Lampu rumah-rumah di sekitar meredup. Jalanan menjadi gelap. Hanya ada lampu lampu di pinggiran jalan yang menemani meskipun remang. Beginilah suasana desa. Senyap, hening, dan tenang. Sangat berbanding terbalik dengan hiruk pikuk Metropolitan yang hampir tak kenal sepi. Dari jendela kamarku saja sinar lampu bangunan Metropolitan terlihat jelas. padahal jarak antara desa dan Metropolitan cukup jauh. Membutuhkan waktu kurang lebih dua jam untuk kesana.
Bahkan aku pernah mengira jika bumi ini datar.
Aurelia Vinka. Konon, nenek moyangku tinggal di pesisir. Medusa Beach, pantai yang di dalam permukaan airnya dihuni oleh lebih dri ribuan bahkan jutaan hewan medusa. Mayoriasnya ubur-ubur (Aurellia auretus). Mungkin, karena itulah orang tuaku memberiku nama Aurelia. Aku belum tahu juga kenapa mereka memiih ubur-ubur untuk dijadikan namaku. kan, masih banyak yang lebih bagus dari itu. Belum sempat aku bertanya pada orang tuaku, mereka sudah pergi duluan meninggalkanku. Kabarnya, kapal yang digunakan berlayar oleh orang tuaku hilang dalam pusaran segitiga bermuda. Padahal setahuku, tempat yang akan dituju oleh orang tuaku tak melewati segitigaa maut itu.
Seperti rutinitasku biasanya, setiap malam aku menonton acara televisi kesukaanku sendirian di kamar. Menonton acara superhero Metropolitan yang sedang sibuk menyelamatkan umat manusia. Iya, saking sibuknya, diriku sendiri tidak diselamatkan dari aktivitas menunggu.
tok - tok - tok
Jendela kamarku seperti diketuk. Otomatis aku menoleh. Tak ada siapa siapa. Aku pun kembali menonton televisi.
tok - tok - tok
Ah, siapa itu yang mengetuk jendelaku malam-malam! Aku menoleh ke arah jendela lagi, dan tidak ada siapa-siapa lagi.
tok - tok - tok
Kesabaranku terkuras, rasa penasaranku pun meluap. Aku beranjak dan menghembuskan nafas kasar. Berjalan dengan emosi ke arah jendela.
kriet- Jendela ku kubuka. Aku menengok sekitar. Tidak ada! Aku cepat-cepat menutup kaca jendelaku. Ah, siapapun itu! Dia telah merusak malam menonton acara favoritku!
bruk- Aku menabrak tubuh seseorang tepat di dadanya saat aku berbalik.
"I'm back, Ka. Kok muka kamu kaget gitu sih," dia mengacak rambutku.
--------------
"Perasaan dari kemaren lewat pintu, kenapa tiba-tiba lewat jendela?" Aku duduk sambil melipat tangan, menatap laki-laki itu dengan tatapan heran.
"The Wings 4.0," ucapnya sambil menunjukkan sepatu yang baru saja ia lepaskan. "Alat ini lebih simpel, praktis, dan canggih. Tidak perlu memakai sayap di punggung seperti yang lain. Sepatu ini limited edition!" matanya berbinar-binar.
"Jadi, super Eja sekarang bisa terbang?" tanyaku.
"Kamu nggak lihat acara tv superheroku malam ini?"
Aku mengangguk pelan. "Ya.... telat setengah jam sih," lalu cengengesan.
Super Eja melenguh panjang, "sepatu ini pengganti sayap. Cara kerjanya adalah dengan menolak gaya gravitasi. Semakin tinggi sepatu ini terbang berarti semakin besar daya yang dibutuhkan untuk menolak gravitasi,"
"Waw, yang bikin alatnya siapa? Bukan kamu, kan?"
Ia menggeleng kemudian mengedikkan bahu, "manusia,"
Sampai sekarang aku pun bingung dengan para gadis yang menggemari super hero yang satu ini. Manusia aneh seperti dia bagaimana bisa mempunyai penggemar?
"Jangan lupakan kemampuanku yang bisa membaca pikiran," tiba-tiba ia duduk di sampingku dan menepuk-nepuk puncak kepalaku. Aku hanya bisa mematung. Yah, ketahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELPLESSLY: the day bleeds
Fiksi IlmiahAlam mempunyai kekuatannya sendiri. Alam mempunyai keanguhannya sendiri. Alam bekerja selayaknya kaki tangan Tuhan. Tuhan murka, alam mengisyaratkannya. Tuhan senang, alam memvisualisasikannya. Tentang kekuatan. Tentang cinta. Tentang sains. Tentang...