Tahun berlalu tanpa sempat untuk di sadari. Jeno terkungkung dengan aktivitas perkuliahan yang nyaris menguras waktu bersantai. Laporan, esai, praktek dan lain sebagainya. Berat, bahkan hampir membuat ragu untuk tetap melalui proses. Tapi jika tidak dilakukan, masa depannya suram karena tak memiliki persenjataan berperang.
Hari ini ia resmi menyandang calon pengangguran baru setelah lulus strata satu. Empat tahun yang berat sudah ia lewati. Kini ia bersiap belajar kemampuan untuk berperang dengan era teknologi. Persaingan mendapat pekerjaan akan sangat berat jika tak mampu mengkualitaskan diri. Tapi Jeno—tidak akan menyerah.
"Kakak pulang!”
Jeno mengembang senyum lebar ketika tiba di rumah. Tapi, ia justru disambut dengan wajah sembab Jaemin yang sangat dihindari. Ditambah hati Jeno mencelos ketika menemukan robekan pakaian, noda kotor dan lebam di wajah adik bungsunya. Sekilas netranya menangkap noda kemerahan pada celana seragam Jaemin.
"Siapa yang melakukannya padamu, hm?”
Jangan ditanya bagaimana perasaan Jeno sekarang. Seluruh tubuhnya merapal ribuan kutuk dan serapah. Adik kesayangan, kasihnya yang mengalir seolah lenyap begitu melihat genangan air mata di netra. Jeno sangat membenci jika goresan kecil di tubuh Jaemin terlihat olehnya.
"Dia—teman kencanku, kak," Jaemin mengusap likuid di sudut mata. "Dan dia melakukannya."
Satu nama meluncur dari ranum bibir Jaemin.
Jeno berubah tuli. Ia tak mendengar apapun lagi setelah menyimpan dengan baik sebuah nama yang meluncur dari sang adik. Tak ada yang bisa termaafkan jika itu adalah menyakiti Jaemin.
• • •
Seminggu kemudian, keadaan Jaemin mulai membaik. Dia makan apapun yang berusaha di masak oleh Jeno. Pemuda itu menungguinya makan dengan sabar. Menemaninya tidur semalaman. Termasuk menyanyikan lagu pengantar tidur lewat petikan gitar.
Senyum cerah Jaemin kembali. Sayang, itu tidak sepenuhnya. Tapi Jeno tetap bersyukur akan itu.
"Semenjak ayah dan ibu tak ada, kakak selalu mengurusiku seperti ini. Kakak kapan menikah?”
Tahun kedua perkuliahan, keduanya tertimpa duka kematian kedua orang tua. Kecelakaan dan itu memaksa Jeno untuk menitipkan Jaemin pada sanak saudara terdekat sementara waktu. Jeno harus bekerja sambilan agar bisa tetap berkuliah. Ia tidak yakin bisa mengurus Jaemin di saat seperti itu. Beruntungnya Paman Lee mereka bersedia mengurus Jaemin hingga ia pulang nanti.
Tapi, tanpa di duga Jeno, sang adik justru menyusulnya ke kota satu bulan lalu. Bersama seorang lelaki yang mengaku kekasih.
Adik manisnya. Jaemin. Jaeminnya.
Tumbuh dewasa. Sudah pantas menjadi penggoda perempuan maupun lelaki. Dan telah menjadi milik orang lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kak. Kakak tidak menjawabku?” Jaemin sedikit merajuk. Jeno asyik melamun sehingga melupakannya barusan.
Lelaki itu mengusap pucuk kepala Jaemin. "Habiskan dulu makananmu. Tidak boleh merajuk di depan makanan."
Jaemin mencibir. Tapi tetap menuruti Jeno. Mulai menggeluti makanannya tanpa melepas atensi dari layar televisi yang menayangkan berita malam.
Seorang pemuda berusia 20 tahun ditemukan tewas mengenaskan. Tubuhnya berserakan karena diperebutkan anjing kelaparan, membuat tim olah TKP kesulitan mengidentifikasi pelaku. Beruntung kartu identitas milik pelaku ditemukan. Korban bernama Seong Kim. Hingga saat ini keluarga korban masih belum bisa dihubungi. Kar—
Layar televisi menggelap. Hening beberapa detik, setelahnya denting sumpit dan piring kembali memecah sunyi. Tersisa Jaemin yang sedang makan bersama Jeno.
"Hei, kenapa tersenyum lebar begitu? Masakan kakak pasti lebih enak dari buatanmu sekarang." tukas Jeno puas melihat bagaimana senangnya Jaemin memakan makanan yang ia buat.
Alih-alih menyahuti, Jaemin justru beringsut menempeli Jeno sambil tersenyum. Jeno dapat melihat bagaimana Jaemin terlampau dekat dengan wajahnya.
"Kak," kedua tangan Jaemin meraba dada bidang Jeno. Memandangi wajah Jeno yang entah bagaimana terlihat tampan di wajahnya.
"Ya?”
Jaemin memiringkan wajahnya, mencuri kecupan lembut di bibir Jeno. Pemuda itu nampak jelas terkejut.
"Jaemin—"
"Kakak harus menemaniku tidur sepanjang malam. Mulai dari sekarang."
Jantung bertalu. Perutnya tergelitik oleh kalimat yang tak akan Jeno percaya bahwa itu meluncur dari bibir Jaemin. Ia tak bodoh untuk mengartikan maksud dari ucapan sang adik.
"Benarkah? Yakin sekali kakak mau denganmu." Jeno tertawa kecil. Ekspresi tak terima sang adik benar-benar menghiburnya.
"Jaemin tak perlu meminta pada kakak. Karena ini—perintah."
Waktu akan terus berjalan. Setan dan iblis tak absen berkeliaran hingga akhir waktu kelak demi melepas jutaan lebih hasutan. Begitu pula para malaikat, mencatat keseluruhan dosa termanis yang dilakukan oleh dua saudara kandung tersebut dari balik pintu kamar milik Jeno.