Assalamualaikum
Selamat membaca ♥️
***
Begitu banyak tanda tanya yang bersarang di kepala.***
"Lan, lo balik ke kelas aja," ucap Camel, ia memegang tangan Ulani menyakinkan bahwa dirinya sudah membaik.
"Lo juga Del." Della menggeleng. "Gak."
"Lan, bener kata Camel. Lo banyak ketinggalan pelajaran, jadi sekarang lo masuk kelas aja. Biar gue yang nemenin Camel. Oke?"
Ulani menatap Della dan Camel secara bergantian. Benar juga. Ia murid baru, dia banyak ketinggalan pelajaran maka dari itu ia harus mencicilnya. Tapi Ulani juga tidak rela meninggalkan Camel.
Ulani menarik nafasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Berfikir sejenak.
"Oke. Gue masuk ke kelas. Tapi Del lo harus kabarin keadaan Mel, ya."
Della mengangguk.
"Gue balik ke kelas ya, Mel. Jangan banyak. pikiran." Ulani mengusap kepala Camel. Camel tersenyum.
Ulani menepuk pundak Della dan keluar dari UKS. Dia menutup pintu perlahan-lahan.
Sambil berjalan Ulani memikirkan kejadian hari ini. Ucapan Arvian begitu kejam. Ulani tidak percaya. Ulani merasa Arvian melakukan itu seolah-olah meluapkan perasaannya. Menurut Ulani, Arvian tipikal orang yang menjaga hati seseorang bukan menyakitinya.
Ulani melihat kearah jendela kelasnya. Arvian sedang menulis di bangkunya dengan serius. Pelajaran sudah dimulai sejak tiga puluh menit yang lalu. Ulani masih melihat Arvian sampai Arvian melirik kearahnya. Ulani gelagapan. Ia menundukkan kepalanya.
Aduh! Detak jantungnya dua kali lebih cepat. Ulani kayak kepergok ngambil bunga janda bolong!
Ulani menetralkan detak jantungnya. Ulani mengetuk pintu. Guru yang sedang mengajar menengok kearah pintu. Ulani tersenyum. "Assalamualaikum, pak. Maaf saya terlambat."
Pak Dika—Guru B. Jerman menghampiri Ulani.
"Waalaikumsalam, kenapa kamu terlambat?" tanya Pak Dika.
"Saya habis dari UKS. Saya mengantar teman saya yang sedang sakit," jawab Ulani.
Pak Dika mengangguk lalu menyuruh Ulani untuk masuk. Ulani mengangguk dan berterimakasih terlebih dahulu sebelum duduk di bangkunya. Ulani mengeluarkan buku dan peralatan tulis. Sebelum mencatat, Ulani melirik Arvian sebentar lalu menulis tulisan di papan tulis.
***
Camel masih terbaring di kasur UKS. Ia memiringkan tubuhnya membelakangi Della. Kata-kata Arvian masih terngiang di kepalanya. Begitu sakit. Air mata Camel jatuh kembali, ia cepat-cepat menghapusnya. Tidak mau mengkhawatirkan Ulani dan Della.
Suara pintu berderit terbuka, menampakkan Ulani yang membawa makanan untuk Della dan Camel. Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Ulani meletakkan makanan dan minuman di atas nakas.
"Mel, Del, kalian makan dulu." ujar Ulani, ia menyerahkan batagor pada Della dan sebotol air putih tentunya.
"Makasih, Lan," kata Della.