|GNR 3|

18.4K 1.4K 122
                                    

Adimas tidak mendapatkan tiket penerbangan dalam waktu dekat ini. Ia menjadi uring-uringan dan tidak fokus saat bekerja karena terus memikirkan cara agar Riana bisa pulang. Ia takut jika pandemi ini menyebabkan Riana sulit pulang ditambah dengan keadaan hamil muda.

"Kemungkinan aku gak bisa pulang Ramadhan kali ini ya, mas?"

"Bisa sayang..." sahut Adimas selembut mungkin agar Riana tidak khawatir berlebihan. Ia mencoba memberikan energi positif untuk Riana yang sedang mengandung.

Riana memiringkan posisi badannya ke kanan sebelum Adimas mengomelinya karena tidur telentang terlalu lama, "Mas tau kan HPL aku jatuh bulan Agustus ini?"

"Iya sayang."

"Tapi kalo virus ini menyebar dan semakin parah gimana?" nada suara Riana mulai terdengar putus asa. Ia sangat menantikan libur panjang di bulan Ramadhan yang jatuh bulan depan nanti. Ia sangat rindu tidur memeluk Adimas, makan satu meja dengan Adimas, dan memeluk Adimas di rumah mereka di Jakarta. Selama hamil Riana selalu merasa iri melihat wanita hamil lainnya yang bisa bermanja-manja dengan suaminya selama hamil. Sementara ia di Jepang terpaksa kemana-mana harus sendirian, ditambah dengan keadaan Mamanya saat ini. Ia belum memberitahu Adimas soal itu.

Adimas memandang wajah Riana yang tampak mengantuk dan lesu. Adimas pun bingung harus mengucapkan kalimat apalagi agar hati istrinya lebih tenang, sementara hatinya sendiri juga butuh ditenangkan.

Hening.

Adimas mengusap leher belakangnya pelan, sedang mencari ide pembahasan. “Eee…Riana sudah makan?”

Astaga, kenapa malah pertanyaan itu yang keluar dari mulutnya? Pembahasan soal sudah makan atau belum seperti gaya pacaran anak SMP.

“Eee…makan apa aja hari ini?" Yasudah lah, Adimas lanjutkan saja, nanti juga pembahasannya akan mengalir. Semoga saja Riana tidak menjawabnya dengan singkat.

Riana mengangguk lemah namun tetap menjawab, "Tadi pagi mama bikin salad sayur tapi aku gak nafsu jadi cuma habis setengah. Siangnya aku makan roti pake mentega dan gula, lagi ngidam itu. Dan makan malamnya mama masakin aku nasi goreng salmon. Tau gak mas,” Riana mendesah pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. Saat Riana melakukan itu, membuat pupil mata Adimas sedikit membesar. Seketika pikiran kotor merasukinya namun ia berhasil mengontrol itu.

“Ah..akhir-akhir ini aku lagi suka banget makan buah Strowberry, mas. Gak tau juga deh kenapa. Strowberry di sini manis mas, aku lebih suka strowberry yang asem kaya di Jakarta.”

Adimas mengangguk, “Mau mas kirimin strowberry?”

Riana menarik rambutnya ke belakang memperlihatkan bahunya yang terekspos karena saat ini ia memang memakai baju tidur dengan tali sekecil spageti dan kerah yang lebar sehingga Adimas bisa melihat belahan payudaranya. Ia tidak dengan sengaja melakukannya, semenjak hamil Riana memang jadi suka tampil centil. Hanya saja Adimas masih kaget, meskipun kalo boleh jujur ia sangat menikmati itu.

“Mas?”

“Ha? Oh”

“Kok melamun?” tegur Riana.

Adimas memperbaiki duduknya agar lebih tegap bukan bersender dan mengigit bibir bawah seperti tadi. Duh, Riana sadar tidak ya jika barusan ia seperti itu.

“Mas sendiri makan apa hari ini? Kasian banget suami aku harus urus dirinya sendiri di Jakarta,” ucap Riana dengan nada manja.

Argh! Bisa tidak sih Riana berhenti melakukan gestur atau suara yang….merusak pikiran Adimas malam ini.

"Kalo mas hari ini seperti biasa sarapan roti gandum pakai alpukat, nanti kamu harus coba pasti suka. Sebelum berangkat ke RS mas kaya biasa beli americano tapi akhirnya diminum sama Dokter Jo. Terus tadi siang makan chicken cordon blue gitu pake salad, tapi mas lebih suka buatan Riana sih."

Good Night, Riana!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang