15. Pelik

531 134 21
                                    

Jangan mudah menilai baik dan buruk.. merasa baik/suci hanya karena melihat orang lebih buruk/kotor dari dirinya adalah kesombongan ..
Allah nggak suka orang sombong..
Katanya begituh ...
*

Suatu hari ...

Baru saja aku mau naik ke motor Coki, helm saja belum sempat digunakan. Napas masih ngos-ngosan karena turun naik tangga — aku kelupaan membawa head set, akibatnya, setelah turun dua lantai, aku terpaksa naik lagi. Memang mesti buru-buru sebelum Coki terlalu lama menunggu. Ia masih merasa tidak nyaman berlama-lama berada di lingkungan flat. Tidak pernah sampai masuk. Coki cuma mau menjemput, menunggu di pintu gerbang, dan cabut.

Tapi siapa yang menyangka, Sesil tiba-tiba  datang dengan bunyi decitan roda mobilnya yang di rem mendadak. Ia keluar dengan wajah pias, lingkar matanya menghitam dan rambut yang acak-acakan, serta bunyi pintu mobil yang dibanting keras. Matanya membulat dan menatap tajam ke arah ku dan Coki secara bergantian. Entah bagaimana dia tahu tempat tinggalku. Sesil benar-benar mati-matian berusaha mempertahankan Coki, sampai sejauh ini.

"Kamu dapat hasutan apa dari dia?" serunya tanpa basa-basi sambil telunjuknya mengarah tepat ke mukaku. Aku diam saja. Kupikir tidak ada gunanya membalas orang yang sedang dibakar amarah.

Coki sempat terlihat canggung dan kehilangan menentukan sikap selama beberapa detik, sebelum akhirnya dia merespon, "kita sedang tak punya waktu Sesil. Sebaiknya jangan membuat onar kali ini,  karena kita sedang terburu-buru," kepalanya kemudian mengarah ke aku, "ayo Cong, nanti terlambat."

Sekarang aku lah yang canggung. Ada perasaan tak enak meninggalkan Sesil dalam kondisi begitu.

Sesil melangkah lebih dekat, dan .. tiba-tiba kakinya mengangkangi roda depan motor Coki, sementara tangannya mencengkram stang kemudi. Matanya menatap lebih tajam dari sebelumnya — langsung terarah pada bola mata Coki. Jarak mereka dekat, cukup untuk menahan kami pergi. Aku tahu diri dan memilih mundur.

"Kamu nggak bisa menghindar lagi, tolong jawab Coki, apa yang sudah kamu dengar dari dia, sampai kamu putusin aku tanpa alasan?" ulang Sesil.

"Nggak ada, dan nggak usah libatkan orang lain," jawab Coki membuang pandangannya dari Sesil. Dia sedang berusaha menghindar kontak mata.

"Omong kosong. Aku bilang sama kamu, apa pun hasutan dia, dia salah besar. Kamu nggak bisa percaya dia!" kali ini telunjuknya benar-benar menuding ke dekat muka ku.

"Aku nggak tahu apa-apa, dan nggak hasut apa-apa!" pekik ku emosi melihat dia nunjuk-nunjuk muka ku.

"Udah diem kamu betina, kamu mungkin kesal karena merasa dijauhkan dari Coki, terus kamu balas dengan cara kampungan gini," napas Sesil tersengal.

"Dengar Coki, semua yang dia bilang nggak benar!" lengkingan suaranya nyaris tercekik napasnya sendiri.

Mata Coki menyipit, "aku jadi penasaran, sebetulnya yang kamu duga, dia menghasut aku tuh, tentang apa? Atau ... tentang siapa?" tanyanya pada Sesil. Sesil bungkam. Matanya bergerak-gerak gelisah.

"Coba bilang, kamu pikir, memangnya dia hasut aku tentang apa?" Coki menatap Sesil tajam sekali.

"Nanti kalau tuduhan mu betul, aku gak akan membantah, gak akan aku tutupi sedikit pun." suara Coki terdengar melunak, tapi justru malah membuat Sesil kebingungan.

Gia, Coki pasang jebakan!

"Dia pasti bilang —-," Sesil tidak bisa menuntaskan kalimatnya, ia sibuk bolak-balik memencet hidung bangirnya sampai warnanya kemerahan.

"Bilang apa?" desak Coki.

Dan tak terhindarkan, air mata Sesil mulai jatuh setetes demi setetes, "bilang tentang," jeda lagi.

PRECOGNATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang