Gaes, ulang dari awal ya?
Isinya sama aja kok sama yang di Dreame/Innovel.Maaf klo aku labil 🙏
Happy reading!
***
Air mata Riana langsung meluruh begitu menginjakkan kaki di dalam kamar tidurnya. Ayahnya yang bernama Riandi baru saja selesai dimakamkan, dan orang-orang yang melayat juga sudah pulang ke rumah mereka semua. Hanya tersisa beberapa sanak saudara, juga beberapa tetangga dekat rumah yang masih berada di lantai bawah rumahnya, tapi ia tidak bisa bertahan lebih lama untuk berada di antara mereka semua.Riana butuh waktu untuk menyendiri sekaligus meluapkan segala emosi. Karena selama prosesi pemakaman tadi, ia tidak menangis sama sekali. Bukan karena ia tidak merasa sedih atas meninggalnya salah satu orang yang ia kasihi, hanya saja ... ia harus tetap tegar, karena sang Ibu terlihat sangat terpukul atas apa yang baru saja menimpa keluarga mereka.
Riandi meninggal karena terkena serangan jantung mendadak, dan terlambat dibawa ke rumah sakit lantaran hanya ada Bik Minah di rumah. Bahkan saat kejadian mengenaskan itu terjadi pun, Bik Minah sedang sibuk menyiram seluruh tanaman di halaman depan rumah. Sementara Riandi sedang duduk sendirian di salah satu kursi yang ada di meja makan.
Baik Riana ataupun ibunya— Diandra— tidak bisa menyalahkan Bik Minah atas apa yang terjadi kepada Riandi. Tapi, semua orang juga tahu, kalau baik Riana, Diandra, ataupun Bik Minah, sedang menyimpan penyesalan mereka sendiri di dalam hati.
Andai saja waktu itu Riana tidak berangkat ke kantor pagi-pagi sekali, andai saja Diandra batal pergi ke Bandung sehari sebelumnya karena tiba-tiba saja merindukan ibunya yang tinggal di kota itu, dan andai saja Bik Minah tidak keasyikan menyiram tanaman, pasti Riandi tidak terlambat dibawa ke rumah sakit, dan mungkin keadaannya masih bisa diselamatkan di detik-detik terakhir.
Namun, semua perandaian itu hanya akan berakhir sia-sia saja, karena kenyataannya jasad Riandi sudah tidak ada lagi di antara mereka semua.
Riana mulai menyeka air mata di kedua pipinya, tetapi air mata itu tetap turun lagi, dan lagi, seolah tiada henti.
Sembari mendekap potret keluarga kecil mereka, di mana hanya ada dirinya yang duduk di antara sang ibu serta mendiang ayahnya, Riana mulai mengenang satu per satu kenangan yang tak terlupakan bersama sang ayah.
Kala itu Riana masih kelas 4 SD, dan merasa berkecil hati karena temannya tidak datang ke rumah untuk mengerjakan tugas kelompok bersama-sama, sehingga Riana harus mengerjakannya sendirian.
Saat ia mengadu kepada ayahnya yang baru saja pulang bekerja, ayahnya malah tersenyum sambil mengelus pucuk kepalanya. Lalu berkata, “Meskipun kita ini makhluk sosial, tapi kita tidak boleh terus-menerus bergantung dengan orang-orang di sekitar.”
Riana mengerjapkan kedua bola mata bundarnya, dan tanpa sadar ia pun mulai bertanya. “Kenapa?”
“Karena yang hidup, pasti akan mati. Yang datang, pasti akan pergi. Bahkan yang sudah berjanji juga masih bisa mengingkari. Kita hanya perlu mempersiapkan diri.”
Atau kenangan saat ia pertama kali ketahuan memiliki seorang pacar di kelas 2 SMA.
Saat itu ayahnya hanya berpesan, “Papa enggak marah kalau kamu pacaran. Asal kamu pacarannya secara terang-terangan, enggak sembunyi-sembunyi, terus kalau ada masalah malah nangis sendiri.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Your Heart
Romance[SLOW UPDATE] Di hari pemakaman ayahnya, Adriana tak menaruh curiga apa-apa kepada lelaki asing yang tanpa disadari terus berdiri di samping ibunya. Tetapi sebulan setelah hari pemakaman, lelaki asing itu malah datang ke rumah, dan ibunya juga menga...