Bagian 3

2 0 0
                                    

DIK...DIK... bangun, kita sudah sampai di terminal." sebuah suara seorang lelaki paruh baya yang ku kenal sebagai sopir dari bus yang kutumpangi.

Aku terenyum seraya memohon maaf. Aku berusaha mengembalikan kesadaranku, ternyata tinggal aku seorang diri yang berada di dalam bus.

"Kita sudah sampai, pak? penumpang yang lain sudah turun?" Tanyaku meyakinkan. Pak sopir hanya mengangguk.

"Hmm...kalau pemuda yang duduk di sampingku, apakah dia juga baru saja turun?" Tanyaku lagi dengan harapan aku masih bisa bertemu dengan Kak Ichsan. Setidaknya aku bisa mengucapkan beberapa kalimat, walaupun itu sekadar untuk pamit saja.

"Oh. Iya dik. Kalau pemuda yang duduk di sampingmu, itu sudah turun sejak tadi, kira-kira di sekitar perbatasan Gowa- Makassar, katanya dia buru-buru dan kebetulan ada teman yang menjemput." Jawab Pak sopir menjelaskan dan kemudian berlalu meninggalkanku.

Aku hanya mengangguk seraya tersenyum walaupun terbersit rasa kecewa karena tidak sempat bertemu untuk terakhir kalinya dengan kak Ichsan.

Ketika aku beranjak, tanpa sengaja secarik kertas terjatuh dari pangkuanku, teryata sebuah pesan dari Kak Ichsan.

Dik Nur, maaf kalau tak sempat pamit. Kakak tak tega mengganggu tidurmu. Kakak sangat bersyukur bisa bertemu denganmu walau hanya sesaat saja. Kakak berharap suatu hari nanti kita bisa bertemu dan bisa saling sapa serta membicarakan banyak hal lagi. Terima kasih atas semuanya. Kumohon hubungi Kakak di nomor ini. 082******511
Salam dariku. Ichsan.

Aku tersenyum setelah membaca tulisan tangan kak Ichsan. "Bukan hanya kak Ichsan yang bersyukur, aku pun turut bersyukur atas pertemuan singkat yang menggemaskan ini kak." gumamku dalam hati seraya beranjak menemui Pak Sopir.

Aku merogoh tas tanganku hendak mengambil uang dalam dompet. Aku sangat terkejut karena dompet dalam tasku hilang.

Aku mulai panik. Astagfirullah, aku juga baru sadar kalau gelang emas di pergelangan tanganku dan cincin permata di jariku juga raib.

"Bagaimana ini? Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang melakukan semua ini padaku?"

Berbagai pertanyaan berlalulalang di benakku.
"Apakah Kak Ichsan? tapi tidak mungkin ia melakukan hal serendah itu, dia orang baik."

Aku menarik nafas pelan seraya menenangkan diri.
"Tapi dia satu-satunya orang yang dekat denganku selama di perjalanan, kalau bukan dia, siapa lagi? Dia kemungkinan besar pelakunya." Aku mendengus kesal.

Aku tak menyangka Kak Ichsan melakukan itu padaku. Ternyata kebaikan yang dia tunjukkan padaku hanya untuk mengelabuiku. Seharusnya sejak awal aku tak boleh begitu percaya padanya.

Terbukti dia turun lebih awal dari bus agar niat jahatnya tak diketahui olehku.

Segera kutemui Pak sopir untuk meminjam ponsel agar dapat menghubungi Kak Ichsan.

Tiga panggilan tak dijawab olehnya. Apakah dia sengaja? Aku tak putus asa, kembali aku menghubungi Kak Ichsan.

"Halo, dengan siapa?" Tanya seorang pemuda di seberang sana. Aku yakin itu kak Ichsan, aku masih ingat suaranya.

"Ini dengan Nur" jawabku dengan suara kesal.

"Ada apa Dik? Adik sudah terima pesan kakak yah? Kakak minta ma...." Ucapnya terputus karena aku langsung menyela.

"Kenapa kakak melakukan semua ini padaku? Kupikir kakak orang baik, berpendidikan, sopan dan ramah pada orang lain, ternyata semua itu bohong. Kakak tak lebih dari seekor serigala berbulu domba. Kakak munafik." Umpatku.

"Kakak tak mengerti dengan apa yang adik katakan." Kilahnya.

"Jangan sok tak mengerti, kakak pura-pura baik untuk menipuku, sebenarnya kakak mengincar uang dan perhiasaanku kan?" Ujarku dengan nada sinis dan kasar.

"Adik salah sangka, kakak bisa jelaskan semuanya." Ucapnya.

"Tak ada yang perlu dijelaskan. Aku menyesal bertemu dan mengenal kakak." Ucapku seraya menutup telepon.

Setelah mengembalikan ponsel milik Pak Sopir, aku bergegas melanjutkan perjalananku menuju indekos tempat aku tinggal selama ini. Namun sebelum itu, kuraih dan kupandang secarik kertas dari kak Ichsan. Darahku kembali mendidih. Ku remas kertas itu dan membungnya ke tong sampah. Aku tak peduli, aku sangat kecewa.

***



Kau Yang Tak Sempat KusapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang