"APA?!! KAWIN?! Siapa yang mau Abah kawinin? Ucha? Enggaaaak!!"
Plaak!!!
"Kawin, kawin. Bukan kawin, Cha. Tapi, nikah."
Seperti mimpi di siang bolong, Nusaiba tak pernah membayangkan dirinya akan menikah di usia muda. Kala itu ia baru saja terbangun dari tidur siangnya yang panjang. Saat hendak streaming menonton drama Korea, ibunya masuk dan memberi kabar mengejutkan itu padanya.
Tidak, tidak. Jika bisa, Nusaiba akan menolak pernikahan mendadak itu walau apa pun yang terjadi.
"Aaa ... Apa pun itu, Ucha tetep nggak mauuuu. Ucha nggak mau nikaaah. Ucha masih mau bbbbmmmhhh ..."
Ummi Zulaikha terpaksa membekap mulut putri bungsu beliau itu, khawatir para tetangga mendengar dan mulai bisik-bisik dengan tetangga lain. Untuk sementara ini, beliau akan merahasiakan perihal pernikahan Nusaiba pada tetangga di luar sana hingga tiba masanya nanti.
"Dengerin Ummi dulu, Sayang." Beralih dari membekap mulut Nusaiba, tangan Ummi menyentuh kedua pundak gadis 21 tahun tersebut lembut. Beliau ingin menjelaskan alasan beliau dan sang suami hendak menikahkan Nusaiba dalam waktu dekat ini dengan seorang pria yang telah melamarnya pada ayah gadis itu secara langsung. "Orang udah punya niat baik hendak melamar kamu jadi istri dan ibu bagi anaknya, masa ditolak? Dia datang langsung ke Abah, loh."
"Ummiiiii ... Ucha nggak mauuu. Dia yang niat lamar atau Abah yang nawarin Ucha buat dilamar? Hayo??" Nusaiba menatap sang Ummi dengan mata memicing, menuntut kejujuran.
"Ee ... Itu." Mata hitam Ummi bergerak ke kiri dan ke kanan, Nusaiba sangat tahu makna dari mimik muka Ummi seperti itu.
"Tuh, kan. Abah tuh yang suka nawar-nawarin anak gadisnya sama orang. Dikira Ucha ini sembako apa, pake ditawar-tawarin?" kesal anak itu. Tangannya berdekap di dada, lantas mendengus tak suka.
"Eh, eh. Dia anak yang baik, kok. Sopan dan ramah. Dia ini salah satu donatur tetap di Darul Ulum. Terkadang, beliau akan menyempatkan diri mengajari anak-anak Darul Ulum mengaji tanpa imbalan. Kurang apa coba?"
"Kurangnya, Ucha nggak kenal siapa dia. Ucha nggak mau nikah sekarang. Ucha masih muda, masih kuliah, masih pengen menikmati masa muda Ucha sama Yumna, Maisara, Zahra, dan Lidya. Ucha nggak mau, Mii ..."
"Ummi hanya menyampaikan pesan Abah-mu. Dan, Ummi juga setuju saat tau siapa dia. Kayaknya kamu juga pernah ketemu dia sesekali."
"Kapan? Di mana? Yang mana? Donatur yang mana satu? Ucha nggak tau, iiih. Ummi sama Abah jangan maksa Ucha, doong." Nusaiba atau dikenal akrab dengan nama Ucha tersebut meronta di kasurnya sendiri. Rambut yang seharian ini LDR-an dengan sisir tersebut tampak acak-acakan dan mengembang bak donat yang tengah dikukus.
"Zaid namanya. Kamu pernah liat, kok. Apa mau Ummi liatin fotonya?" Ummi siap mengeluarkan ponsel dalam saku tuniknya, tapi urung dilakukan ketika Nusaiba menolak tegas.
"Ucha nggak mauuuu. Titik," lalu menenggelamkan diri dalam selimut.
"Nggak mau apanya?"
Selimut itu kembali dibuka. Suara tegas sang ayah terdengar dan sosok beliau berdiri di muka pintu.
"Orangnya udah ada di sini," ucap beliau. "Zu, ayo buatin Zaid minuman."
"Oh? Iya, Bang." Ummi Zulaikha beranjak dari kasur Nusaiba. Sebelum keluar, beliau berkata pada Nusaiba, "Orangnya udah ada di depan. Ummi nggak nyuruh kamu keluar, tapi Abah sama Ummi nggak janji bakal menolak lamaran dari orang sebaik dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nusaiba (Tamat)
RomanceEvent Novelet Romance-Religi Batik Publisher. "Ternyata kamu nggak jujur soal statusmu saat hendak melamarku. Kamu adalah pendusta besar yang sembunyi dalam balutan baju koko." Nusaiba Nusyaibani Yusuf