin kening aku ke kening Nando?” Nadella balik bertanya dengan polosnya.

“Bukan gitu!” seru Elang keras.

NadellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang