HARI YANG MEMBOSANKAN

60 7 0
                                    

Kamis, 12 Juni 2014. Sudah tiga hari yang lalu sejak hari pertamaku di sekolah ini. Dan seperti biasanya bagi seorang murid pindahan, pasti akan membutuhkan waktu untuk saling mengenal dengan teman-teman sekelas, apalagi suasana kelas yang masih terasa asing dan meresahkan. Yah, walaupun hanya Nero satu-satunya temanku di kelas ini. Tak membuatku mengeluh sama sekali. Hanya saja, entah kenapa begitu membosankannya hari ini.

Tak lama kemudian, bel jam istirahat akhirnya berbunyi. Beberapa murid mengeluarkan masing-masing bekal yang mereka bawa untuk mengisi lambung mereka yang dari pagi mengamuk tak karuan. Jika tidak diisi, maka lambung yang kosong itu dapat membuat mereka kehilangan fokus disaat pelajaran sedang berlangsung. Oleh karena itulah, mereka menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah di saat jam istirahat seperti ini—aku bahkan menjelaskan hal yang sudah pasti diketahui oleh semua orang karena begitu membosankannya hari ini hingga kebingungan ingin menjelaskan apa lagi.

Sebagian besar murid keluar kelas menuju kantin dan ada juga yang masih berada di tempat duduk mereka. Dalam sekejap, suasana di kelas ini langsung berubah menjadi kesunyian yang tentram dan nyaman untukku. Pak Muli, guru matematika yang sudah berakhir jam pelajarannya di kelas ini, meninggalkan ruang kelas sambil membawa buku dan alat-alat pelajaran yang ia bawa di tas punggungnya.

Sementara itu, Nero tetap di tempat duduknya dan memalingkan badannya ke belakang untuk mengambil sesuatu dari tasnya. Ternyata itu adalah sebuah buku, yang berwarna merah berjudul:

Sherlock Holmes : A Study In Scarlet

"Sherlock Holmes? Aku baru tahu kau ini Sherlockian," kataku sambil memperhatikan buku yang ia pegang.

"Begitulah," jawabnya, jengkel karena diganggu. "Ngomong-ngomong, Sean, kau sedang bosan kan?"

"Bohong jika kukatakan tidak. Tidak ada kejadian menarik yang dapat menjadi bahan Buku Harian milikku."

"Kalau kau memang merasa bahwa hari ini membosankan, apa kau mau menemaniku ke Ruang Perpustakaan sekarang? Ada sesuatu yang ingin kucari." Ajak Nero sambil menolehkan wajahnya ke arahku dengan tatapan malas.

"Tentu saja!" jawabku dengan mantap. "Sekalian juga aku ingin melihat-lihat buku yang menarik!" seruku.

Mendengar persetujuanku, Nero hanya tersenyum lepas. Kemudian, Nero berdiri menutup buku yang tadi baru saja dia baca, dia menyimpan buku itu di tasnya yang berwarna hitam dengan garis-garis merah itu. "Kuharap ada hal menarik seperti biasanya di Ruang Perpustakaan nanti."

"Hal menarik apa yang kau maksud?" tanyaku dengan penasaran.

"Yah, kita nantikan saja," jawabnya sambil tersenyum tak sabar. Ia berjalan menuju pintu dengan mengantongi kedua tangannya di saku celana nya. Aku pun mengikuti di belakangnya.

Begitu kami keluar kelas, sebagian pandangan orang-orang tertuju kepada teman yang baru kukenal sejak tiga hari yang lalu ini. Rambutnya yang hitam pekat dan lurus kebawah, matanya yang tajam namun khas, gaya bicaranya yang logis, penampilannya yang entah kenapa terkesan aneh, dan bibirnya yang jarang tersenyum, apalagi kulitnya yang pucat seperti mayat. Pantas saja orang ini terlihat mencolok, walau dia bilang dia tidak ingin terlihat mencolok. Kami melewati lorong kelas 8-1, 8-2, 8-3 lalu menuruni tangga untuk menuju Ruang Perpustakaan yang letaknya tepat di sebelah tangga lantai dasar. 

Aku sudah terbiasa dengan suasana di sekolah ini, bahkan aku juga sudah tahu letak-letak berbagai ruangan di sekolah ini. Karena, biasanya aku berkelling ke berbagai ruangan di sekolah ini saat pulang sekolah—sesuai perkataan Nero, seperti peramal saja.

Di lorong kelas, Nero berhenti dan melihat ke arah lapangan sekolah. Sepertinya dia sedang mengamati siswi yang sedang berlari di lapangan Futsal itu. Beberapa saat, Nero berjalan lagi.

DETECTIVE NEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang