Hari Sakral

913 44 5
                                    

Ayu termenung menatap kebaya putih tulang, berhiaskan mutiara indah juga batu mulia. Kebaya yang mahal pastinya, Beni tak pernah bicara apa pun tentang rencana persiapan mereka hari ini. Lebih tepatnya Ayu tak pernah dilibatkan, tapi Ayu bisa apa?

Gadis itu duduk di bibir ranjang, ketika seorang wanita yang terlihat usianya lebih tua dari dirinya. Masuk ke kamar dan mulai menata alat make up di atas meja rias. Beberapa kali wanita itu melirik Ayu.

"Silakan ganti baju, Mbak. Karena sepertinya pertempuran kita akan memakan waktu minimal dua jam."

Senyum terukir di bibir wanita itu. Ayu hanya membalas dengan senyuman datar tanpa ekspresi. Sesaat gadis itu menghela napas berat, hari ini kehidupannya akan berubah drastis. Tidak, sejak ia masuk ke rumah ini semuanya berubah. Apalagi nanti pasca Beni mengucapkan ikrar atas dirinya.

Dengan langkah berat Ayu segera mengganti bajunya. Kebaya itu melekat sempurna di tubuhnya.

"Wah, Pak Beni memang sejak dulu pandai menjaga penampilan pasangannya."

Wanita itu begitu kagum melihat Ayu, jelas terlihat dari pancaran matanya. Bahkan ia sempat memutari tubuh Ayu dua kali, memastikan ia tak perlu menyematkan peniti tambahan di kebaya yang Ayu kenakan.

"Ayo duduk, Mbak. Kita akan mulai dengan base make up, ya. Pak Beni sepertinya sudah tidak sabar," ucap wanita itu seraya menuntun Ayu menghampiri meja rias.

"Mbak sudah lama mengenal Beni?" tanya Ayu saat wanita itu mulai mengoleskan foundation di wajahnya.

"Kenal akrab sih enggak, Mbak. Beberapa job saya dapat dari beliau," jawab wanita bernama Silvia itu ramah.

Pembicaraan mereka mengalir santai, Ayu merasa nyaman berbincang dengan Silvia. Sapuan kuas ajaib milik Silvia makin membuat wajah Ayu memesona, berulang kali Ayu menatap cermin. Gadis itu bahkan mengagumi wajahnya sendiri.

'Ternyata aku bisa secantik ini,' katanya dalam hati.

Dua jam berlalu, bulu mata dan softlens sudah Ayu kenakan. Warna Irish matanya menjadi abu-abu, cantik. Kebaya yang ia kenakan tampak sangat mewah, lagi-lagi gadis itu hanya bisa memandang dengan takjub.

Assisten rumah tangga Beni tampak anggun dengan kebaya berwarna senada dengan yang dikenakan Ayu. Rupanya mereka bertugas sebagai pagar ayu. Pintu kamar terbuka lebar saat Beni melangkah dengan tegap menghampiri Ayu. Pria itu menatap gadis belia nan anggun dengan setengah tak percaya.

"Kamu cantik," bisiknya seraya mengusap pipi ranum milik Ayu.

"Jangan dipuji sekarang, Ben! Ntar luntur make up-nya," celetuk Silvia. Gelak tawa terdengar riuh memenuhi semarak kamar Ayu, gadis itu hanya bisa tersipu malu.

"Sudah siap jadi istri Beni?" tanya Beni seraya menggamit lengan Ayu dan membimbing menuju pintu.

Siapa pun yang melihat mereka pasti setuju, jika mereka adalah pasangan yang serasi. Para tamu undangan menatap keduanya dengan lekat, decak kagum juga meluncur dari bibir para tamu. Ayu berubah menjadi angsa yang anggun dan penuh pesona.

Hanya ada satu orang yang tak menyukai acara ini, dialah Monica. Wanita itu mengenakan gaun berwana gold dengan belahan dada yang sangat rendah. Seksi dan membuat siapa saja tergoda. Gelas kristal di tangannya di genggam erat, giginya terkatup menahan gejolak cemburu.

'ini kedua kalinya aku melihatmu menikah, Beni. Kejam,' rutuknya dalam hati.

Mungkin tak ada yang tahu tentang perasaan Monica, hingga semua fokus pada prosesi pernikahan. Akad pundi langsungkan dan dilafazkan dengan lantang oleh Beni. Tepuk tangan para tamu undangan menandakan bahwa mereka telah sah menjadi suami istri.

Bara Dalam PelukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang