Lirikan itu membuat Arletta salah tingkah. Gimana tidak! Lelaki dengan wajah tampan itu balik membalas lirikan yang dari tadi ia berikan.
Jantungnya berdetak cepat, saat dia mendengar gelak tawa, Deffanorel- lelaki itu tertawa bersama teman-temannya. Arletta memandang takjub. Seakan waktu disekelilingnya Slow metion.
Ya Tuhan, ciptaanmu ini benar-benar sempurna, gumamnya pelan.
Tidak lama dia memandang ciptaan tuhan itu, fokusnya mulai buyar, akibat panggilan dari gadis cantik disampingnya, “ Letta, lo kenapa? ”
“ Eh, kenapa?” dia memandang Meysa gugup. Takut ketahuan bahwa dia sedang memandang diam-diam abangnya.
“ Itu loh jawaban no 4 dari tadi aku tanya kamu gak jawab, lagi mikirin apa sih?”
Arletta mengambil bukunya, pura-pura mencari, “ Oh itu jawabannya glukosa, Sya.”
“ Tinggal berapa soal lagi?” Arletta menatap Meysa.
Meysa menatap bingung, “ Lo kenapa Ta? Itu soal terakhir, ada yang lo pikirin ya? ”
Arletta menggaruk tengkuknya, bingung ingin memberikan alasan apa.
“ Emm, itu. Gue laper.” dia memperlihatkan deretan giginya, kebohongannya sangat luar biasa.
Nggak papa, yang penting ga ketahuan.
“ Ngomong dong, pas banget tau. Bunda lagi siapin makanan.”
“ Eh, nggak usah. Aku udah mau balik kok.”
“ Tidak boleh pulang dari rumah tante sebelum nyicip masakan tante, Arletta. Pokoknya kamu harus makan dulu.” Mama Meysa tiba-tiba menyela.
“ Meysa ajak Arletta ke ruang makan ya, bunda mau panggil abang sama teman-temannya di luar.”
Arletta menyesal sekarang, kenapa tadi dia harus berucap kaya gitu.
“ Gak perlu repot, tan. Seriusan Letta mau pulang juga ini. ” Diandra ibunda sahabatnya itu menggeleng.
“ Gak boleh lo, Ta. Ini tuh rezeki.” Arletta skakmat. Tak bisa lagi mengelak.
Meysa mengandeng tangan Arletta ke ruang makan gadis itu, mereka duduk bersebelahan. Arletta masih sempat mencuri dengar, bunda Diandra memanggil Deffanorel untuk makan bersama.
Arletta menggigit bibirnya, gugup. Lelaki yang tadi sempat ia curi pandang, sekarang malah duduk didepannya.
Bahkan sebelum duduk, dia memberikan senyumannya yang manis, kalo keseringan Arletta mendapatkan senyuman seperti itu lama-lama bisa diabetes dia.
Alay deh!
Saat semua orang berdoa sebelum makan, Arletta sempat melirik sekitarnya, lalu ia juga berdoa. Diatas meja persegi panjang itu hanya Arletta yang berbeda keyakinan. Tapi Arletta merasa nyaman karena keluarga Meysa memperlakukan nya dengan baik.
Arletta memakan masakan Daindra dengan khidmat, dia tak menyangka makanan yang ia makan rasanya bergitu enak.
Bahkan dia sampai tidak sadar bahwa dia sudah nambah yang kedua kali, “ Masakan tante luar biasa enak banget!” Pujinya kepada bunda sang Meysa.
Arletta tersenyum menampilkan deretan giginya dengan cengirannya pada Diandra.
“ Nah kan, andai kamu tadi pulang gak bisa nyicip makanan buatan, tante.” Diandra tersenyum tulus, wanita dengan jilbab ungu itu sangat cantik diusianya yang tidak muda lagi.
Begitu anggun, serasi sekali dengan suaminya, MalikJaya Aditama yang masih sangat terlihat gagah. Tidak lupa ketampanannya, pantas saja putra dan putri mereka begitu tampan dan cantik.
“ Ayah, ” Suara Daffa yang begitu lembut terdengar diindra pendengar nya.
“ Iya, kenapa bang? ” jawab Om Malik.
“ Malam ini Abang izin nginap dirumah Akbar boleh, Yah?”
“ Ngapain bang?” Meysa tiba-tiba membuka suara. Dia begitu antusias mendengar nama Akbar sahabat Daffa yang Meysa kagumi sejak lama.
“ Anak kecil nggak boleh tau,” Arletta menahan senyumnya. Sedangkan Meysa sendiri sudah cemberut.
“ Ihh, Abang nggak asik!”
“ Biarin, wle,” tawa gelak terdengar diatas meja makan, semua orang tertawa kecuali Meysa yang cemberut. Bolehkah Arletta bilang kalau ia menyukai tawa Daffa?
“ Sudah, sudah. Kasian adek Abang, ” itu suara om Malik yang menegur sang sulung yang masih saja menggoda Meysa.
“ Arletta,” mendengar namanya dipanggil lembut oleh Diandra ia menoleh.
“ Iya kenapa Tante?” jawab Arletta lembut.
“ Pulang ada yang jemput?” Arletta mengangguk.
“ Iya, Tante. Ada yang jemput,” iya tadi sebelum beranjak ke meja makan Arletta sudah menghubungi sopir keluarga nya untuk meminta dijemput.
Diandra mengangguk, “ Kali aja tadi belum, kalo nggak dijemput biar Abang Daffa yang nganterin pulang.”
Arletta tersenyum kaku, “ Iya terimakasih, Tante. Nggak perlu repot-repot.”
Diandra menggeleng, “ Mana ada ngerepotin!” Arletta terkekeh.
Selesai makan, Arletta diajak ke kamar Meysa lebih dulu. Mengambil beberapa barang pentingnya yang ia tinggalkan dikamar sahabatnya itu.
Saat terdengar bunyi klakson mobil, Meysa mengandeng tangan Arletta mengajaknya keteras.
“ Tante, Letta pamit ya. Oh iya bilangin om Malik juga ya tan, tadi Letta lupa,” Diandra tersenyum ia juga mengangguk.
“ Bye, Sya,” Letta berjalan menuju mobilnya bertepatan Daffa yang kembali ingin masuk kerumah.
“ Hati-hati, dek.”
Argh! Jantung please ya!
TBC.
Yuhuuuuu ada orang?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.