Hidup itu hanya tinggal permasalahan waktu. Kita punya banyak opsi untuk menjalaninya. Dan terkadang, dari sekian opsi yang begitu baik, kita hanya diperbolehkan memilih satu. Hanya satu untuk kelanjutan cerita di kehidupan kita. Terkadang kita memang tak harus memiliki apa yang kita inginkan.
“Kakak, maaf aku mencintaimu.”
Aku memeluk punggungnya saat Kak Yunho sedang memakai jaket di kamar. Aku tahu saat ini dia tengah bersiap-siap untuk kencan pertamanya. Dia tampak terkejut, dan langsung membalikkan badan, menatapku dalam-dalam dengan pandangan bingung.
“Apa maksudmu?”
“Aku enggak mau kamu pergi. Aku enggak mau kamu pacaran sama cewek itu.”
“Choi Lia, ada apa denganmu?”
“Sudah jelas, kan, Kak? Aku mencintaimu. Choi Lia mencintaimu!”
Aku merengkuhnya lagi lebih erat, tapi dia melepaskannya dengan paksa. Sorot matanya tajam bagai hunusan pedang dan aku sekuat tenaga memberanikan diri membalas tatapan itu.
“Lia, kamu enggak boleh berkata begitu.”
“Aku cinta sama kakak!”
“Tapi kita ini saudara.”
“Apa masalahnya? Kakak lupa kalau kita cuma saudara angkat?”
Kak Yunho menghela napas berat seolah tidak memahami jalan pikirku, kemudian mengelus rambutku dengan penuh kasih sayang. “Lia, perasaanmu yang enggak mau kehilanganku bukan berarti kamu mencintaiku.”
“Lalu apa? Kak Yunho sudah enggak menyayangiku lagi? Iya?!”
“Meskipun kita enggak ada ikatan darah, tapi kita sudah menjadi saudara selama dua belas tahun. Kamu pasti tahu aku sangat menyayangimu melebihi apa pun, dan seharusnya kamu enggak perlu khawatir sampai menyalah artikan perasaanmu sendiri.”
“Perasaanku enggak salah karena kamu bukan saudara kandungku! Kenapa kamu begini, Kak? Kenapa kamu menyangkal perasaanku?”
Air mataku tumpah. Aku tahu aku sudah terlampau jauh melewati batas, tapi aku juga tidak bisa menahan perasaanku lebih lama. Kutepis jemari Kak Yunho yang berniat menghapus air mata di pipiku karena dia memang selalu tidak tega melihatku menangis.
“Lia, kamu hanya salah mengartikan rasa sayangmu. Tolong jangan begini. Ibu dan ayah pasti sangat kecewa kalau tahu.”
“Tapi… Kak Yunho….”
“Enggak ada ikatan cinta yang lebih abadi daripada keluarga, Lia. Aku dan dia bisa saja putus, tapi kita akan menjadi selamanya.”
Aku selalu merindukan suara itu. Kini ia mengalun lagi, lebih lembut, penuh pemahaman, seolah hatiku adalah robot yang otomatis akan patuh kalau Tuannya berbicara.
“Aku sangat bersyukur bisa punya adik sepertimu, Lia. Aku enggak mau kehilangan kamu. Aku akan tetap berada di sisimu sebagai keluarga, sebagai kakak.”
Air mataku semakin deras. Aku benar-benar egois. Meskipun kami memang tidak memiliki hubungan darah, tapi kami adalah saudara. Waktu membuat kami jadi begitu dekat hingga aku melupakan batasanku sebagai adik. Aku merasa tersudut. Malu akan perbuatanku sendiri.
Kak Yunho memelukku dengan hati-hati. Aroma shampo dan parfum menguar dalam tubuhnya.
“Kamu tahu, Lia? Hidup ini seperti piano. Berwarna putih dan hitam. Tapi ketika Tuhan yang memainkannya, semua akan menjadi indah.”
“Maafkan aku, Kak. Aku menyesal.”
“Keluarga itu enggak ada kata meninggalkan dan melupakan. Kamu enggak perlu takut. Aku enggak akan ke mana-mana.”
Aku tahu. Kak Yunho takkan pernah pergi. Sejauh apa pun, sesulit apa pun, dia akan tetap berada di sisiku. Sekarang aku tahu kalau Tuhan memang sangat baik karena Dia mengirimkan padaku seseorang yang dekapannya lebih hangat daripada matahari.
Namanya Jeong Yunho.
Dan dia adalah kakakku.
[…] […] […]
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity || Yunho Ateez ✔
FanfictionNamanya Jeong Yunho. Dan dia adalah kakakku. . . . . ©rijiyo 2020