Prolog

4.7K 205 7
                                    

"Licy! Kamu ngapain sih pake alat-alat make-up Kakak? Kamu ini masih kecil lo, belum pantes pake kayak beginian!" pekik Abel di hadapan  gadis kecil berusia delapan tahun yang baru saja memakai beberapa alat make up nya.

Dari lipstik, bedak, eye shadow, bahkan blush on yang kini membuat pipi gadis kecil itu penuh oleh rona merah. Belum lagi lipstik berwarna menyala yang menjadikannya tampil seperti orang dewasa. Entah siapa yang mengajarinya berdandan seperti ini, Abel tidak tahu. Meski ini bukan pertama kalinya gadis kecil itu melakukan hal seperti ini.

"Ih, Kak Abel kenapa sih marah-marah sama Licy? Licy kan cuma mau nyobain alat make up baru Kak Abel. Kak Abel jangan pelit dong. Kak Abel kan tahu, kalau udah gede nanti, Licy mau jadi aktris. Makanya dari sekarang Licy mau belajar dandan supaya kalau udah gede nanti, Licy nggak susah lagi gimana caranya dandan sendiri." celotehnya dengan gaya kecentil-centilan, sambil menampilkan gestur tubuh seorang model yang seakan-akan tengah diwawancarai.

Abel yang mendengar ocehan dan mimik sang adik saat berceloteh, hanya melongo sesaat. Dia gemas tentunya. Namun, Abel juga tidak bisa memarahi Licy. Dia begitu menyayangi gadis kecil itu meski Licy sering kali melakukan hal yang membuatnya kesal. Sikap Licy yang centil dan seolah-olah berlagak seperti orang dewasa, terkadang membuat Abel pusing bukan main.

"Sayang, dengerin Kak Abel, ya." ujar Abel sambil merengkuh kedua bahu mungil itu.

Kali ini, Licy diam mendengarkan. Menatap Abel dengan wajah polosnya.

"Licy itu masih kecil. Belum pantes dandan kayak gini. Alat make up yang Licy pake sekarang, itu hanya dipakai untuk orang dewasa kayak Kakak. Nanti, kalau Licy udah dewasa, baru deh Licy boleh pake alat make up Kakak. Kalau sekarang Licy pake, Licy bisa jerawatan lo, sayang. Wajah Licy bisa rusak. Nanti kalau udah gede, Licy jadi jelek lo. Emang Licy mau?"

Licy sejenak diam, tampak mencerna apa yang diucapkan Abel. Kedua matanya mengerjab, sebelum akhirnya menggeleng.

"Nggak mau dong. Licy kan mau jadi cantik kayak Mommy dan Kak Abel. Licy kalau dewasa nanti mau kayak Mommy yang beruntung banget bisa punya suami seperti Daddy. Udah ganteng, hot, romantis lagi." Senyum gadis kecil itu merekah lebar. Lagi-lagi Abel yang mendengar kalimat ajaib sang adik hanya melongo.

"Siapa yang ngajarin ngomong kayak gitu?" pelotot Abel menatap sang adik gemas.

"Tante Sesil  yang sering ngegodain Daddy. Licy sering banget denger Tante Sesil bilang Daddy itu hot. Terus Tante Sesil juga bilang Daddy masih seksi."

Abel menghela napas kasar. "Licy nggak boleh ngupingin orang dewasa yang lagi ngomong. Apalagi niru kata-kata Tante Sesil. Dia itu nggak baik sama sekali, jadi, Licy nggak usah niru ucapan dia."

"Kenyataannya emang bener kok. Waktu Daddy ke sekolah aja, banyak banget guru-guru Licy dan Kak Lily yang naksir sama Daddy. Terus ada juga Mamanya teman Kak Lily, juga bilang Daddy keren dan masih ganteng."

"Biarin aja mereka ngomong begitu. Licy nggak usah dengerin. Licy kan tahu, Daddy setia dan cintanya cuma sama Mommy. Jadi, kalau ada yang bilang naksir sama Daddy, Licy nggak usah tanggepin."

Licy mengangguk patuh dengan sorot polosnya.

"Kak Abel, Licy kangen sama Mommy dan Daddy. Kok lama banget sih perginya? Masa yang dibawa cuma Tristan. Sedangkan Licy, Kak Abel sama Kak Lily malah ditinggal." protes Licy dengan bibirnya yang mengerucut.

"Sayang, Kak Abel kan kerja. Licy sama Kak Lily juga harus sekolah. Mana boleh libur lama-lama. Makanya, Daddy dan Mommy nggak bawa Licy ataupun Kak Lily."

"Iya deh. Tapi, Licy kangen banget sama Daddy dan Mommy. Kapan sih Daddy dan Mommy pulangnya?"

"Kalau urusan pekerjaan Daddy selesai, Daddy dan Mommy pasti pulang, sayang." ujar Abel meyakinkan, lalu mengusapkan kapas yang sudah dibalur cairan pembersih make up ke wajah Licy yang tadi dipenuhi warna. Hingga akhirnya wajah polos gadis kecil itu bersih tanpa ada satu pun sisa make up yang menempel.

"Kak Abel, beneran 'kan kalau udah gede nanti, Licy boleh nyobain semua alat make up punya Kak Abel?"

Abel mengangguk sambil tersenyum. "Tentu aja boleh. Bahkan kalau Licy mau, Kak Abel kasih buat Licy semua."

Licy tersenyum ceria, lalu berhambur memeluk Abel dan langsung menciumi pipi Abel kanan kiri.

"Kak Abel baiiiik banget. Licy jadi sayang banget sama Kak Abel."

Usai mengatakan kalimat itu, gadis kecil berambut panjang sepunggung itu berlari-lari dengan ceria meninggalkan kamar Abel. Abel hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. 

Abel duduk di depan cermin meja riasnya. Saat itulah, pandangannya terpaku pada laci meja riasnya yang terbuka sedikit. Abel membuka laci itu perlahan. Seketika kedua matanya membulat sempurna saat mendapati kotak kosmetik hadiah ulang tahun pemberian sang ibu terbuka dengan isinya yang berhamburan keluar. Bahkan beberapa di antaranya sudah terpakai, padahal Abel belum pernah sekalipun memakai isi dan perlengkapan make up yang ada di dalamnya.

Perlengkapan make up itu adalah pemberian sang mommy saat dia berulang tahun satu bulan yang lalu. Hadiah yang dipesan Tita dari Australia, dan berencana akan dipakai Abel jika dia bertunangan dengan seseorang. Meski Abel sendiri tidak yakin kapan hal itu akan terjadi, mengingat saat ini statusnya masih jomlo,  belum memiliki pacar hingga di usianya yang sekarang sudah menginjak 25 tahun.

Gadis berparas cantik itu mengepal tangannya, mencoba berupaya sekuat mungkin menahan kekesalannya saat ini. Tanpa dia mencari tahu siapa pelakunya, Abel sudah tahu betul siapa seseorang yang sudah mengacak-acak kotak kosmetik pemberian sang ibu yang sudah berusaha disimpannya sebaik mungkin.

"Licy!!" pekik Abel melengking. Lalu melangkah keluar kamar untuk mencari setan kecil yang sudah membuatnya begitu kesal saat ini.

.
.
.

Lanjut?

Ini sequel kisah dari #ISTRIKU_SAHABAT_PUTRIKU", kisah tentang Abel dengan genre humor romantis. Kisahnya nggak berat kok, ada lucu-lucu dan bapernya.

Yang  mau order novel Arjuna dan Tita masih bisa. Di wa.me/6285264434401

CINTA UNTUK ABELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang