BAB 7

9 1 1
                                    

"Kita pacaran"

Dara terhentak, "Lo ngga waras?"

"Kita langgar janji kita bareng-bareng"

"Tapi gue ngga pernah umbar janji"

"Gue ngga peduli, kita pacaran"

"Lo itu gila ya?"

"Gue serius Dara. Kita pacaran"

"Pacaran itu ngga bisa sepihak"

"Makanya, ayo kita pacaran" Ucapan Deva penuh penekanan. Dara hanya terdiam, ia menatap Deva lurus.

"Oke" ucapnya singkat.

Deva tersenyum, "Saat waktunya tepat, kita bongkar semua rahasia yang kita punya"

Dara mengangguk ragu, "Rahasia?"

Deva mengangguk "Rahasia"

"Tapi,.."

"Ayo" Deva memegang tangan Dara, menuntunnya naik keatas motor.

"Lo mau culik gue?" Tanya Dara melihat Deva yang sedang sibuk.

Deva mengeluarkan secarik kertas beserta pulpen "Tulis tempat mana aja yang mau lo kunjungin"

"Hah?" Dara bingung, ia menatap wajah Deva.

"Gue ngga pernah pacaran. Ditambah waktu gue juga udah ngga banyak. Kita lakuin ini langsung" Deva memegang tangan Dara lembut.

"Langsung?"

Deva mengangguk, "Cepet tulis" Ucapnya seraya menaiki motor.

"Tapi,.."

"Ngga usah banyak komentar, tulis"

Dara terdiam, ia menggerakkan tangannya.

"Nih" Dara menyodorkan kertasnya pada Deva.

"Kita ke kafe dulu"

"Iya"

Hening.

Deva terdiam, begitupun juga Dara.

"Ini maksudnya?"

Dara turun, ia tersenyum, lalu mengangguk.

"Ayo masuk" Deva menggandeng tangan Dara.

"Ini tempat terakhir yang gu..."

"Aku" Ucap Deva memotong.

"Hah?"

"Kita kan pacaran"

Dara menghembuskan nafasnya "itu ngga penting"

Deva mengangguk samar, "yaudah, lanjutin"

"Ini tempat terakhir yang gue kunjungin bareng kak Bintang"

Deva terdiam, "Kak Bintang?"

"Kakak gue"

"Semua tempat ini?" Deva mengeluarkan secarik kertas yang tadi ditulis Dara.

"Iya"

"Kenapa harus sama gue?"

"Lo kaya kak Bintang"

"Karena Bintang ada disini" Deva memegang dadanya.

"Disini?" Dara celingak-celinguk.

"Dia disini" Deva menggenggam tangan Dara, ia tempelkan pada dadanya.

"Lo dengerkan?"

"Apa?"

"Detak jantung"

"Terus?"

"Dia disini"

Dara melepaskan tangannya, "mau pesan apa?" Tanyanya canggung.

"Minum aja, banyak tempat yang harus kita kunjungin"

"Mau hari ini sekaligus?"

"Kenapa ngga?"

Dara menghembuskan nafasnya "Lo bercanda"

"Mbak!" Deva mengangkat tangannya.

"Saya pesan capuccino 2"

"Baik, silahkan tunggu"

"Lo inget kan?"

"Apa?"

"Cita-cita gue"

Dara mengangguk.

"Gue mau bawa pulang dia. Gue cuman mau bilang, dia orang yang baik"

"Siapa?"

Deva kembali menyentuh dadanya.

"Jantung lo?"

"Suatu saat lo ngerti"

"Terserah"

"Eh, Deva"

Deva dan dara sontak menoleh.

"Hai!" Davian duduk disamping Deva.

"Memperingati hari terakhir kalian bertemu?"

Dara mengernyit "Maksud lo?"

"Ngga usah pura-pura bego lo. Inikan? Tempat terakhir lo ketemu dia" Davian menunjuk Deva.

"Kak Bintang maksud lo?"

"Siapa lagi?"

"Pergi" Ucap Deva tajam.

"Raina juga ada disini"

"Terus?" Ucapnya lagi.

"Kalian amnesia?"

"Raina. Pacar lo"

Dara menatap Deva "Maksudnya?"

Davian menggeleng "Dev, Dev. Miris gue liat lo"

"Kita pergi" Deva berdiri, menggenggam erat tangan Dara.

"Dara, Bulan"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Satu ikatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang