—cerita ini hanya fiksi belaka. Jangan dipake buat patokan idup
"Kak!”Jeno baru pulang dari perpustakaan kota untuk menambah literatur baru. Persiapan masuk universitas sebentar lagi dan Jeno tak mau kehilangan kesempatan menjadi bagian dari mahasiswa fakultas hukum tahun ini.
"Kenapa?”
Bocah lelaki sedikit lebih pendek berjalan tergesa pada Jeno yang sekedar membalik badan. Senyum lebar tak lepas kemudian memeluk pinggang Jeno erat.
"Aku kangen. Kakak jarang keluar kamar."
Jeno terkekeh. Ia mengusak sayang pucuk kepala adik manisnya. Sedikit merasa bersalah ketika sadar waktu main bersama terpaksa hilang sama sekali.
"Kakak harus bersiap ujian, Jaemin," pintu kamar di buka tanpa melepas gelendotan dipinggang, "kenapa tidak main sama Renjun?”
"Jaemin malas. Renjun selalu minta dikenalkan pada kakak. Tidak suka!" Bibir Jaemin mencebik sedikit, pertanda kesal. Teringat kembali bagaimana Renjun meminta hal tersebut berulang kali.
Jeno menggendong Jaemin dan mendudukkannya di atas kasur. Ia merapikan lebih dulu buku-buku yang ia bawa tadi, baru kembali menaruh atensi kembali pada Jaemin, adik bungsunya.
"Renjun anak baik 'kan? Kakak tidak keberatan kok kalau dikenalkan sama teman-teman Jaemin."
Tanpa di sangka, Jaemin mendekap erat kepala Jeno yang sejajar dengan dadanya. Jeno dapat merasakan gelengan keras Jaemin, menolak sependapat dengannya.
"Kakak punyaku. Tidak boleh dekat-dekat sama yang lain kecuali aku."
Jawaban polos Jaemin menggelitik telinga. Jeno mendorong adiknya agar terlentang, lalu menggelitikinya. Gemas. Rasanya gemas sekali mendengar pengakuan Jaemin barusan yang membuatnya familiar tentang keposesifan seorang—kekasih?
"Siapa bilang kaka mau denganmu, hm? Dasar bau ompol!"
"Aku tidak mengompol!"
•
•
•Malam itu rasanya lelah menumpuk di bahu. Ujian masuk universitas sudah selesai dan malam ini Jeno bisa sedikit bersantai dengan kasur-kasurnya. Atau mungkin menghabiskan cemilan dan minuman soda di kulkas. Membayangkannya saja Jeno semakin tak sabar untuk sampai di rumah.
Nampaknya penghuni rumah telah tertidur semua. Jeno menemukan lampu padam, terkecuali temaram dari masing-masing jendela kamar. Termasuk kamar adik bungsunya.
Jeno masuk perlahan, menghindari bunyi berisik yang bisa membangunkan kedua orangtuanya. Tapi, kilas cahaya ponsel nampak dominan di antara gelap ruang tamu. Ketika mendekat, Jeno menemukan Jaemin yang terlelap tak nyaman di sofa.
"Hei, bangun."
Jaemin bergerak sebentar, namun hanya untuk mengubah posisi tidurnya memunggungi Jeno. Satu sisi, pemuda itu jadi gemas. Ia menggendong Jaemin, membawanya ke dalam kamar miliknya. Sesaat saja Jaemin langsung menginvasi lebih dari separuh luas kasur Jeno untuknya sendiri.
"Haish, selalu saja."
Jeno meninggalkan kamar. Lalu kembali tak lama kemudian dengan bungkus cemilan dan dua kaleng soda. Dan diletakkan di meja yang menghadap langsung pada kasurnya sendiri.
Satu bungkus keripik di buka. Tanpa membersihkan diri terlebih dahulu, Jeno mulai larut dengan ponselnya sembari memperhatikan Jaemin yang terlelap. Tidurnya tak bisa diam, selalu berpindah random. Belum lagi piyama yang tersingkap tak tahu malu. Tidak sengaja, maksudnya. Jeno heran. Ia berfikir, sejak kapan melihat seseorang tertidur saja lebih mengasyikkan dibanding yang lain?
Lama berkutat dengan ponsel, Jeno memperhatikan seksama layar ponselnya sendiri.
Adiknya. Jaeminnya. Miliknya.
Kenapa—semenggairahkan ini saat tidur?
TbC
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ #DiRumahAja sama NoMin
FanfictionLumayan. Hitung-hitung jadi temen di rumah :'3