Zang Crème menjelang akhir pekan merupakan titik puncak keramaian penggemar gelato. Tak ada yang menafikan kelezatan gelato-gelato khas Italia buatan Oma, berbeda dengan ice cream pada umumnya. Oma sendiri yang memastikan segala proses pembuatannya mendekati kesempurnaan rasa. Di dapur pembuatan Zang Crème mata Oma tak lepas menikmati putaran mesin pembuat gelato. Tak boleh terlalu cepat, harus lebih lambat dari membuat ice cream ala Amerika. Ini penting untuk menghasilkan kandungan udara di dalam gelato yang rendah, sehingga membuat tekstur gelato lebih padat, sehingga gelato lebih kaya rasa. Harapannya gelato akan lebih lembut dan creamy saat mendarat pada lidah penggemar Zang Crème. Sambil menunggu proses penggilingan adonan, Oma tak lantas berdiam diri, ia langsung bergegas membantu ke bagian depan, serta menyampaikan keramahan Zang Crème, apalagi di tengah ramainya pelanggan seperti saat ini.
“Sedari pagi ramai ya, Oma” ujar Arya.
Arya seorang pria yang mendedikasikan dirinya menjadi pegawai Zang Crème teladan, Ia satu-satu orang yang dipercaya Oma selain cucunya—Gustav.
Gustav menatap ke arah Arya. “Sejak kapan Zang Crème pernah sepi,” Gustav sedikit jumawa, “apalagi ada pria tampan macam aku.”
Oma menjawab pernyataan Arya. “congkak sekali cucu Oma satu ini,” Oma menatap cucunya yang sudah terlalu membanggakan dirinya sendiri. Namun ada hal yang menggelitiknya. “Cucu Oma yang satu ini memang tampan, tapi sayang……..” Oma menahan kalimatnya.
“Tak laku di malam minggu,” sahut Arya dari belakang.
“Aryaaa, berani benar kau sekarang” ujar Gustav sambil menuju Arya dan membenturkan baskom.
“Aduh mas, gitu aja marah,” Arya memegangi kepalanya.
Oma menepuk lengan Gustav. “Tak usahlah kau marahi Arya, buat Oma dia manusia paling jujur di Zang Crème,” Oma membela Arya. “Setidaknya tak seperti cucu Oma yang tak jujur dengan perasaannya terhadap Kania.”
Walaupun setua ini Oma memang belum rabun, ia bahkan masih bisa melihat sebuah sikap bodoh pemuda yang tak lain cucunya sendiri. Gustav memang sampai saat ini belum berani mengungkapkan perasaannya pada sahabatnya sendiri, setidaknya sejak pertemuan pertama dengan Kania di halte tiga tahun lalu.
Gustav pun menoleh ke arah kalender di sebelahnya membuat adonan es. “Benar, hari ini tepat malam minggu, honestly, I never really understood the glorification of saturday night.” Entah sudah berapa minggu yang ia lewati begitu saja di Zang Crème. Awalnya mungkin perasaannya biasa saja menghadapi malam spesial bagi para muda-mudi Jakarta ini. Namun setelah kejujuran Arya yang bersekongkol dengan Oma, Gustav sadar ia sudah terlalu lama sendiri.
"Tapi ya sudahlah, When you begin to worry, go find something to do. Get busy being a blessing kan, nanti juga seperti malam-malam minggu sebelumnya, lewat begitu saja," gumam Gustav dalam hati menghibur diri sendiri.
“Kenapa cucu Oma tak seperti muda-mudi pada umumnya, ya.” Oma agak memberi penekanan pada kalimatnya “Cucu Oma normal, kan…….
Gustav memotong pembicaraan. “eits, sebentar, mengarah ke mana ini kalimat Oma?”
“Tidak, Oma hanya berpikir apa yang membuat cucu Oma tak mampu bilang Cinta kepada Kania.” Oma mengalunkan kalimatnya tepat seperti sedang membacakan infotaintment yang ia tonton di siang hari.
Gustav sadar Oma tahu perasaannya terhadap Kania. Namun persahabatan yang mereka jalin sudah terlalu lama, kadang Gustav mencintai Kania sebegitu sangat, namun terkadang Kania hanya bisa dimiliki sebagai seorang sahabat. Gustav sendiri belum yakin belum dengan perasaannya. Ah, alasan paling tepat ia takut ditolak sahabatnya sendiri.
“Kania….kenapa harus Kania?” Gustav berusaha tak terlihat kalah dengan tekanan Oma agar ia mengakui perasaannya.
Oma menengadahkan kedua telapak tangannya dan membuat kedua pundaknya ikut terangkat. “Entahlah, yang bisa menjawab tentu saja hatimu sendiri,” Oma membalikkan pertanyaan Gustav.
Bunyi lonceng dekat pintu berdencang. Bunyi lonceng tersebut seakan jadi penanda kalau baru saja ada pencinta gelato yang berkunjung ke Zang Crème
“Hai Oma,” sapa Kania berjalan menghampiri Oma yang berada dekat kasir.
