PENJELASAN SEORANG DETEKTIF

42 5 0
                                    

       Siswi itu pun pamit keluar karena bel masuk yang menandakann jam istirahat pertama berakhir. Suara langkah kakinya yang terburu-buru terdengar sampai ke dalam Perpustakaan di mana hanya ada kami berdua, yaitu aku dan Nero, yang menunggu Pak Tono—mengikuti Nero, yang memanggilnya seperti itu—, si Penjaga Perpustakaan yang Nero katakan sedang mengganti ikat pinggang yang salah ia kenakan.

       "Sekarang, kau bisa menjelaskannya," kataku, memecah suasana.

       "Maksudmu?"

       "Penjelasan terpotong yang ingin kau paparkan tadi." Kataku, menghela nafas. "Penjelasan mengapa kau bisa mengetahui bahwa pemilik dari tempat pensil bergambar beruang teddy ini adalah Tania Ikhtiara, siswi kelas 9-4 yang merupakan kakak kelas kita."

       "Ooh, baiklah. Tapi, kau harus berjanji, bahwa kau tak akan mengatakan 'Apa? Ternyata sederhana sekali!' beberapa saat lagi. Karena aku akan mengatakan kepingan puzzle-nya padamu."

       "Memangnya sesederhana itu, sampai-sampai kau seyakin itu?" Bingungku.

       "Ya, kepingan yang pertama adalah, pelajaran olahraga kelas 9-4 adalah jam ke-lima—tepat setelah jam istirahat pertama berakhir—di mana jamnya seharusnya telah dimulai beberapa detik yang lalu. Aku cukup ingat kelas berapa saja yang memiliki jadwal jam olahraga hari ini." Jelasnya dengan congkak.

       Aku mulai berpikir, bahwa sebenarnya aku tak ingin melihat ekspresi dan sifat jeleknya saat ini. Tapi, kuwajarkan begitu saja. Sebab, aku sendiri yang memaksanya memulai.

       "Kepingan kedua adalah, aku melihat kakak kelas yang berlari sambil memegang pulpen yang di ujungnya diselipkan penghapus selip berbentuk beruang—mataku cukup bagus untuk melihatnya meski hanya sekilas. Untuk apa penghapus selip beruang pada pulpen? Tentu saja untuk menambahkan kesan imut pada alat tulisnya, dan kelihatannya ia sangat menyukai beruang teddy.

       "Yang ketiga adalah, aku melihat bekas di tempat pensil yang tadi, bekas tinta pulpen berbentuk tiga titik saling berdampingan di sela-sela dalam tempat pensilnya, karena tinta pulpen jel mudah tercetak di tempat pensil yang berbahan kain seperti itu. Melihat umur tempat pensil itu, kurasa tak lebih dari seminggu, terlebih lagi, awal semester baru, baru saja dimulai dan biasanya para pelajar yang disiplin di seluruh dunia telah mempersiapkan alat tulis mereka. Kebetulan saja aku tahu bahwa ia telah menyiapkan tiga buah pulpen—karena itulah, aku mencari pulpen yang satu lagi dengan penghapus selip beruang di ujungnya sebagai hiasan— dan tak ada satu pun pensil di dalamnya yang alasannya sama sekali tak kuketahui. Terlebih lagi di tempat pensil itu terdapat gambar beruang teddy yang berwarna cokelat manis. 

       "Ditambah dengan kepingan yang ke-empat, di mana aku mengetahui dan kebetulan mengingat bahwa hanya ada satu nama di kelas 9-4 yang namanya berawalan huruf T—Tania Ikhtiara— dari daftar absensi kelas. Sederhana sekali, kan?" Ujar Nero dengan nada yang tenang dan cukup pelan.

       "Tapi, bagaimana kau bisa tahu bahwa kakak kelas—Tania Ikhtiara, yang kau lihat di lorong lantai tiga—tadi, dari kelas 9-4 hanya dengan mengamatinya sesaat?" Nalarku sedikit jalan, menyimak penjelasannya.

       "Soal itu, Sherlock Holmes pernah mengatakan kalimat ini pada Watson, 'kau melihat, tetapi kau tak mengamati.' Karena itulah, kau tak bisa mengetahui faktanya. Fakta bahwa ketika ia berlarian di lapangan futsal yang mengenakan seragam hari kamis—seragam batik sekolah dengan rok putih—, fakta bahwa baju batik sekolah kita yang berwarna biru, telah memudar perlahan-lahan selama hampir tiga tahun tergerogoti oleh kejamnya waktu—perbedaan baju batik sekolah kelas 7 dan kelas 9 sangat kontras—, dan fakta bahwa dengan mengamati meski dari kejauhan pun, kau bisa melihat celana olahraga dibalik rok putihnya karena ia tak mau repot ketika ia mengganti seragamnya dari seragam batik sekolah ke seragam olahraga yang dengan terpaksa kau lihat karena kebiasaanmu yang suka mengamati semuanya." Jelas Nero, dengan pandangan sinis seperti guru yang telah menjelaskan berulang kali di depan kelas.

DETECTIVE NEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang