Selama lebih dari setahun, bantal yang basah saat ia terbangun menjadi hal pertama yang menyambutnya untuk kembali menjalani hari. Jadi, menemukan keadaan wajah yang pucat dan mata hampir membengkak adalah hal yang sudah biasa bagi dirinya.
Tzuyu menyibak rambut panjangnya, menoleh ke arah jendela yang gordennya masih tertutup, tanpa celah matahari yang berusaha menerobos masuk menandakan bahwa pagi belum sepenuhnya datang.
Gadis itu menyeringai, mengusap wajahnya sedikit gusar.
"Bagus Tzuyu, satu lagi pagi yang kau hancurkan kali ini,"
Ia memejamkan mata berusaha meredam sengatan di hati yang berdampak menciptakan kubangan cairan hangat di matanya. Ia menengadahkan kepala dan menatap langit-langit yang terlihat mengabur akibat air mata.
"Jeon Jungkook, jika ini ujian, kenapa seberat ini? Dan jika ini hukuman, mengapa selama ini?"
Tzuyu tersentak dengan tubuh yang ambruk ke lantai. Terduduk dengan tubuh gemetar seolah semua tenaganya sirna. Ini adalah kesekian kali ia menyebut nama lelakinya, dan hasilnya tetap sama.
Suara deringan ponsel membuat Tzuyu tersadar dan segera menghapus jejak basah di wajahnya, ia menarik napas kasar sebelum akhirnya meraih benda persegi tersebut, menatap layar yang menampilkan deretan angka pertanda ratusan telepon dan pesan masuk dari nomor-nomor yang berbeda. Sekali lagi, Tzuyu memejamkan mata dan menggeser panel berwarna hijau, walau masih enggan, tidak adil rasanya jika semua orang harus menjadi sulit karena keputusan yang ia ambil.
"Tzuyu, aku mencoba berulangkali menghubungimu, kenapa kau mengabaikannya? Kau tidak apa?"
Tzuyu meringis mendengar kalimat tanya itu, pertanyaan yang bahkan semua orang tau sudah pasti jawabannya adalah tidak. Tzuyu tersenyum, walau tak ada yang melihat gurat manis ketika kedua bibirnya terangkat ke atas.
"Aku tidak apa-apa,"
Benar adanya larangan agama untuk berbohong, tidak menimbulkan dampak baik sama sekali justru menimbulkan masalah-masalah lain. Tzuyu masih tak mengerti kenapa dirinya masih tetap selalu memberikan jawaban yang sama meski semua orang telah mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dan ya, sekarang ini bukan hanya karena masalah luka hati, Tzuyu juga terjangkit penyakit psikosomatik karena terlalu banyak menekan emosi sehingga seringkali bermasalah dengan lambungnya, benar-benar menyedihkan.
"Kau yakin?"
"Iya," dan sekali lagi ia dengan mulus mengutarakan kebohongan itu, bukan membuat semua orang berdecak kagum karena pribadinya yang tangguh, justru membuat semua orang mengiba karena dirinya yang terlihat semakin merana dan sengsara.
Tak ada lagi suara yang Tzuyu dengar bahkan helaan napas sekali pun dari ponselnya, membuat ia kembali memejamkan mata dan mengepalkan tangan menumpu kekuatan.
"Aku benar-benar baik-baik saja, Mommy. Aku juga berencana untuk menghubungi kalian hari ini, tapi kau ternyata menggagalkan rencanaku," ucap Tzuyu diakhiri kekehannya sendiri, entah apa yang ia tertawakan, bahkan tawa itu bukan lagi sebagai sarana menghibur diri, melainkan ejekan yang datang dari dalam jiwanya sendiri.
Helaan napas panjang dari seberang sana membuat Tzuyu terhenti dengan menelan salivanya, menggigit bibir bagian dalam berusaha meredam lagi rasa sakit yang menusuknya dari dalam semakin tajam.
"Baiklah, tapi jika terjadi sesuatu, kau harus meneleponku,"
"Iya,"
Perlahan, tangannya melorot jatuh seiring dengan bunyi bip pertanda panggilan sudah diakhiri, Tzuyu menundukkan kepalanya dan meremat piyama yang ia kenakan, tak tahu lagi cara paling ampuh agar bisa sedikit mengusir rasa sesak yang mendera hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eadrainn 2 [COMPLETED]
Fanfiction|SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS| Setelah banyak waktu yang ia lewati dengan kesendiriannya, bagi Tzuyu hidup itu sederhana dengan rencana yang tak kalah sederhana. Sebagai seorang gadis yang sejak dulu terbiasa hidup bergelimang harta, memiliki segalan...