“Panjang umur kau Kania, baru saja Gustav membicarakanmu.” Oma berbicara agak keras.
“Hah...” Gustav tak terima mendengar apa yang disampaikan Oma tiba-tiba, “bukannya Oma yang memasukan nama Kania dalam pembicaraan kita.”
Wajah Kania tampak bingung menyaksikan seorang cucu dan Omanya beragumen di hadapannya.
Oma berusaha menjelaskan, “gini Kania, tadi itu Gustav bilang……”
Gustav mencoba memotong pembicaraan lagi. “Kania, kukira kau tidak ke Zang Crème malam minggu ini,” ujar Gustav “kukira kau ada kencan dengan pangeranmu.”
Kania menatap Gustav, tanyanya sedikit jahil. “Kenapa, Gus? Kamu cemburu? Kau sih tak pernah mengajakku kencan malam minggu.” Kania mengubah situasi, ia tidak ingin jadi objek pembicaraan jahil Gustav dan lebih memilih menggoda Gustav balik.
Tersedaklah Gustav yang kala itu sedang minum “ugh ugh.”
Oma terlihat puas dengan balasan Kania. “Tuh kan, batuk cucu Oma kumat kalau digoda wanita cantik,” Oma kembali turut memojokan cucunya sendiri yang langsung diiringi tawa Oma dan Kania secara bersama-sama.
“Kalian ini, memang ahli bersekongkol,” ujar Gustav mengakui kekalahannya.
“Sudahlah, ini kan malam minggu, janganlah cucu Oma yang paling tampan ini berada di Zang Crème semalaman,” ungkap Oma. “Ajaklah Kania berjalan-jalan, nonton kek, atau apalah seperti layaknya anak muda jaman sekarang, masa kalah dengan jaman Oma dulu.”
“Hah, Oma,” ujar Gustav singkat.
“Kania, ajaklah cucu Oma pergi jalan-jalan, kasian dia sudah jomblo akut,” Oma memberikan sebuah kedipan kode ke Kania. Yang sedari tadi sudah di sebelah Oma
“Lagi-lagi,” pikir Gustav dalam hati, entah Oma belajar dari mana istilah-istilah anak muda macam itu, kagum sekali Gustav, mungkin regenerasi tubuh Oma berbeda dengan kebanyakan orang normal, semakin tua ia justru semakin muda.
“Siap Oma, ayo Tuan Muda Zang Crème, mari temani putri cantik jalan-jalan,” Kania langsung menggenggam lengan Gustav.
“Tapi Oma, ini lagi ramai,” Gustav berusaha beralasan.
“Tenang Tuan muda, kan ada saya,” teriak Arya sambil tertawa cekikikan.
“Iya, jalan-jalanlah bersama Kania, hatimu juga perlu udara segar,” jelas Oma “Oma hanya takut hatimu beku dan lama-lama Arya yang kau pilih jadi pendampingmu.”
“Ih Oma, Arya pilih-pilih kali kalau cari cowok,” Arya menjawab pernyataan Oma dengan menirukan gaya gemulai.
Oma dan Kania pun terpingkal-pingkal dibuatnya.
“Sudah sana jalan, keburu malam,” ujar Oma. “Ingat, kembalikan Kania cucu Oma tepat waktu ya, Gustav.”
“Hah,” Gustav bengong karena Oma sekarang lebih mengakui Kania sebagai cucunya.
“Dah, ayo,” Kania menarik lengan Gustav dan berjalan menuju pintu keluar Zang Crème. Sementara Gustav menoleh ke arah Oma dan Arya yang sedari tadi tak habis tertawa melihat ekpresinya yang masih setengah terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Harusnya ini masuk rekor muri atau guiness of world record, karena untuk pertama kalinya Gustav keluar malam mingguan bersama seorang wanita. Walaupun itu sahabatnya sendiri, Kania.
Malam minggu pertama………
“Kania,” ucap Gustav lirih menikmati Jakarta malam hari dalam sebuah metromini, kali ini mungkin lebih indah karena ada wanita yang menemaninya.
“Iya, ada apa tuan muda?” Kania tiba-tiba menatap Gustav.
“Eh, nggak jadi,” pria mana yang tak langsung speechless ditatap Kania dengan pandangan sedetik yang lalu. Gustav baru menyadari kalau Kania punya pandangan mata sedahsyat itu. “Apa dia coba menggodaku?” ujar Gustav dalam hati.
“Hah, nggak jadi? Bodoh kau Gustav!” jawab Kania sambil mengepalkan pukulan kecil ke bahu Gustav.
Gustav hanya pasrah menerima pukulan Kania, "As usual, there is a great woman behind every stupid man,” ujar Gustav dalam hati.
Kania paham, Gustav sahabatnya itu, memang orang terbodoh sedunia untuk masalah cinta, ia pun tak ingin menutupi perasaannya kalau malam ini ada perasaan yang berbeda antara dirinya dengan Gustav. Baru sekarang ia berjalan berdua, bahkan lebih tepatnya bermalam minggu dengan Gustav sahabatnya.
Kania mengeluarkan kompas kesayangnya,
“Mulai lagi dia dengan jimat keberuntungannya,” ujar Gustav melihat Kania sudah mengeluarkan pentunjuk arahnya.
Kania tak peduli dengan komentar Gustav, ia masih mengoyangkan kompas kesayangannya, sambil sesekali menunjuk di antara dua arah membuat pilihan.
Lalu ditatapnya Gustav, Kania tak memungkiri Gustav tahu semua siapa saja pria yang menemaninya bermalam minggu, entah Ricky, Aldo, Nino atau siapa pun Gustav pasti tahu. Ia selalu mampir ke Zang Crème hanya untuk meminta pendapat Gustav tentang penampilan pria malam minggunya. Gustav juga tak terlihat agak risih memberikan pendapatnya. Gustav memang sahabat terbaik yang pernah Kania miliki.
“Sudah Kania, mari malam ini buat Gustav bahagia, ajak dia menikmati kesenangan bermalam minggu seperti kebanyakan pasangan Jakarta,” ujar Kania dalam hati.
“So, kita mau ke mana Putri Cengeng….” Gustav menyadarkan Kania harus segera memilih ke mana kompasnya menunjukan arahnya.
“Hah, apa yang barusan?” Kania baru tersadar dengan panggilan yang disematkan Gustav barusan “Putri Cengeng…berani ya kamu manggil aku itu.”
Hujan cubitan dinikmati Gustav sambil tertawa, entah sudah berapa lama Gustav tidak memanggil Kania dengan panggilan itu, setidaknya sejak perkenalan tempo dulu, atau bahkan paling dekat ketika setiap kali Kania selalu menangis ditinggal pria yang ia yakini bisa membuatnya bahagia. Gustav sendiri sudah tak terlalu ingat berapa kali Kania memperkenalkan pria barunya, yang ia yakini mungkin itu sama jumlahnya dengan tangisan putri cengeng Kania ketika hubungannya berakhir dengan pria yang dahulu bersemangat dikenalkan.
“Udah,udah, sakit tahu,” Gustav menyerah dan meminta Kania berhenti menghujani cubitan.
“Oke, baiklah, kita sudahi serangan ini, nanti Oma pasti sedih kalau liat di tubuh tuan muda Zang Crème banyak bekas cubitan,” ungkap Kania seraya menyelesaikan luapan kekesalannya. “Tugasku hari ini adalah menemani tuan muda jomblo ini bermalam mingguan, setidaknya agar ia tidak memilih Arya sebagai pendamping hidupnya.”
“Wah, ada yang bales dendam rupanya, dan tidak percaya kejantanan seorang Gustav, awas saja kau putri cengeng sampai nanti jatuh cinta dengan Tuan Muda Zang Crème,” Gustav sombong.
“Apaan sih,” Kania kembali menghujani Gustav dengan cubitan, yang lalu diiringin tawa lepas keduanya.
Kedai Zang Crème…………..
Oma yakin malam ini adalah malam paling romantis untuk cucu satu-satunya. Cucu yang dahulu terpuruk karena kehilangan orang-orang yang disayanginya, sekarang sudah tumbuh dewasa.
“Gustav sekarang harusnya sudah siap, apalagi ada Kania, Kania pasti bisa menjaga Gustav,” gumam Oma di hati terdalamnya.
“Ugh…ugh..ugh ugh,” Oma terbatuk-batuk.
Wajah Oma yang barusan paling bersinar sekarang tampak kalah terang dengan lampu classic dekat kasir.
“Oma, tak apa-apa?” tanya Arya agak panik. “Wajah Oma pucat, saya telepon mas Gustav, yah?”
“Jangan, Oma baik-baik saja, Oma hanya perlu istirahat,” cegah Oma.
Oma sadar dirinya sudah terlalu tua untuk mengelola Zang Crème, seharusnya ia mungkin tak perlu lagi berada di sini, apalagi harus mengelola toko Gelato yang usianya hampir sama dengan usianya sendiri. Keyakinan suaminya lah yang terus menguatkannya kalau Zang Crème diciptakan untuk kebahagian dirinya. Lagian sudah sejauh ini ia mampu meyakinkan Gustav kalau kehilangan bukan akhir dari segalanya. Ia tidak ingin perasaan kehilangan itu kembali menyelimuti Gustav. Setidaknya sampai Gustav benar-benar menemukan kebahagiannya, sejauh itu pula Oma tak akan pernah mau terlihat menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelato of Love (Proses Terbit) END
Novela Juvenil"Gelato mengerti perasaan manusia yang memagutnya, namun Gustav belum mampu mengambil inti Gelato untuk mengungkapkan perasaan kepada Kania. Kania juga terus-terusan memperkenalkan cowok baru yang ia yakini benar-benar jadi pendamping hidupnya. Dite...