• P A R T . 1

25K 578 24
                                    


D U A B A R I S T A
By:Najhaty Sharma


Seberapa suka kah kau pada kopi?

Aku memiliki cara berbeda dalam menerjemahkan kopi setelah aku menikah dengannya.

Aku tak hanya menyimbolkan cinta dengan ciuman dan segala keintiman berlatar belakang area perbelanjaan dan wisata fenomenal semata.

Dimana letupan-letupan itu hanya muncul ketika dua kekasih dimabuk asmara. Menumpahkan seluruhnya di permukaan. Dan ketika cinta itu telah habis dituang, Maka selesailah sudah.

Namun secangkir kopi?

Ia menemanimu menjelajahi hati pasangan layaknya sebuah kastil, mengeja aksara yang dipahat pada temboknya, takjub dengan bola-bola kristal yang menjuntai di balik tatapannya. Bangga memandang kubah-kubah harapan yang menjulang.

Aku menikmati ritual menyeduh kopi untuknya di sore hari. Usai suamiku menunaikan tugas-tugas mengabdi pada pesantren, ia akan duduk di teras, memandangi langit atau burung lovebird dalam sangkar, menungguiku muncul dengan kopi yang masih mengepul.

Kadang, ia mengajakku duduk di lantai dua dimana hamparan sawah tetangga beserta memedi manuk nampak indah diterpa langit yang kemerahan, dilatar belakangi gemuruh suara lalaran nadzom, Asmaul Husna dan Burdah dari pesantren 3 lantai di belakangnya.

Aku tidak peduli macam-macam karakteristik kopi seperti luwak, robusta, arabika, tau bahkan excelsa, aku hanya tenggelam dengan filosofinya.

Tentang dua cangkir kopi yang bertengger di atas meja adalah bukti bahwa sepasang kekasih menyiapkan waktu untuk mereguk cinta berdua.

Menyadari kemegahan sesungguhnya adalah pasangan itu sendiri.

Aku pun pernah menyusuri lorong-lorong
Pasar Madinah dan Sultan Ahmed turki demi menemani suami mencari segelas kopi. Lalu berbicara dengan bangga pada barista caffe itu, bahwa programmer James Gosling dan Patrick Naughton memberi nama JAVA karena terkesan dengan kopi tubruk khas Jawa, salah satu kopi paling nikmat di dunia.

Secangkir kopi juga menemaninya menyimak bacaan kitab kuningku, mengajariku menghitung zakat, darah istikhadoh hingga menentukan ashobah dalam bab waris.

Untuk secangkir kopi, ibu mertua mengajariku merandom racikan demi kesehatannya. Kadang kopi hitam, Habbat Coffe, kadang juga kopi krimer.

Aku memang khusus menjadi Barista-nya. Karena selain membuat kopi, tidak ada lagi pekerjaan domestik yang aku kerjakan. Semua aktivitas domestik telah di ambil alih oleh khodam. Kesibukan ku adalah mengasuh dan mengajar santri, dan sesekali menyalurkan hobby mendesain.

Diruang tamu utama kami, bertenggerlah foto pernikahan kami Yang menggunakan konsep indian wedding, dari kostum salwar kames, anarkali, make up, mahendi, hingga dekorasi.

Orang bilang, Pernikahan kami menyaingi populernya wedding Hamish Raisha, karena Mas Ahvash adalah putra satu-satunya KH.Solahuddin Amin pengasuh Ponpes salaf Al Amin, menikah dengan Mazarina Qisthina putri KH.Manshur Huda Rembang, dimana Mas Ahvas pernah menimba ilmu.

Di masa lalu, aku adalah perempuan pecinta Seni yang terkungkung dibalik jiwa-jiwa pesantren salaf menghabiskan waktu belajar di pesantren orang tua sendiri dengan nilai-nilai yang memuaskan. Dengan mudah kuhafal bait-bait nadzam alfiyah juga matan-matan kitab fikih, demi memainkan peran sebagai putri abah yang membanggakan.

Karena berhasil memainkan peran itu, Abah memenuhi impian ku untuk kuliah di Yogyakarta dengan ijazah muadalah dari pesantren kami. Pada jurusan Ushuluddin di UIN sunan kali jaga.

DUA BARISTA [Real from the author] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang