#32 [END]

593 22 0
                                    

Halo teman-teman seperjuanganku!

Kalian semua yang selalu setia mendengar setiap keluh-kesahku di setiap part yang kutulis di sini.

Sebelumnya aku ingin bertanya; Hai, apa kabar? Keluarga kalian baik-baik saja? Atau mungkin ... Konflik dalam keluarga kalian belum mereda?

Apapun itu, aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian semua.

Oiya, nggak kerasa yah sebanyak 32 kali aku berkeluh-kesah seperti ini di depan semua orang.

Sebanyak itu juga sepertinya aku menyia-nyiakan waktu dengan penyakit hati ini.

Ah, sepertinya semua ini memang harus cepat-cepat diakhiri.

Jika kalian berpikir aku mengakhiri semua ini karena keluargaku utuh kembali, orangtuaku bersatu kembali ... tidak seperti itu juga.

Dengarkan aku dulu.

Ending bahagia ... Bukanlah akhir yang mengharuskan semua hal terjadi dengan sempurna. Bukan.

Jauh dari itu, ending bahagia adalah akhir yang kedatangannya dapat kita terima dengan tangan terbuka, hati yang ikhlas.

Aku yang dulu sakit berkat didera oleh ribuan luka dan juga tikaman lara, sekarang bahagia.

Meski orangtuaku kini mempunyai jalan masing-masing.

Meskipun aku tinggal bersama ibuku yang sudah menjadi single parents.

Meskipun ayahku yang kini tidak menganggapku sebagai anaknya lagi.

Namun nyatanya sakit itu tidak menghantuiku lagi. Kalian tahu kenapa?

Karena sesungguhnya, bisikan itu terdengar juga. Bisikan entah dari mana yang mampu memasuki hati terdalamku.

Pulihlah. Tidak sepantasnya kamu melakukan hal ini. Jika kau terus saja membanding-bandingkan bahagiamu dengan yang lain, kau tidak akan pernah menemukan kepuasan. Bahagia itu sebenarnya gampang dicari. Bisa dilakukan sesegera mungkin.

Kalian tahu? Apa selanjutnya yang kudengar yang merubah seketika hidupku?

Bahagia itu tidak diukur dari sebagaimana kita memiliki segalanya. Tidak diukur dari seberapa bahagianya orang lain. Jauh dari itu ... Bahagia datang kala hatimu dapat menerima keadaan. Menerima dalam konteks ikhlas, mengakui bahwa memang takdir inilah yang Tuhan gariskan untukmu yang seharusnya tak pantas untuk kau sesali. Percayalah, jika kau sudah melakukan itu, rasa lega akan melingkupimu. Sesakmu, sakitmu, pilumu akan memudar. Perlahan hilang tergantikan dengan guratan senyum di bibirmu. Dan saat itu hatimu akan bertanya-tanya, "kenapa aku gak ngelakuin hal ini dari dulu?"

Cukup ingat ini! Badai akan berlalu, hujan akan mereda, berganti pelangi yang indah. Secercah masa depan yang cerah siap menunggumu untuk kau rajut dan bangun. Menunggumu bangkit dari posisi terpurukmu.

Aku merenung memikirkan kata-kata itu yang selalu terngiang-ngiang dalam kepalaku.

Lalu memutar memori kembali pada ingatan dulu tentang keluargaku yang masih utuh. Waktu itu, bukan jauh dari kata bahagia lagi, seakan bahagia sudah diblacklist dalam hidupku.

Namun, berbeda jika setelah orangtuaku bercerai, hanya aku yang terpukul karena hal itu. Tapi justru saat mereka masih bersatu, selain aku ... ibuku, kakakku, juga ikut tersakiti. Sakit secara fisik maupun psikis.

Saat itu, pertengkaran setiap hari terjadi. Tak terhitung berapa kali ibuku menangis karena hal itu.

Dan ... Dengan durhakanya aku mengatakan sesuatu hal di part 1 yang aku sesali sampai kini.

Teman-teman, jujur saja. Hatiku sudah ikhlas menerima semua ini.

Aku sudah nyaman dengan keadaan seperti ini.

Aku ... Sudah terbiasa.

Dan ini tak seburuk yang kupikirkan dulu. Karena sebenarnya, masih banyak orang-orang yang peduli padaku. Bodohnya itu tak kusadari dulu.

Mereka yang merengkuhku dalam kondiri rapuh, terkadang juga memberikan pundak mereka ketika aku butuh sesuatu sebagai sandaran. Mereka yang dengan giat mengubah air mataku yang jatuh dengan gelak tawa yang mengudara.

Ah, sudahlah. Jadi cukup jelas, bukan?

Hari ini, di titik bahagia baruku ini, aku mengakhiri hari-hari penuh sedihku.

Aku akan menutup buku kesedihanku, menciptakan lembaran baru dengan ribuan bahagia yang sederhana. Memperbanyak cinta dan rasa syukur. Lebih mencintai diri sendiri dan orang-orang yang kusayangi.

Akhir kata, aku pribadi meminta maaf kepada kalian jika selama ini ada kata atau perbuatanku yang kurang mengenakkan atau yang membuat kalian "ini apaansi?" Aku mohon maaf sebesar-besarnya.

Untuk kalian yang keluarganya masih utuh dan harmonis, jangan lupa bersyukur.

Untuk kalian yang keluarganya sedang didera masalah seperti aku dulu, semangatlah! Kamu pasti bisa menghadapinya. Percaya, Tuhan tidak akan menguji hambanya lebih dari batas kemampuannya.

Untuk orangtua diluar sana, sayangilah keluarga kalian. Pertahankan, jangan sampai kalian membiarkan masalah dapat mencerai-beraikan keluarga kecil bahagia kalian.

Dan untuk orang-orang yang terlanjur tersakiti namun tidak balik menyakiti dan bersedia memaafkan, berterimakasihlah pada hati kecil kalian. Itu pilihan yang paling baik, untuk dirimu, kebaikanmu. Tak baik menumpuk penyakit hati. Bebaskan. Ikhlaskan.

Dariku, yang dulu terlampau sakit, yang kini perlahan sembuh.

Terimakasih.
Story_lupalupa.

***

Teman-teman. Aku ingin sekali hidup normal seperti hidup remaja-remaja lainnya. Bolehkah?

Maka dari itu aku ingin mempersembahkan sebuah cerita remaja kepada kalian. Mencoba menulis, mungkin adalah hobi yang positif juga, bukan?

Ini nih penampakannya.

Ini nih penampakannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Begitulah kira-kira. Untuk liat deskripsi ceritanya bisa kunjungi akun ini Writhorstory123

Terimakasih sebelumnya.

Quotes Broken HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang