Note : maaf kalau ada gambar yang mengganggu 😉😉Hosh.. hosh..hosh.., suara nafas Jimin bergantian dengan langkah kaki yang berlari tergesa. Dia sudah sangat terlambat untuk jadwal presentasi pagi ini. Seharusnya dia sudah harus ada di ruang meeting pukul 08.30. Tapi sekarang ini, bahkan ketika sudah terlewat 40 menit, dirinya bahkan masih ada di luar gedung kantornya.
Saat ini Jimin sedang berada di jalan raya seberang gedung, menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki. Setelah itu dia masih harus menyeberang jalan, masuk ke lobby kantornya, menaiki lift. Berharap semoga lift nya tidak harus mengantri karena ruang meeting itu sendiri berada di lantai 15. Shit!!
Jimin akui, ini karena kesalahannya sendiri. Dia baru pulang dari klub karaoke jam 2 pagi. Itupun dalam keadaan mabuk. Beruntung teman bermainnya, Taehyung, tidak ikut mabuk. Sehingga bisa mengantar Jimin sampai ke apartemen nya. Jika tidak, Jimin mungkin sekarang masih terdampar di klub.
Nafas Jimin tinggal sepotong-sepotong. Badannya membungkuk sambil memegang kedua lututnya. Lampu merah dimanfaatkan untuk istirahat sejenak sebelum harus berlari lagi. Sebenarnya Jimin tidak harus berlari-lari seperti ini, kalau saja mobilnya tidak mogok mendadak pagi ini. Padahal mobilnya keluaran mutakhir, cicilannya saja baru berjalan 2 kali. Jimin jadi harus naik kendaraan umum dan berlari terbirit-birit seperti dikejar anjing.
Rrrriiinngg, ponselnya berdering keras. Dengan terpaksa, Jimin meraba-raba ke dalam saku jasnya. Melirik sekilas, ternyata kantor yang menelepon. Hufft, Jimin mengatur nafas supaya tidak terdengar terlalu berantakan lalu menekan tombol jawab.
"Dengan Park Jimin ssi?" Terdengar suara noona receptionist kantor di seberang sana.
"Saya sendiri." Suara Jimin terdengar seperti tercekik.
"Anda sudah ditunggu meeting oleh Direktur Kim dan yang lainnya." Lampu hijau penyeberang sudah menyala. Jimin melangkah cepat meliuk-liuk di kerumunan ramai.
"Iya, saya sudah tau. Sekarang saya sudah sampai di kantor. Tolong sampaikan untuk menunggu sebentar lagi." Jimin mau tidak mau harus sedikit berbohong, bagaimana lagi?
"Baiklah Jimin ssi, mohon segera menuju ke ruangan meeting."
"Siap." Jimin menjawab pendek, lalu segera memutus sambungan telepon.
Baru saja panggilan ditutup, ponsel nya berdering lagi, kali ini nama Taehyung yang tertera.
"Apa, Tae?" Jimin sudah sampai di gedung kantornya. Pintu kaca raksasa terbuka secara otomatis.
"Jimin, sudah dimana?" Taehyung berbisik-bisik, takut kedengaran.
"Di lobby. Tolong tahan mereka sedikit lagi. Aku tinggal naik lift." Jimin menekan tombol, berharap semoga tidak terlalu lama menunggu.
"Sudah kulakukan dari tadi. Cepatlah, Jim." Beruntung, pintu lift langsung terbuka. Jimin segera masuk.
"Aku sudah berlari secepatnya. Materi presentasi sudah disiapkan?" Pintu lift menutup. Telunjuk Jimin menekan angka 15 berkali-kali.
"Berlari? Mobilmu kenapa? Ah sudahlah, dari tadi juga semua sudah siap. Tinggal menunggu dirimu saja." Lift perlahan bergerak.
"Sudah dulu, aku sebentar lagi sampai." Jimin menekan tombol warna merah di ponsel.
5 menit kemudian, dia sampai juga di ruang meeting lantai 15. Bagi Jimin 5 menit dalam lift barusan terasa bagai berabad-abad.
"Maaf, saya terlambat." Katanya sambil membuka pintu, semua mata tertuju ke arahnya kecuali satu orang. Taehyung hanya menunduk memandangi meja penuh minat seolah-olah meja itu bisa berubah bentuk seperti Transformers.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benci (Jadi) Cinta
Fiksi Penggemar"Sialan kau, Min Yoongi!!!" Jimin berteriak keras-keras, entah sudah yang ke berapa kalinya malam itu. Tangannya meninju bantal, kaki menendang ke udara. Mendadak sebuah ide terlintas di kepalanya, dia harus balas dendam. Bagaimanapun caranya, Jimin...