Bisakah kalian perhatikan aku?
***
Nama gue Alia. Gue anak fakultas ekonomi.
Sejauh ini, kisah hidup gue nggak ada yang spesial. Gue anak pendiam. Teman gue nggak banyak, malah bisa dibilang nggak punya. Ya, gue merasa teman gue fake semua. Mereka cuman manfaatin kepintaran gue. Tapi nggak apa-apa, selama gue bisa bantu mereka kenapa enggak?
Gue juga nggak punya banyak kenangan yang begitu berharga. Karena gue merasa hidup gue monoton. Gitu-gitu aja, nggak ada yang berubah. Satu-satunya yang paling berharga sama gue ya cuman keluarga, meski hubungan gue sama mereka nggak begitu dekat. Gue juga sering cekcok sama adek gue. Untung mereka nggak pernah maksain kehendak mereka ke gue. Tapi kadang, ucapan Mama tuh tajam banget dan sering bikin mental gue turun. Belum lagi Papa yang agak susah diajak kerja sama.
Dan gue juga nggak punya kisah cinta se-wah orang-orang. Seumur hidup gue nggak pernah pacaran. Dan gue ini selalu sial. Dari gue ngerasain cinta monyet pun nggak pernah mulus. Perasaan gue nggak pernah terdengar. Apalagi dengan gue yang invisible gini. Gimana coba mau berjuang kalau udah kalah duluan?
Yaudah nih, gue cerita.
Cinta pertama gue tuh kelas 5 SD. Normal kalau anak baru puber suka sama lawan jenis. Waktu SD, cowok di kelas gue gantengnya tuh overrated banget. Nah, doi gue ini terganteng nomor dua di kelas menurut gue. Gue nggak ngerti kenapa bisa suka sama dia. Kayaknya sih karena dia ganteng. Dan lucunya, gue yang waktu itu masih alay mempertahankan perasaan gue sampai kelas 8. Padahal SMP pun kami pisah.
Doi kedua gue, tetangga gue sendiri. Gue ini penganut cinta lokal. Dari teman sekelas, hingga tetangga, pokoknya yang dekat gue embat. Nah, gue ngerasain patah hati pertama gara-gara dia. Dia ngakunya suka sama gue. Eh pas mau gue bales, dia malah jadian sama yang lain.
SAKIT NGGAK SIH?!
Lanjut, doi ketiga gue adalah teman dari tetangga gue yang kebetulan sekelas sama gue waktu kelas 9.
Kebetulan apaan sih?
Sebenarnya gue suka sama dia tuh gara-gara ge-er. Dia suka banget ngelihatin gue. Teman sebangku gue sampai bilang kalau dia suka sama gue. Cuma gara-gara itu doang gue jatuh cinta lagi. Gue suka ngelihatin dia balik. Dan kege-eran gue makin menjadi waktu gue sekelompok sama dia. Tingkahnya yang kayak malu-malu kucing buat gue makin ge-er.
Dan ternyata sebulan kemudian dia nembak teman gue.
MIRIS.
Doi keempat, teman sekelas gue waktu di SMA. Gue sama dia suka rebut-rebutan peringkat meski dia selalu aja kalah dari gue. Dia juga orangnya sombong. Gue sebenarnya nggak punya impresi yang bagus ke dia. Tapi, entah kenapa gue tiba-tiba aja suka sama dia. Gue nggak dekat sama dia, jadi gue sering gigit jari nahan cemburu kalau dia ngobrol sama anak cewek di kelas. Mana gue yang pendiam ini nggak pernah dianggap. Makin makan hati lah gue.
Perasaan gue ke doi keempat bertahan sampai lulus. Sebenarnya gue udah nyerah waktu kelas 11 semester 2. Mau gimana, gue udah kalah. Dia dekat sama cewek lain, dan gue selalu nggak punya kesempatan buat deketin dia karena sifat gue yang pemalu. Tapi, mau gimana pun perasaan itu nggak mau pergi semau kehendak kita. Dan gue cuma hela nafas nahan cemburu.
Gue nggak sempat ngasih surat cinta ke dia di hari kelulusan. Gue nggak berani.
Gue sering merutuk betapa tidak beraninya gue.
Sejak saat itu, gue membuang kata cinta pada lawan jenis dari otak gue. Sebab, waktu masuk kuliah gue harus ngejar cepat lulus biar dapat kerja bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkles
Cerita PendekKumpulan one shoot. Always on going . . Hidup itu bagaikan roda. Ada kalanya bahagia, ada kalanya sedih. Jangan khawatir, aku ada bersamamu:)