06. Thank You Ulani

186 21 9
                                    

Assalamualaikum, selamat membaca♥️👑

***
Bilang sebelum pergi, agar orang-orang di dekatmu tidak khawatir.

***

Motor ninja berwarna putih berhenti di sebuah gedung tinggi-tempat orang yang sedang melawan rasa sakitnya. Rumah sakit Aurora. Ulani turun dari motor, ia melepaskan helm dan menyerahkan pada lelaki ber-hoodie hitam tersebut.

Ulani menatap gedung tersebut heran. Kenapa dia di bawa kesini? Mungkin ada keluarga lelaki ini yang sedang sakit. Pikir Ulani.

"Ayo." ajak lelaki tersebut. Ulani mengangguk dan membututi nya dari belakang.

Mereka masuk kedalam Rumah sakit Aurora yang terkenal di Bandung. Ulani dapat mencium aroma obat yang sangat khas dengan Rumah sakit. Mereka berdua naik kedalam lift.

Setelah lift berhenti dan pintu terbuka, mereka sudah sampai di lantai tiga. Langkah mereka terhenti di sebuah kamar rawat no dua ratus lima. Lelaki tersebut membuka pintu kamar tersebut. Ulani langsung disuguhkan dengan seorang paruh baya kira-kira berumur lima puluh tahun yang terbaring lemah dengan selang-selang yang menempel di tubuhnya.

Ulani tidak beranjak dari ambang pintu, ia menatap sedih. Bagaimana tidak? Ia takut jika yang terbaring di kasur rawat itu adalah ayahnya. Ulani pasti hancur. Dia tidak sanggup melihat ayahnya seperti itu apalagi kehilangannya.

Semua orang memang takut kehilangan orang yang mereka cintai.

Tapi Ulani berharap semua pikirannya itu tidak terjadi dan semoga paman itu segera sembuh melawan sakitnya.

Lelaki itu menatap Ulani, sepertinya dia takut. Dia menghampiri Ulani dan mengajaknya masuk.

Mereka berdua berdiri di sebelah ranjang, Ulani melirik lelaki disampingnya yang menatap paman itu dengan tatapan sedih tapi dia berusaha tersenyum, menguatkan dirinya. Ulani pikir paman tersebut adalah ayahnya, karena mata dan hidung paman tersebut mirip dengan lelaki di sampingnya.

"Assalamualaikum, ayah. Alvian kembali lagi," kata Alvian dengan ceria.

Tidak ada jawaban.

Alvian menarik nafas dan menghembuskan nya. Ia tidak boleh rapuh, siapa yang akan menyemangati ayahnya nanti kalau bukan dirinya? Dia hidup berdua dengan ayahnya. Ibunya sudah meninggalkan Alvian saat dirinya masih bayi, untuk selamanya.

Alvian sangat bahagia walau tanpa ada ibu. Ayahnya sudah memberinya nafkah dan mengajari anaknya bak seorang ibu. Ayahnya sangat menjaganya dengan baik. Namun, ada kalanya ia ingin melihat senyum ibunya, ucapan marahnya saat Alvian bandel, pelukan hangat seorang ibu. Semua itu ingin Alvian dapatkan. Tapi takdir berkata lain.

Alvian harus tumbuh tanpa sang ibu. Alvian berharap ibunya tenang di sana dan ditempatkan di sisi-Nya. Aamiin.

"Gimana kabar ayah?" tanya Alvian lagi.

"Ayah cepet bangun dari mimpinya. Alvian udah kangen banget main bola bareng! Oh iya, Alvian datang kesini gak sendiri, lho! Bawa mantu eh temen, hehe."

Ulani tersenyum. "Nih, namanya..." ucap Alvian sambil melirik Ulani.

"Eh, iya kita belum kenalan! Alamak kenapa bisa lupa, sih?!" Ia merasa bodoh, kenapa bisa-bisanya ia lupa. Kalau ayahnya tahu dia pasti mendapatkan ejekan.

Thank You Ulani {Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang