Part 4

1.7K 180 20
                                    

🌹🌹🌹

"Ka-kamu bercanda ya?" Abel menatap sosok di hadapannya itu dengan tatapan terperangahnya.

"Saya serius, Abel. Ayo kita menikah. Saya janji akan bertanggung jawab dan melamar kamu pada Daddy kamu langsung." Penuturan Satya membuat Abel kembali menangis. Abel benar-benar mengutuki dirinya sendiri, karena begitu bodohnya membiarkan hal itu terjadi. Entah bagaimana bisa dia tidak sadar dan melakukan dosa itu dengan lelaki yang dia sama sekali tidak kenal.

"Abel, saya mohon jangan menangis. Saya sudah bilang, saya akan bertanggung jawab." Satya meraih tangan Abel, mencoba menenangkan tangis gadis itu.

"Ya Ampun, Satya!"

Suara pekikan seseorang di pintu, membuat keduanya terperanjat. Seorang perempuan berusia enam puluhan tahunan yang datang bersama perempuan muda dan seorang bocah laki-laki, masuk ke ruangan Satya. Wanita berumur lanjut itu, melangkah ke arah Satya dengan pandangan berapi-api, lalu ditariknya kuping lelaki itu hingga Satya memekik kesakitan.

"Begini kelakuan kamu, ya kalau di belakang Oma!"

"Aduuh, Oma! Sakiit, Oma! Sakit banget, nih!" ringis Satya dengan suara mencicit. Abel sendiri hanya terdiam menatap pemandangan di depannya itu dengan wajah bingung.

"Udah Oma bilang, kalau udah ketemu, bawa langsung ke rumah. Bukan malah dibikin nangis kayak gini! Dasar anak nakal!" Setelah puas menjewer kuping sang cucu, wanita berusia enam puluhan tahun itu lalu beralih memandang pada Abel.

"Kamu cantik sekali," ujarnya sambil menyentuh wajah Abel dengan senyum yang merekah di wajahnya yang sudah keriput. Melihat air mata Abel, raut wajahnya berubah cemas. "Cantik, katakan pada Oma, apa yang sudah dilakukan cucu sableng Oma ini sampai bikin kamu menangis begini, sayang? Biar nanti Oma hukum, supaya anak ini tau rasa. Katakan saja pada Oma, ya."

Abel yang sejak tadi terdiam bingung, berusaha tersenyum. "A-aku...."

"Enak aja bilang aku sableng," gerutu Satya dengan muka ditekuk.

"Abel? Kamu Abel, 'kan?"

Perhatian Abel kini tertuju ke arah perempuan cantik yang berdiri di samping Satya. Abel merasa pernah melihat perempuan cantik itu, begitu pun dengan bocah yang datang bersamanya kini.  "Kamu Abel, putri Pak Arjuna dan Ibu Tita, 'kan? Inget nggak, sama saya, Maminya Justin, temen Licy dan Liliy. Waktu acara gathering perusahaan Pak Arjuna kami datang loh, soalnya kan suami saya, rekan bisnisnya Daddy kamu," ujarnya dengan ceria.

"Ohh, iya! Aku ingat." Abel tersenyum setelah baru sadar jika perempuan cantik di depannya ini adalah Maminya Justin, teman kedua adik kembarnya.

"Panggil aku Kak Vina aja. Aku Kakaknya Satya. Suami Kakak, rekan bisnis Daddy kamu loh."

"Oh, jadi ini, Abel putrinya Pak Arjuna yang kamu dan Harlan ceritain sama Oma itu, Vin?" Oma lalu melirik pada cucu perempuannya itu dengan wajah sumringah.

Vina mengangguk cepat. "Iya, Oma. Ini dia yang namanya Abel. Cantik kan, Oma?" responsnya dengan senyum cerahnya yang dijawab anggukan cepat oleh wanita enam puluhan tahun itu. "Waktu itu Mas Harlan, Papa, sama Mama sih pengen banget ngejodohin Satya sama Abel. Dan sebenarnya, Mas Harlan udah niat mau ngomong langsung sama Pak Arjuna sih. Enggak nyangka, kalau Satya udah ngelangkah duluan."

"Wah, kalau begitu. Nggak perlu ditunggu-tunggu lagi," sahut Oma bersemangat. Lalu dipukulnya kencang lengan Satya dengan tatapan jutek. "Oma nggak mau tahu! Pokoknya besok malam, kamu harus bawa Abel ke rumah! Segera lamar Abel secepatnya, kalau enggak, Oma nggak mau lagi akuin kamu sebagai cucu. Paham?"

Satya tampak bersungut. "Kejam banget sih, sama cucu sendiri juga."

"Oma begini, supaya kamu nggak jadi bujang lapuk. Umur udah hampir kepala tiga, tapi belum juga niat ngenalin calon istri. Mau nunggu sampai Oma meninggal dulu, baru kamu nikah?"

"Oma jangan gitu dong. Iya, aku bakal bawa ke rumah. Kami juga udah pacaran kok. Tinggal nunggu diresmiin aja kok, Oma," sahut Satya, membuat Abel menatapnya dengan pandangan melotot. Bisa-bisanya lelaki itu berbohong, padahal Abel saja baru mengenalnya semalam.

"Nah, gitu dong. Baru itu cucu kesayangan Oma," jawab Oma dengan senyumnya yang lebar.

"Syukurlah, adik aku udah Move On."

"Yaudah, ngapain lagi masih di sini? Keluar dong. Aku kan mau berduaan sama calon istri aku."

"Dasar cucu durhaka. Kalau nggak karena Abel, udah Oma jewer lagi kamu." Oma lalu menatap pada Abel. "Sayang, kalau ada sikap cucu Oma ini yang bikin kamu nggak berkenan, kamu ngadu aja ya sama Oma. Walaupun tengil gini, dia sebenarnya baik kok. Dimaklumi ya, sayang."

Abel yang tidak tahu harus menjawab apa, hanya berusaha memasang senyumannya.

"Ayok, Vin. Kita pulang. Yang penting hati Oma udah lega, kalau adik kamu itu emang masih normal." Ucapan Oma yang seenaknya malah membuat Vina tertawa, sejenak diliriknya wajah sang adik yang tampak ditekuk. Hingga akhirnya kini tinggallah Satya dan Abel yang berada di ruangan.

"Apa maksud kamu dengan berbohong kayak tadi?" Abel menatap Satya dengan wajah menuntut.

"Aku hanya ingin nyenengin hati Oma. Kamu lihat, 'kan. Oma itu suka sama kamu. Walaupun aku bilang kita nggak ada hubungan apa pun, Oma dan Kak Vina pasti tetap gencar untuk ngejodohin kita. Karena Suami Kak Vina dan Daddy kamu berteman, tidak akan sulit bagi Mas Harlan untuk membuat Daddy kamu setuju untuk menjodohkan kita."

Abel hanya diam lalu menunduk dengan sendu. "Apa benar, malam itu aku dan kamu-" untuk meneruskan pertanyaannya lagi, Abel rasanya tidak sanggup. Terlalu perih jika dia harus mengingat bayangan itu.

Satya mendekati Abel. "Jangan dipikirkan. Aku 'kan udah janji bakal tanggung jawab. Apa pun yang terjadi nanti, aku nggak akan ninggalin kamu, Abel."

Abel hanya menatap keseriusan yang terpancar di wajah tampan itu. Tidak ada sedikit pun kebohongan terlihat di sana. Entah kenapa, hati Abel ingin sekali mempercayainya. Namun, di sisi lain hatinya masih diliputi keraguan.

"Kamu harus lamar langsung aku sama Daddy. Jawaban aku tergantung dengan jawaban Daddy," putus Abel akhirnya.

"Baik. Siang ini juga aku akan melakukannya," jawab Satya dengan senyumnya yang mantap.

🌹🌹🌹

Arjuna hanya diam, menatap serius lelaki muda yang baru saja memberanikan diri melamar sang putri padanya. Sejenak diliriknya Abel yang sejak tadi hanya menunduk dengan wajahnya yang terlihat gelisah.

"Saya janji akan membahagiakan Abel, Om. Tolong beri saya kesempatan untuk menikahinya."

Arjuna menghela napas pelan, setelah cukup lama diam. "Baik, saya terima lamaran kamu." Keputusan Arjuna kali ini membuat Abel menatap sang Ayah dengan wajah serius.

"Karena kamu sudah berani meminta Abel, semua itu tentu ada syaratnya."

"Apa itu, Om?"

"Putri saya ini sangat istimewa. Saya tidak akan semudah itu menerima sembarangan lelaki untuknya, sekali pun kamu adik ipar Harlan, teman saya."

Abel menatap sang Ayah dengan wajah cemas. Entah syarat apa yang akan diajukan sang Ayah pada Satya nanti. Hati kecilnya malah tiba-tiba mencemaskan hal ini.

"Kamu bisa karate?"

"Tentu saja, Om."

"Bagus," sahut Arjuna. "Nanti malam datanglah. Kita duel. Jika kamu menang melawan saya, kamu saya izinkan menikahi Abel. Bahkan, secepatnya kalau perlu. Tapi, jika kamu kalah, saya berharap kamu mundur."

Satya tampak berpikir sejenak. "Baik, Om. Tidak masalah."

Abel yang sejak tadi hanya diam, melirik pada Satya dengan tatapannya yang kalut. Hal itu tentu saja tidak mungkin. Satya bisa habis ditangan Ayahnya yang sejak SMA sudah menjuarai berbagai turnamen karate dan beberapa ilmu bela diri.

🌹🌹🌹

BERSAMBUNG

Kira-kira Satya berhasil nggak ya?😀 Responnya banyak saya cepetin update, biar mangats.

CINTA UNTUK ABELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang