2. Buruk

2 0 0
                                    

'Rasa yang melebur menjadi satu; kepedihan'
-Shanne Ayune Soeharno-

˙˙˙˙

Shanne mengetuk sendok batagornya dengan kurang minat,

"Lo kenapa si Shanne?" tanya Seina jengah melihat kelakuan sahabat kecilnya ini,

Seina latiefah, salah satu sahabat Shanne di sekolah maupun rumah. Sifatnya yang dewasa dan penyabar membuat Shanne sering mencurahkan isi hatinya kepada Seina.

"Kesel gua tuh sama pak tono, gua mulu yang kena kalo pelajaran dia," Seina yang mendengar tertawa terbahak-bahak, membuat Shanne mendesah kesal.

"Lagian lo juga si, suka cari masalah sana sini," lanjut Seina selesai tertawa,

"Ah taulah minggu depan pelajaran dia, gua gangguin tu bapak tua sampe marah," Shanne bersumpah untuk itu.

"Ngomong apaan si lo pada? gua kagak diajak," Gibran dan Alan datang sambil membawa nampan berisi makan siang mereka,

"Biasalah, ada yang masih kesel sama pak Tono," Seina membalas sambil cekikikan gak jelas.

"Makanya Sen, gua bilang apa jangan suka cari masalah lagi, malah lo kan yang pusing?," Gibran menasihati sahabatnya yang keras kepala ini,

"Yayayaya, serah kalian deh, gua mau ke kelas, ngantukk," Shanne berdiri meninggalkan teman-temannya yang hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

•••

Saat Shanne sedang berjalan pelan tiba-tiba seseoranh menabrak dirinya dengan kencang hingga punggungnya terbentur dinding koridor yang tajam,

"Aduhh... sakitt, woi kalo jalan liat-liat dong, sakit ni bambang," Shanne berteriak dengan kesal.

"Shanne, lo gak papa?,"Shanne yang mendengar suara orang yang menabraknya lantas menoleh.

Betapa kagetnya Shanne kalau yang menabraknya adalah Reza Ramadhan, musuh bebuyutan Shanne dari awal masuk SMA ini. Sebenernya tidak ada masalah diantara mereka berdua, hanya saja Shanne suka kesal sendiri melihat wajah sedikit tampan tapi tengik nya itu. ingat hanya sedikit, tidak lebih.

'tumben perhatian', batin Shanne.

"Mata lo bengkak, gak papa." sewot Shanne berlalu meninggalkan Reza tak lupa menginjak kaki pemuda malang itu, sambil meringis kesakitan.

"Woi anjing! sakit begoo, aduhhh," rintih Reza kemudian melanjutkan jalannya dengan pelan. Shanne tidak peduli dia hari ini malas berdebat dengan biadab satu itu.

•••

"Aduh Sen, gua belum tugas bu Rosi lagi, mati gua Sen," Shanne yang mendengar ucapan Alan langsung memberi buku tugasnya dengan cara melempar.

"Noh punya gua, ntar sekalian kumpulin, gua mau tidur," Alan yang mendengarnya tersenyum dengan bahagia,

"Makasih bundaku, kamu terbaik." Alan membalas sambil mencium pucuk kepala Shanne,

"Mulut lo banyak dosa, gak usah transfer dosa lo ke gua lewat ciuman lo," Shanne mengelap kepalanya bekas ciuman Alan.

"Bodo amat, jangan ganggu gua mau ngerjain tugas dulu," Alan kembali ke mejanya, karena ada Gibran yang mau duduk di samping Shanne.

10 menit kemudian bu Rosi masuk ke kelas, yang mana membuat Shanne harus bangun dari tidurnya.

•••

Sudah setengah jam sejak bel pulang sekolah berbunyi, namun abangnya belum menampilkan batang hidungnya untuk menjemput Shanne.

"Udahlah gua anterin aja lo pulang, lama abang lo," Gibran dengan setia menemani Shanne dengan perasaan kesal,

"Males ah, yaudah sana pulang kalo gak ikhlas nungguin gua," Shanne membalas dengan kesal sebab sudah beberapa kali Gibran terus mengulang kalimat yang sama.

'Tin Tin!' bunyi klakson mobil itu membuat Shanne tersenyum lalu menoleh pada Gibran.

"Gua udah di jemput, makasih ya udah nemenin gua, muahh". Shanne berbicara seraya memberikan flying kiss nya pada Gibran,

"Yudah gua pulang duluan, byee!" Gibran menjalankan motornya keluar parkiran lalu melajukan motornya dengan kencang menuju rumahnya.

Shanne berjalan masuk ke dalam mobil, "Lama amat si lo berdua jemputnya,"

"Ya maaf tadi macet di jalan," Bara menyahut lalu menjalankan mobilnya untuk pulang kerumah mereka.

•••

Sesampainya mereka di rumah, Shanne langsung menaiki tangga menuju kamarnya, karena kelelahan.

Pukul 7 malam, Shanne keluar dari kamarnya karena ini jadwal makan malam keluarga.

"Dek sini makan dulu," sapa Dian ibu Shanne.

Shanne hanya mengangguk, lalu duduk di samping mbak Caca.

Makan malam berjalan lancar, sampai satu kalimat membuat Shanne menegang.

"Pak Wijaya katanya pindah ke komplek kita ya?" pertanyaan pak Soeharno bapak Shanne, sontak membuat kedua abangnya dan mbaknya menoleh kaget ke bapak mereka.

"Iya pak, tadi ibu WA an sama bu wijayanya, itu mereka lagi ngangkatin barang-barangnya," balas ibu Shanne senang.

Pasalnya keluarga Wijaya adalah tetangga mereka sebelum pindah kesini dulu.

"Abis makan ya kita liat kerumahnya, udah lama gak ketemu," lanjut ibunya membuat Shanne berkeringat dingin.

"Aku udah selesai makanya, kalo ibu, bapak, abang, sama mbak mau kesana, aku gak ikut mau ngerjain tugas dulu ya," Shanne langsung meninggalkan mereka semua menuju kamar.

Mereka yang mengerti, hanya mengangguk saja, lalu melanjutkan makan malam.

•••

'kenapa saat aku mutusin buat ninggalin semuanya, kamu malah makin dekat, seakan kamu merasa tidak pernah terjadi apa-apa' batin Shanne tersiksa merasakan luka lamanya.

"Bahkan aku udah pergi sejauh ini, kita masih bertemu, harus sejauh mana aku pergi?" lanjutnya sambil terisak lalu menutup mukanya dengan boneka kesayangannya.

Tak lama karena kelelahan menangis, Shanne tertidur dengan air mata yang mengalir walau sedang tertidur.

•••

Jam menunjukan pukul 1 dini hari, Shanne terbangun dari mimpi buruknya dengan keringat dingin.

Ia lalu meminum air yang ada di nakas samping tempat tidurny, lalu berjalan ke jendela kamar yang lebar lalu membukanya agar udara dingin malam masuk ke dalam kamarnya.

"Bahkan setelah aku pergi bertahun-tahun pun, semua itu masih kurasakan hingga saat ini, ram." Shanne menatap langit malam yang gelap tanpa bintang satupun,

"Lima tahun mimpi itu masih berjalan", lanjutnya seraya menghela nafas gusar, tak lama air matanya pun jatuh di pipi tirusnya.

"hahhh.." menghela nafas gusar.

•••

Tanpa Shanne sadari ada seseorang yang juga menatap langit yang sama, di sebelah rumahnya dengan perasaan yang tak menentu.

Setelah mendengar percakapan orang tuanya bahwa mereka pindah dan bertetanggaan dengan TEMAN masa kecilnya dulu, dan juga pindah sekolah di SMA Adijaya.

"Kenapa jadi begini sih, ujungnya...." dia berbicara sendiri lalu menutup jendelanya lalu berjalan menaiki ranjangnya untuk tidur.

•••

Karena mengantuk yang menyerang Shanne berjalan menuju ranjangnya untuk tidur tanpa menutup jendela kamarnya.

•••

TBC!!!

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YAA.

SATU VOTE KALIAN, MEMBUAT SEMANGAT MENULIS CERITA INI DAN LAINYAAA...

PROMOTENya JUGA JANGAN LUPA, BIAR DOUBLE UP NII

salam,
jeberka

Bila nantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang