BAB 2

18 2 1
                                    

"Lo kenal Bulan?" Deva menatap kedalam mata Dara.

Dara terdiam, ia memejamkan matanya "Ngapain lo tanya gue?"

Deva mengeluarkan handphone dari sakunya "Lo kenal?"

Dara kembali terdiam. Ia melepaskan genggaman tangan Deva dan segera pergi.

"Jawab gue Dara"

Dara berbalik "Terus kenapa?"

"Dia berharga buat gue"

"Kok bisa?"

Deva terdiam, ia mengepalkan tangannya "Dia berharga buat gue. Dan gue takut itu lo"

"Kenapa?"

"Karena gue suka sama lo"

Dara tertawa sinis "Ngga jelas"

"Gue serius Dara"

"Gue ngga kenal, dan itu bukan gue. Puas?"

Dara pergi, kembali memasang headset pada kedua telinganya.

"Siapa kak?" Derel turun dari tangga, memperhatikan perdebatan mereka.

"Dara"

"Kak Bulan?"

"Bukan" Deva menatap samar Derel dan kembali menatap Dara.

12:00
"Hey"

Dara menoleh, ia menaikan sebelah alisnya.

"Gue Davian"

Dara memutar bola matanya, "Ngga usah basa-basi"

Davian tersenyum, dan duduk di samping Dara.

"Gue ngga suruh lo duduk disini" Dara menatap Davian.

"Tapi ini kursi buat umum kan?"

Dara berdiri, "Gue belum selesai ngomong" Davian menahannya.

"Dia ngga nyaman" Deva datang, menggenggam tangan Dara.

"Lepasin. Ini bukan urusan lo" Dara menatap Deva dingin.

Ia pergi meninggalkan mereka berdua yang masih mematung.

"Lo kenal dia?" Davian membuka pembicaraan sembari melihat punggung Dara yang mulai menjauh.

"Lo kenal dia?" Deva menanyakan pertanyaan yang sama pada Davian.

Davian mengangguk kecil "Dia junior gue pas SMP"

Deva menatap Davian "Terus?"

"Kayanya seru, bongkar rahasia dia sekarang" Davian tersenyum licik pada Deva.

Deva mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia menggenggam erat kerah Davian "Kalau sampai lo ganggu kehidupan Dara, lo bakalan mati"

"Santai aja, kakak yang baik selalu jagain adiknya kan?" Davian pergi, sembari menepis tangan Deva dari kerahnya.

Gigi Deva menggertak "Maksud lo apa?!" Teriak Deva pada Davian.

"Jawab dasar brengsek!" Deva kembali berteriak, tapi tak ada respon dari Davian.

Ia menendang tong sampah di sampingnya, "Brengsek"
....

"Dara?" Ibu Dara mengetuk pintu kamar dengan hati-hati.

"Aku lagi ngga mau di ganggu"

"Ibu mau bicara sama kamu"

"Tapi aku lagi ngga mau di ganggu Bu!"

"Ini tentang ayah kamu"

Dara berjalan menuju pintu, membuka kunci, "langsung" ucapnya.

"Kita obrolin ini di ruang makan"

Dara membuntuti ibu dari belakang, ia duduk saling berhadapan.

"Ayah kamu bakalan pindah lagi"

Mata Dara membelalak, "Kapan?"

"Minggu depan"

Dara menghembuskan nafas kasar "Kita harus pindah lagi"

"Kali ini kita hadapi masalah kita Ra"

"Emangnya kenapa sih bu? Aku males ketemu dia" Dara berbicara dengan penuh penekanan.

"Kita udah terlalu sering menghindar. Kita hadapi sama-sama"

"Terserah. Aku ngga akan ikut campur. Toh, dia bukan ayah aku lagi" Dara berdiri, kembali mengunci pintunya.

Ibu Dara terdiam, menunduk, dan menatap harap pada mantan suaminya, ayah Dara, David.

Satu ikatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang