Rindu

15 3 3
                                    

Happy reading!

***

“Ah syukurlah. Jawaban yang tepat, karena kali ini aku akan mendapatkanmu lagi sweety.”

“Apa maksudmu?” suaraku tak lagi terbata. Aku menahan mati-matian agar tidak menumpahkan cairan bening yang tergenang dimataku.

“Sepertinya kamu pasti paham sweety,” ia tersenyum manis padaku. Tidak, tidak. Itu bukan senyuman manis melainkan itu pertanda bahwa ia mempunyai rencana untuk membuatku hancur lagi, ah sialan!

“Satu lagi sweety, apakah kamu bersekolah di SMA Grahadi Carney?”

Astaga, apalagi ini? Aku hanya mengangguk ragu untuk membalas pertanyannya.

“Wow, sampai bertemu di sekolah sweety,” ujarnya, lalu ia pergi dari hadapanku. Tanpa aba-aba cairan bening yang menggenang dimataku tak mampu lagi dibendung, air mataku tumpah seketika, terisak dalam diam. Malapetaka apalagi kali ini? Hidupku dahulu suram, gelap tak ada yang menolong, kini akan terulang kembali? Oh Tuhan! Mengapa Kau setega ini padaku, aku baru saja bahagia dengan kehidupanku bersama papah.

Pertemuan yang tidak diduga membuat pikiran Aira melayang pada kejadian tadi. Bahkan Aira sampai membatalkan melanjutkan rencana keliling mall juga mendatangi gramedia bersama papahnya. Devanpun dibuat bingung, kenapa tiba-tiba putrinya membatalkan semua quality timenya dan memilih kembali pulang? Dan sekarang lihatlah, Aira tengah melamun dengan melihat kearah kaca mobil.

“Ada apa dengan putriku? Ketika makan bahkan baik-baik saja, ada yang aneh.” gumam Devan.

“Sayang,” panggil Devan pada putrinya, tapi tak ada sahutan.

“Aira,” panggilnya lagi dengan panggilan yang berbeda. Tetap sama, tak ada sahutan.

“Aira Deolinda Jovanka!” kesekian kalinya Devan memanggil putrinya dengan nama lengkap juga nada tegasnya.

Aira terlonjak kaget ketika sang papah memanggilnya dengan sebutan lengkap. Ia tahu pasti, jika papah memanggilnya seperti itu maka tidak ada lagi yang namanya papah lembut, papah perhatian. Hanya papah tegas.

“Maaf, pah. Aira melamun,” cicit Aira tak berani menatap papahnya. Ia bahkan menundukkan kepalanya seraya memainkan jari tangannya.

Melihat putrinya menundukkan kepala, Devan berkata, “Kamu kenapa?” kembali dengan intonasi lembut.

Aira mendongak, menoleh kesamping kanan dimana papahnya tengah menyetir, “Aku baik-baik aja kok, pah. Gak ada yang harus dikhawatirin.”

Kembali menatap ke luar kaca mobil, kali ini tidak melamun ia memainkan ponselnya. Melihat jam yang ada diponselnya menunjukkan pukul 21.30 malam, ia teringat dengan chat grupnya dimana Aletha ingin melihat tugas fisikanya.

[ Whatsapp ]

Aletha

Maaf ya Tha lama. Habis ini nyampek kok:)

Setelah mengetikkan sebuah pesan pada Aletha ia memilih berpura-pura tidur daripada nanti melamun lagi dan ke gap sama papah.

AZKAIRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang