BAB 4

7 3 1
                                    

Aku ingat, saat masih menjalani MOS SMP, aku berdiri di depan barisan murid baru bersama seorang gadis kecil berseragam kebesaran. Aku kena ciduk kakak OSIS karena kelupaan membawa perlengkapan hari itu, sama seperti gadis kecil itu.


"Siapa namamu?" tanya kakak OSIS kepadaku.


Aku gemetaran dari ujung kepala sampai jempol kaki. "Krishna...."


Lalu OSIS berwajah seram itu berpindah pada si gadis. "Kamu siapa?"


Gadis itu kelihatan siap menangis kapan saja. "Radha," jawabnya pelan hampir mirip berbisik.


"Oh, jadi ada Krishna sama Radha yang melanggar peraturan hari ini? Cocok banget mereka!" kakak OSIS—aku sudah tidak ingat siapa namanya—menjerit. "Cocok banget! Krishna dan Radha. Kayak yang ada di Mahabharata!"


Sejak saat itu, aku dan Radha selalu diejek dan dijodoh-jodohkan. Awalnya aku sebal dan benci setengah mati pada Radha dan pada kakak OSIS itu. Maksudku, aku masih sebelas tahun dan dicocokkan dengan anak perempuan adalah hal yang memalukan. Namun lama kelamaan, aku malah benar-benar menyukai Radha. Aku menyukainya dengan segala kelebihan dan kekuranganku sebagai seorang Krishna. Aku menyukainya meski aku tidak akan pernah bisa mengungkapkannya.


Ingatan itu menyusupi pikiranku saat aku menyanyi di panggung. Tema hari ini adalah kebahagiaan dan cinta, jadi kami membawakan lagu bertema seperti itu. Live music malam ini sukses berat. Banyak tamu bertepuktangan puas mendengar tabuhan drum Oberon, petikan jemari Lysander pada bass-nya, lantunan musik indah dari keyboard Titania, dan tentunya suaraku dan petikan gitarku. Tidak kusangka menyanyikan lagu gembira bisa membuatku ikut gembira. Untuk sejenak aku lupa pada kenyataan yang menungguku di rumah.


"Puck."


Aku menengok saat mendengar nama panggungku disebut. Yeah, itu nama panggung. Mana mungkin aku ganti nama jadi Puck!


"Apaan, Hendra?" tanyaku.


Oh, ya, Hendra adalah nama asli Lysander. Dia berdiri di sampingku. "Begini, tadi sore...."


"Lha, bukannya lu bilang kita nggak perlu bahas soal traktiran itu lagi?" Benarkah? Lysander mendatangiku cuma untuk membicarakan soal traktiran bakso itu? "Ya udah, lu mau minta ditraktir apa? Bilang sini ke Bos Krishna."


"Bukan itu, pea!" sentak Lysander. Kedua tangannya menegang di sisi tubuhnya. Kentara sekali dia kepingin mencekikku. "Tadi pagi gue ketemu Ragil, si ketua HMJ itu. Dia bilang, dia pengin band kita tampil sebagai guest star di puncak acara ulang tahun jurusan. Gimana menurut lo?"


Aku lanjut berkemas-kemas acuh tak acuh. "Elu ketua band-nya, kan? Elu yang nentuin, lah."


"Gue tahu." Lysander terdengar sedikit grogi. "Tapi gue juga butuh persetujuan dari semua anggota. Oberon dan Titania udah setuju. Tinggal elo yang belum."


"Oh, gue setuju, deh," sahutku masih acuh tak acuh.


"Oke." Lysander mengangguk. "Acaranya empat bulan lagi. Ragil bilang, dia mau kita bawain beberapa lagu ciptaan kita sendiri plus satu lagu baru yang bakal dibawain perdana di acara itu. Dia mau ngenalin band kita ke orang-orang."


"Oh." Lagu ciptaan sendiri? Perlu beberapa detik bagi otakku untuk memproses kata-kata itu. Kini aku mendelik. "Oh?! Lagu kita? Maksud lu, LAGU KITA?!"


"Yeah." Lysander terlihat sedikit lebih ceria ketimbang beberapa detik lalu.


Mendadak aku gemetaran. "Astaga.... Jadi kita bakal ditonton semua mahasiswa sejurusan ditambah mahasiswa dari jurusan lain, dan kita nyanyiin LAGU KITA? Lagu-lagu yang gue tulis itu dan satu lagu baru?"

Summer DreamWhere stories live. Discover now