Asing

45 9 2
                                    

Bonus mulmed Aira^^

Happy reading!

[......]

Tok.. Tok.. Tok..

“Non Ira bangun, non. Ini bibi, udah pagi waktunya sekolah,” ujar seorang wanita paruh baya yang bernama bi Murti dengan celemeknya khas pembantu dirumah itu.

“Non,” teriaknya lagi.

Merasa terganggu dengan teriakan dari luar kamarnya, iapun menggeliat dan berusaha mengumpulkan nyawanya.
“Iya bi, ini udah bangun,” balasnya dengan nada khas orang bangun tidur.

“Yaudah non, kalo udah selesai langsung turun ya non. Makanannya udah siap.”

“Iya bi.”

Setelah tak ada sahutan lagi dari luar kamarnya, Aira atau yang kerap kali dipanggil Ira itupun bangkit dari ranjangnya dan menuju kamar mandi untuk melakukan ritual mandinya.

Lima belas menit berlalu, terdengar suara decitan pintu dengan munculnya Aira yang terlihat lebih segar dan sudah lengkap dengan seragam sekolahnya. Aira berjalan ke arah cermin, merapikan rambutnya dengan mengikat rambutnya seperti ekor kuda lalu memoleskan bedak bayi ke wajahnya tak lupa ia memberikan lipbalm pada bibirnya agar lebih terlihat fresh, menurutnya.

Selesai dengan penampilannya Aira melihat sekali lagi penampilan dirinya dipantulan cermin, dirasa sempurna ia mengambil tasnya juga ponselnya yang berada di meja belajar. Aira turun menuju lantai utama untuk menjalani aktifitasnya yaitu sarapan bersama.

“Loh bi, papah kemana?” ucap Aira setelah mendudukkan pantatnya.

“Subuh tadi berangkat ke kantor non,” balas bi Murti sambil menyiapkan makanan untuk Aira.

“Pagi banget bi? Tumben.”

“Bibi juga heran, non. Biasanya kan berangkat kantor setelah sarapan.”

“Mungkin ada urusan penting kali, ya,” batin Aira.

Tak ada sahutan dari Aira, bi Murtipun berlalu dari hadapannya. Tetapi baru beberapa langkah bi Murti beranjak, Aira berkata, “Bi mau kemana? Makan sama Aira ya.”

Bi Murti yang diajak bicarapun menghentikan langkahnya dan menjawab, “Bibi makan dibelakang aja, non.”

“Jangan, bi. Makan disini aja sama Aira,” ajaknya lagi.

“Tapi, non-”

“Gak papa bi ayo.” Aira menarik pelan lengan bi Murti menuntun beliau agar duduk disebelahnya lalu mengambilkan makanan untuk bi Murti.

“Non, bibi bisa ambil sendiri,” sergah bi Murti ketika melihat Aira akan mengambilkan makanan untuk dirinya.

“Gak apa apa bi, bibi kan udah capek-capek nyiapin ini semua. Jadi biar Aira yang ngambilin.”

Bi Murti yang mendengar penuturan dari Aira tersenyum hangat. Aira selalu menganggap bi Murti sama dengannya, sama sama manusia, sama sama makan nasi, tidak ada perbedaan diantaranya walaupun hanya sekedar pembantu juga tuan rumah.

Hening menyelimuti mereka, hanya ada suara dentingan alat makan. Dulu ketika sarapan selalu ramai dengan khas canda tawa keluarga Aira. Mamah, papah, bi Murti juga pak Firman berkumpul menjadi satu saat sarapan seperti ini. Tetapi itu dulu, kini tak ada lagi keramaian, tak ada lagi celotehan yang tak bermutu keluar dari mulut mereka. Saat ini pun, pak Firman pasti sedang mengantarkan papahnya ke kantor dan hanya menyisakan dua orang penghuni rumah ini.

AZKAIRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang