5

208 35 36
                                    

Sudah 2 jam Giga ada di studio mini milik Lukas. Dia terus saja menggerakkan tangannya bermain drum. Memukulnya seolah tidak ada lagi hari esok. Mona mengkode Lukas beberapa kali agar menghentikan sepupunya sebelum menjadi lebih gila. Mona tahu betapa hebat dan kuatnya Giga sebagai drummer 7'sband. Konser berjam-jam telah ia jalani olah raga ketat melatih otot lengan dan kakinya demi lancarnya konser. Tapi itu beberapa tahun silam. Sekarang tangan dan kaki itulah yang menanggung nasib pasien serta karyawan RS Husada Mulia milik keluarga mereka. Tidak lucu kalau Giga sampai mengalami cidera karena memukul drum selama itu tanpa persiapan dan perhitungan. Sejak jaman biksu thong mencari kitab suci, cinta memang begitu. Persis kata patkai, deritanya tiada akhir, pikir Mona.

"Ga, berhenti nggak lo!" Mona meneriakkan nama Giga. Sepupu dari pihak ibunya itu seolah budeg. Tatapan hampanya sungguh membuat siapapun yang melihat tak akan tega. Giga seperti kerasukan sampai tak merasakan peluh telah membasahi tubuhnya. T-shirt abu mudanya berubah menjadi dark grey karena keringat.

"Giga....!! Woi, Ga!" Lukas ikut meneriakkan nama sepupu sang istri.

"Yank, aku telpon Luna ya" Mona cemberut, ia terganggu dengan kondisi Giga. Mona merasa ini tak adil untuk saudaranya. Bukan salah Giga kecelakaan yang terjadi belasan tahun lalu. Giga dan Luna hanya sedang sial waktu itu, pikir Mona.

"Ga usah, kamu mau Johan salah paham?"

"Ya enggak. Gimana dong, aku nggak tega lihat dia." Mona yang melow jadi menyeka air mata yang tak bisa di tahan. "Dia sepupu aku yank, lihat dia. Andai kamu di posisinya, emang kamu kuat?" Mona membesut air mata yang kian deras. Ya Tuhan Giga, kamu koq jadi dibutakan cinta begini sih.

"Nggak"

"Ya mangkanya itu, ya... Aku telpon Luna" Mona merengek pada suaminya yang juga terlihat tak bisa menghentikan Giga.

"Kalau Johan tahu bisa berabe"

"Itu tugas kamu buat alihin perhatian bang Johan, aku bakal telpon Luna. Kamu telpon bang Johan. Kamu ajak kemana gitu deh." Lukas berdecak, tak setuju dengan ide istrinya tapi sebagai kawan, Lukas juga tak tega melihat Giga tersisih dari cinta yang seharusnya memang miliknya.

"Hallo Luna, bisa nggak ke rumah gue?"

"Ada apa kak Mon? Penting banget sih?" Di seberang sambungan, Lunaya tengah menggandeng dua bocah kembar di antara rak buku gambar dan buku cerita.

"kamu dimana sih beibe?" Mona berkata ringan seolah tak terjadi apa-apa di rumahnya. Mata belonya terus mengawasi Giga yang masih terlihat tak lelah sama sekali.

"Sama anak-anak nyari buku di grame***"

"Jemput supirku ya?"

"Nggak usah kak. Aku bawa mobil koq. Itu rame banget kak? Ada yg main ya" Mona mengabaikan pertanyaan Luna. Luna ingin bilang, itu pria gila yang kasihnya tak sampai padamu Lun.

"Bang Johan kemana?" Mona tak peduli lagi kalau suaranya terdengar menyelidik bak detektif.

"Ada di rumah, nemenin pekerja di kebun"

"Kebetulan" koq kebetulan sih, pikir Luna.

"Ya udah beibe, ati-ati ya. Ga usah ngebut tapi nyari jalan tikus aja biar cepet nyampenya" andai Mona tau, Lunaya tengah menggigit kuku jarinya, kebiasaan yang tak pernah hilang ketika tengah merasa janggal. walau usianya sudah 33 sekarang . Ah, waktu telah lama berlalu ya, banyak sekali yang terlewat bahkan tertinggal di belakang. Menghela nafas, menyadari 11 hampir 12 tahun telah berlalu begitu saja. Hah.... aku telah kehilangan waktu bersama dia.

Mona meninggalkan percakapan sepihak, dia sangat berharap hari ini Giga benar-benar menyelesaikan urusan cintanya dengan Luna.

Selang beberapa waktu, skip tingkah Mona yang seperti cacing kepanasan karena gelisah sendiri menunggu Lunaya yang tak kunjung datang. Sudah lewat 30 menit ketika Mona akhirnya merasakan kegelisahan baru karena membayangkan bagaimana pertemuan Giga dan Luna sebentar lagi.

GIGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang