Part 1

52 2 4
                                    

Jungkook mengabaikan makan siangnya sementara piring di depannya hampir kosong.

Song Seya lebih menarik dari pada daging steak dipiringnya meskipun itu adalah makanan favoritnya.

Ini adalah tahun ketiga hubungan mereka.

Pertemuan yang tidak disengaja itu membuat jantungnya berdegup kencang dan jatuh hati untuk pertama kalinya pada seorang wanita. Ya, Song Seya adalah cinta pertamanya dan akan menjadi wanita terakhir untuknya, harapnya begitu.

Jungkook belum berniat menyalakan mesin mobilnya, saat itu pukul sebelas malam dan belum terlihat tanda-tanda hujan akan berhenti.

Memikirkan perkataan teman-teman kantornya siang tadi yang membahas tentang pernikahan, beberapa dari mereka juga menyindir Jungkook yang belum juga menemukan pujaan hati. Meskipun itu hanya berupa candaan tapi ia juga ingin memiliki rumah tangga seperti yang lainnya.

Lamunannya buyar ketika seorang gadis tersandung beberapa meter di depan mobilnya, kertas-kertas berhamburan di mana-mana dan satu diantaranya menempel di kaca depan mobil Jungkook.

Lantas Jungkook langsung keluar dari mobilnya, menghampiri gadis itu dan membantunya mengumpulkan kertas-kertas.

"Bagaimana ini?"

Jungkook berhenti sejenak, ia melihat ke arah gadis itu.

Jungkook dapat menangkap kekhawatiran pada ekspresi gadis itu, suaranya terdengar seperti cicitan dan gadis itu terisak.

Setelah semua kertas terkumpul Jungkook membawa gadis itu ke dalam mobilnya, mereka duduk bersama di kursi belakang.

"Bagaimana ini? Aku bisa mati."

Jungkook merasa iba pada gadis itu. Lalu, ia mencoba berbicara padanya.

"Kau mengambil jurusan desainer?"

Gadis itu mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya pada kertas-kertas ditangannya yang sudah basah dan kotor oleh lumpur.

"Minggu depan harus dikumpulkan, jika tidak aku akan mengulang semester." Lanjutnya.

Beberapa detik setelahnya suara tangisan terdengar di dalam mobil beserta isakan.

Jungkook melihat gadis itu yang tak jauh berbeda dengan keadaannya saat itu. Basah.

"Aku bisa membantumu."

Seperti secercah cahaya. Perkataan Jungkook membawa harapan bagi Song Seya. Gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap Jungkook.

"Sungguh?"

Jungkook terdiam, ia tidak tahu kenapa dadanya terasa sesak, jantungnya pun semakin memompa cepat, dan ia kesulitan bernapas. Pasang mata hitam-kecoklatan itu, wajah polos, serta bibir mungil yang membuatnya menanamkan bibit bunga di dalam hatinya.

"Sungguh kau akan membantuku?"

Suara itu membangunkan Jungkook dari lamunannya.

"Iya, aku akan membantumu." Kata Jungkook tersenyum.

Hati Jungkook merasa lega saat melihat mata gadis itu berbinar menatapnya.

"Sekarang aku akan mengantarmu pulang dan berikan kertas-kertas itu padaku."

Seya memindahtangankan semua kertas itu kepada Jungkook.

"Aku Jeon Jungkook." Sedikit kaku saat Jungkook mengulurkan tangannya pada Seya, bersalaman menjadi sebuah kebiasaan Jungkook ketika bertemu dengan clien.

Saat Jungkook hendak mengulurkan tangannya kembali gadis itu membalas tangannya.

"Song Seya."

Debaran jantungnya semakin kuat saat melihat tatapan dan senyuman gadis itu.

"Baik, Nona Song. Aku butuh nomer teleponmu, jika sudah selesai aku akan menghubungimu."

Seya mengangguk lalu memberikan nomer ponselnya.

"Uh? Kenapa tidak makan? Tidak lapar?"

Jungkook bergerak di kursinya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.

Tangannya menggeser benda berbentuk kubus kecil berbahan beludru berwarna hitam ke arah Seya.

"Menikahlah denganku, Nona Song." Jungkook menyebut Seya dengan panggilan lama.

Tak seperti yang Jungkook harapkan. Seya menghembuskan napasnya.

"Kita sudah membahas ini sebelumnya, Jung. Aku belum siap."

Jungkook menatap nanar ke arah kekasihnya.

"Aku harus menyelesaikan kuliahku, bekerja, dan membangun butikku sendiri. Aku juga ingin merasakan bagaimana mengerjakan sesuatu yang aku cintai."

"Tapi usiaku sudah kepala tiga."

Seya terdiam, kepalanya sedikit ditundukan.

"Aku memimpikan berumah tangga denganmu, punya keluarga kecil dan seorang bayi. Bukan hanya kau yang punya mimpi, aku pun punya mimpi yang ingin sekali kulakukan."

Seya mengangkat kepalanya dan menatap Jungkook sesaat.

"Maafkan aku, Jung."

Kursi di depannya kini telah kosong setelah kepergian Seya beberapa detik lalu.

Kursi di depannya kini telah kosong setelah kepergian Seya beberapa detik lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continue.

Another ComingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang