Part 11

40 8 7
                                    

Semakin lama kau semakin menyibukkan diri, tak menyapa apalagi memberi kabar. Apa karena aku bukan prioritasmu lagi?
~Erika Jovelyn~

Sekarang aku malu pada diri sendiri. Aku Islam, tetapi lidah ini sangat jarang membaca Al-Qur'an. Masih pantaskah aku mendapatkanmu, Ai?
~Regan Saskara Achilles~

********

"Lo yakin?" tanya Fahril saat menurunkan Aileen.

"Gue yakin, Kak. Kalau Ibu datang gue juga bisa lebih leluasa pergi ketimbang pakai kursi roda," ujar Aileen sambil membenarkan tongkatnya. "Kak Fahril tidak memberitahukan pada Bibi 'kan?" Fahril mengangguk.

Aileen tersenyum lalu mulai memasuki sekolah. Banyak pasang mata yang melihat Aileen. Banyak di antaranya membahas Aileen yang tidak lagi berjalan dengan kursi roda, tetapi dengan tongkat. Bukan berarti Aileen akan duduk di kursi roda untuk selamanya, ia berusaha agar dapat kembali berjalan seperti sediakala.

"Aileen, lo udah bisa bejalan pakai tongkat?" tanya Erika yang baru saja memasuki sekolah.

"Iya, Alhamdulillah. Kata dokter kalau gue membiasakan diri berjalan maka gue bisa berjalan kembali," tutur Aileen penuh bahagia.

"Baguslah," kata Erika sambil tersenyum kaku. Kalau Aileen bisa berjalan maka Kak Regan semakin mencintai Aileen. Lalu bagaimana dengan gue?

Saat berjalan di koridor kelas sepuluh, netra Aileen menangkap bayangan laki-laki jangkung yang sangat dikenalinya. Siapa lagi kalau bukan Regan? Erika terdiam, spontan bibirnya melengkung membentuk senyuman. Hal biasa yang sering dilakukan oleh seorang perempuan ketika melihat lelaki tambatan hatinya.

Regan terkejut melihat Aileen yang berjalan dengan tongkat, Regan mendekatinya sambil tersenyum. Erika merasa kalau Regan mendekati dirinya. Sayang, angannya terlalu jauh untuk menghayalkan hal itu.

"Aileen, lo mulai pakai tongkat?" tanya Regan sambil meneliti tongkat yang digunakan Aileen untuk berjalan.

"Sebenarnya sudah dari lama diizinkan memakai tongkat, cuma kalau ke sekolah baru kali ini gue coba," jawab Aileen.

"Sebentar lagi lo bakal bisa jalan?" tanya Regan lagi.

Gue berasa jadi nyamuk di antara mereka, batin Erika sambil menatap lekat wajah Regan.

"Insya Allah, Kak."

"Baguslah, semoga Allah memberikan kemudahan." Regan mendoakan Aileen.

Gue nggak salah dengar lagi 'kan? Baru kali ini Kak Regan bawa-bawa nama Allah, batin Erika lagi.

Aileen hanya tersenyum dan berharap Allah memberikan kemudahan untuknya. "Kalau gitu, gue duluan, ya, Kak," pamit Aileen.

Regan mengangguk, Aileen mulai melangkah dengan tongkatnya. Erika masih berdiam diri, sedari tadi ia menahan rasa cemburu yang berjolak di hatinya. Regan tersenyum dengan gadis lain? Tentu pemikiran itu terngiang-ngiang di kepala Erika. Dan sekarang Regan masih memerhatikan Aileen yang berjalan menuju kelasnya.

"Kak Regan," panggil Erika.

Regan yang memerhatikan Aileen kini beralih menatap Erika. "Ya? Ada apa, Rik?"

"Kak, nanti istirahat makan bareng yuk di kantin," ajak Erika.

"Maaf, Rik. Kayaknya nanti istirahat gue nggak bisa, gue harus ke perpustakaan untuk meminjam buku dan menyelesaikan tugas." Regan menolak ajakan Erika. Maaf, Rik. Gue udah kayak ngejauhin lo. Gue lakuin ini agar lo tidak terusan menyukai gue dan bisa memberikan hati lo pada Manaf, batin Regan.

Lame Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang