GADIS YANG MENARUH HATI PADA NERO

39 3 0
                                    

Penjelasan dari murid kelas tujuh yang sama sekali tak kami kenal, membuatku sedikit kesal. Nero memasang wajahnya dengan penuh kemenangan. Sedangkan si Kelas Tujuh hanya bisa memasang wajah bingung sekaligus takjub, menyimak penjelasan Nero yang mengetahui apa yang akan ia beli, saat ia berada di kantin nanti, melalui deduksi yang Nero paparkan.

Setelah urusan dengan siswa kelas tujuh itu selesai, kami pergi ke lantai tiga, melalui tangga barat yang letaknya berada di sebelah kelas 8-8, dan berhenti sebentar ketika kami telah sampai di anak tangga teratas.

"Sial, sial, sial!" umpatku yang jengkel. "Bagaimana bisa, benar selama lima kali berturut-turut!" kesalku. Kalimat ini selalu menggentayangi pikiranku.

"Kau dengar sendiri, kan? Aku benar!" Bangganya, tersenyum lebar. "Dengan ini, sudah lima kali berturut-turut! Kau harus menepati janjimu itu! Hahaha!" Nero mengingatkan, sambil tertawa.

Tak mau menerima kekalahan di depan mata, membuatku tak puas begitu saja. Dengan mata yang menengok ke mana-mana, aku mencari target berikutnya, dan menemukannya.

"Kalau begitu, bagaimana dengan cewek yang di sana? Ini yang terakhir kalinya! Jika kau benar, maka akan kutepati janjiku dan memberimu bonus. Bonusnya adalah aku akan mentraktirmu mie Bang Edo, di kantin!" Tantangku, mengacungkan jari telunjuk pada siswi yang murung.

"Oh, cewek dari kelas 8-8 yang sedang melamun itu, ya? Baiklah," terima temanku dengan siap. "Apa tantangannya?" Tanyanya.

"Tantangannya adalah, apa kau tahu masalah apa yang sedang membebani pikirannya?" Jelasku, memberikan sebuah tantangan yang kedengarannya mustahil untuk ia ketahui.

Sehebat apa pun daya pengamatan yang kawanku miliki, setajam apa pun intuisinya, dan seakurat apa pun deduksi yang ia punya, takkan mungkin bisa menjawab tantangan dariku yang satu ini! Manusia bukanlah Tuhan yang mengetahui segalanya!

"Hahaha! aku yakin, kali ini kau tak bisa menemukan jawabannya seperti yang tadi." Remehku, mengejek Nero. Aku terkekeh dengan singkat.

Firasat burukku tiba-tiba muncul. Sebagaimana orang yang merasaka keganjalan di hati, firasat itu datang dengan tak mengenakannya yang membuat tawa di wajahku, pudar dengan perlahan hanya dengan melihat wajah target kami.

"Oke, pastikan kita tak kehilangan dirinya ketika kita datang menghampirinya untuk pembuktian, ya!" Seru Nero, bersemangat, tak menyadari firasat yang menimpaku.

Siswi yang kami bicarakan ini sedang berdiri, berpangku pada besi pembatas hitam yang ada di setiap lorong lantai tiga dan dua. Rambutnya yang kecoklatan dan disanggul di belakang kepalanya, sedikit uwet-uwetan. Pipinya yang tirus menambahkan kesan bahwa nantinya ia akan menjadi seorang gadis tangguh dan cerdas. Namun, sorot matanya yang penuh dengan kesedihan, membuat parasnya yang cantik perlahan pudar. Kuakui, nantinya dia akan tumbuh menjadi gadis yang populer di kalangan kaum Adam. Siswi itu berdiri tepat di depan kelas 8-8 yang letaknya berada di samping kanan tangga barat gedung sekolah.

Hal yang sedang kami lakukan adalah, bertaruh apakah Nero bisa menyelesaikan tantangan dariku untuk bisa mendeduksi sesuatu dengan tepat. Jika ia benar, maka aku harus memberinya salah satu novel detektif yang kupunya di rumahku sesuai jumlah deduksi yang benar untuk tiap orang. Sedangkan jika ia salah, maka ia harus menuliskan buku harian milikku-kunarasikan-selama seminggu, untuk tiap deduksi yang salah.

Nero terdiam beberapa menit. Kawanku ini sedang berpikir serius dengan menempelkan jempol kanannya ke bibir bawahnya. Dan dia menyatakannya sendiri kepadaku, bahwa ini adalah kebiasaannya tanpa ia sadari. Kebiasaannya ini baru kuketahui kemarin, ketika dia berusaha memecahkan misteri pada novel detektif-banyak kesalahan yang kutemui pada analisisnya-yang kupinjamkan padanya dan baru saja tadi pagi dia mengembalikannya padaku dan mengatakan telah selesai membacanya. Novel itu adalah novel karya Agatha Christie, yang berjudul 'Murder of Roger Ackroyd'.

DETECTIVE NEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang