Bab 01

1.7K 239 78
                                    

Semak belukar, pilar alam nan rindang, dan aroma lembab menusuk indra penciuman semakin menambah kepeningan yang mendera kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semak belukar, pilar alam nan rindang, dan aroma lembab menusuk indra penciuman semakin menambah kepeningan yang mendera kepala. Sepasang manik jernih bak permata itu mengedar, kemudian ia berpikir bahwa tempat ini rasa-rasanya sama saja. Tumbuhan di mana-mana dan tak ada perbedaan antara satu dengan lainnya. Pemikiran buruk pun sempat melintas di kepala, bahwa ini adalah tempat angker yang dihuni makhluk-makhluk tak kasat mata.

Wang Yibo tidak tahu harus bagaimana sekarang. Pemuda berparas tampan dan berperawakan tinggi ramping itu sudah hampir seharian berjalan tak tentu arah. Tanpa senandung, tanpa raut keceriaan yang terpancar, kaki panjangnya terasa lelah. Letih juga menyiksa tubuh yang sudah tak memiliki banyak tenaga. Namun, ia sama sekali tidak dapat menemukan tempat yang cocok untuk mengistirahatkan diri. 

Hutan ini begitu luas dan lebat, hingga membuatnya tersesat jauh ke dalam tanpa bisa kembali lagi ke titik awal. Lebih sial lagi, ia terpisah dari rombongan dan beberapa barang yang dibutuhkannya ada pada mereka.

Sekali lagi kepalanya terangkat, sepasang manik hitam jernih itu menerawang hampa ke atas sana. Mendadak terlintas kembali kilasan memori sesaat sebelum ia dan rekan setimnya memasuki hutan.

Sebagai seorang mahasiswa, penelitian dan penjelajahan semacam ini sudah biasa dilakukan. Namun, ini adalah pertama kali ia masuk ke dalam sebuah hutan terlarang. Warga setempat sebenarnya telah memperingatkan akan hal ini, bahwa siapa pun yang nekat masuk ke dalam hutan salah satunya tidak akan kembali. 

Pada dasarnya memang jiwa muda para mahasiswa ini tengah bergelora, mereka pun tak mengindahkan peringatan tersebut. Menganggap remeh aturan yang diterapkan penduduk setempat selama turun temurun.

"Ah, yang seperti itu hanyalah dongeng." 

"Warga hanya menakut-nakuti kita supaya tak ada yang menjelajah ke dalam. Sudahlah, abaikan saja." 

"Benar. Tidak akan terjadi apa-apa, tenang saja." 

"Ayo! Kita berangkat sekarang."

Rasa ragu sebenarnya mulai menelusup dan menggerogoti hati Wang Yibo. Di saat teman-temannya bersikap santai dan acuh tak acuh, di kepalanya justru terngiang kata-kata penuh makna tersebut yang diucapkan seorang kakek tua aneh, berpenampilan lusuh dan mengenakan tudung anyaman yang sudah tak layak pakai.

"Anak muda, saat senandung kematian menyambut, senar dawai telah dipetik dan alunan nada memikat menghampiri. Butakan matamu, tulikan pendengaranmu, bisukan mulutmu. Apabila diperlukan, lumpuhkan hatimu, maka dia tidak akan bisa membawamu. Tidak bisa meraihmu."

"Bicara apa dia?! Aneh." 

"Benar! Hahaha!" 

"Kakek tua, masuklah ke dalam gubuk reyotmu dan beristirahatlah. Tidak perlu mengurusi kami."

Beautiful Chaos [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang