Oh God, is that You?

68 15 54
                                    

Kuseka peluh yang menetes membasahi dahi seraya menatap hidangan yang kini telah siap dihidangkan untuk makan malam. Semua tampak sempurna. Bulgogi, kimchi, dan miyeok guk, dilengkapi dengan hwachae yang segar menawan hati. Ah, aku yakin dia pasti menyukainya. Selengkung senyum tersungging manis menghias bibir kecilku.

Baiklah, sekarang saatnya membersihkan diri dan menunggu suamiku pulang, batinku. Di hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama ini, aku ingin semuanya istimewa. Bahkan masakan yang biasanya disediakan oleh koki pribadi kami, kini kupersiapkan sendiri. Ia hanya membantu dan memberikan beberapa saran saja.

Usai mandi dan mematut diri, aku duduk sejenak melepas lelah di tepi kasur. Kuelus perutku yang kian membuncit karena kini kehamilanku sudah memasuki trimester ketiga. "Halo sayang, lagi apa di sana? Mama uda kangen kamu. Pengen cepat2 ketemu deh," bisikku pada sang janin.

Sejenak kemudian, kuraih teleponku yg berdering nyaring. "Ssh ... tenang ya sayang," ujarku kepada si bayi yang heboh menendang-nendang. Sepertinya dia ikut menikmati bunyi ringtone-ku yang memang asyik buat bergoyang.

Layar ponselku menampilkan nama suamiku di seberang sana.

"Halo? Uda mau pulang kan?" jawabku ceria.

"Maaf, Yoona, aku terlambat. Ada yang masih harus kuselesaikan. Kamu makan duluan ya. Ntar si dedek kelaperan."

"Ooh ...," sahutku pelan. Aku yakin ia bisa menangkap riak kekecewaan hatiku yang tersirat lamur dalam balutan nada. "Ya sudah, aku tunggu ya. Jangan lama-lama," sahutku seraya mematikan sambungan telepon.

Mendadak mood-ku berubah drastis. Awan mendung seolah menaungi relung jiwaku yang sepi. Sudah beberapa minggu ini, Mae Jung sering pulang terlambat. Suamiku itu selalu beralasan masih ada urusan yang harus diselesaikan. Aku pun berusaha percaya, tetapi insting wanitaku tak sanggup berkompromi semudah itu. Aku merasa seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan.

Saat itu juga, aku memutuskan untuk mengirimkan chat pada Suzy, sahabatku yang saat ini sedang ada dalam satu proyek film yang sama dengan suamiku. "Mae Jung bilang pulang telat karena masih ada kerjaan. Bener gak sih?"

Suzy tak memerlukan waktu yang lama untuk menjawab. "Oh ya? Dia uda pergi dari jam lima tadi."

Detik itu juga, jantungku seolah melompat hendak keluar. Denyutnya terasa meningkat hingga level yang belum pernah kurasakan. Kepalaku panas dan telingaku seperti berdengung. Dengan tangan gemetar, aku mengetik chat balasan untuk Suzy. "Tolong bantu aku mencari tahu ke mana perginya. Dia belum pulang sampai sekarang."

Bersamaan dengan terkirimnya chat itu, tubuhku terasa kosong. Apakah kecurigaanku benar? Betapa pun kerasnya usahaku untuk mengusir pikiran-pikiran negatif dari benakku, bayangan mengerikan bahwa suamiku selingkuh terus menerus menghantui. Meski perutku lapar, nafsu makanku kini hilang tertelan gejolak jiwa yang tak tenang.

Dengan berat hati, akhirnya kupaksakan diri untuk makan, setidaknya demi sang janin. Lauk yang tadinya kucecap begitu lezat, mendadak kini terasa hambar. Dengan susah payah, kupaksa makanan itu melewati kerongkonganku yang kering.

Usai makan, aku mendapati sebuah pesan dari Suzy. Dengan jemari yang gemetar, kuberanikan diri untuk membukanya. "Aku belum mendapatkan informasi apa pun mengenai Mae Jung. Besok akan kucoba lagi."

Aku mengembuskan napas panjang seraya mendudukkan diri di sofa. Kunyalakan TV layar lebar di hadapanku, untuk setidaknya menikmati hiburan ala kadarnya. Drama remaja yang tertampil di sana mengingatkanku pada masa beberapa bulan yang lalu, kala aku masih aktif sebagai artis dan bintang iklan. Sebagai seorang Im Yoona, namaku memang sudah tenar di dunia entertainment. Saat ini, aku memutuskan untuk tidak mengambil job apa pun, mengingat kehamilanku yang sempat bermasalah.

Coretan Gado-GadoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang